Waduh, BPK Temukan Setumpuk Masalah di Proyek BUMN dengan Dana Trilyunan

"Akibatnya, aset sebesar Rp10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp424,11 miliar tidak tercapai, serta terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi," kata BPK dalam laporan itu.

Jun 23, 2023 - 21:36
Waduh, BPK Temukan Setumpuk Masalah di Proyek BUMN dengan Dana Trilyunan
Foto ANTARA

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan banyak masalah dalam pelaksanaan proyek di BUMN.

Pertama, soal pemanfaatan penyertaan modal negara (PMN) oleh sejumlah BUMN.

Masalah terungkap dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2022 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Dalam laporan itu, mereka menyebut masalah terkait pengelolaan PMN di 13 BUMN.

BPK menyebut 13 proyek di BUMN yang didanai dengan Rp10,49 triliun hingga saat ini belum selesai. 

PMN di BUMN diberikan pada periode 2020-semester I 2022, termasuk atas dana PMN tahun-tahun sebelumnya yang belum terserap 100 persen. 

"Akibatnya, aset sebesar Rp10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp424,11 miliar tidak tercapai, serta terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi," kata mereka dalam laporan itu.

Atas masalah itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menginstruksikan Wakil Menteri BUMN untuk mereview kembali penggunaan dana PMN.

Masalah kedua, terkait penugasan jangka panjang kepada PT Hutama Karya (HK) dalam membangun Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) berjalan lambat.

Masalah terkait pencairan PMN yang berjalan lambat. Padahal kata mereka, BUMN yang mendapat penugasan jangka panjang dan untuk hajat hidup orang banyak, proyek pekerjaan harus segera dikerjakan tanpa menunggu PMN cair.

Karena masalah itu, selama 2019-2021 PT HK melakukan bridging pinjaman jangka pendek demi memenuhi pendanaan proyek. Pinjaman akan ditutup setelah PMN cair sebesar Rp4,25 triliun dengan bunga pinjaman sebesar Rp101 miliar.

Permasalahan tersebut mengakibatkan PT HK menanggung tambahan beban keuangan perusahaan dari 2019-2021 berupa bunga pinjaman jangka pendek sebesar Rp101,00 miliar dalam rangka memenuhi pendanaan pengusahaan JTTS.

Masalah ketiga, terkait penugasan pemerintah terhadap PLN. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kepada PLN ternyata tidak mendapatkan prioritas alokasi PMN.

Karena masalah itu, PLN harus menambah pinjaman sebesar Rp10 triliun dengan beban bunga sebesar Rp529 miliar. PT PLN akan menanggung tambahan beban keuangan masing-masing sebesar  Rp529 miliar.

BPK merekomendasikan Menteri BUMN untuk menyusun langkah-langkah mitigasi risiko terkait kekurangan pendanaan di BUMN pada penugasan jangka panjang.

BPK juga mengusulkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempertimbangkan penyediaan fasilitas pendanaan dari perbankan yang tidak memberatkan BUMN yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah.

"Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan PMN di BUMN mengungkapkan temuan 10 kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) dan 2 permasalahan efektivitas, efisiensi, dan ekonomi (3E) dengan nilai mencapai Rp10,49 triliun," tuturnya.

Dalih Pemerintah Beri Dana Besar untuk Infrastruktur

Terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkap alasan pemerintah jor-joran dalam mengalokasikan dana besar untuk pembangunan infrastruktur.

Menurut Erick, itu dilakukan pemerintah demi terciptanya interkoneksi logistik.

"Karena untuk mencapai target 2045, salah satu isu yang menghambat adalah logistik, ketika ongkos logistik atau transportasi barang maupun manusia tidak bisa menjadi satu kesatuan," kata Erick di kantor Kementerian BUMN, Jumat (23/5).

"Ini yang kadang-kadang dipersepsikan kenapa pemerintah membangun infrastruktur dengan modal pembiayaan yang besar. Apakah benar arahnya? Benar," lanjutnya.

Erick mengatakan percepatan pembangunan ekosistem logistik akan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan negara yang ekonominya maju karena pembangunan infrastruktur.

Salah satunya Korea Selatan. Pada 1950-an, kata Erick, negara tersebut menghabiskan 50 persen untuk pembangunan infrastruktur sehingga mereka bisa menjadi negara maju. Kemudian juga China serta Uni Emirat Arab.

Ke depan, Erick berharap dengan terciptanya ekosistem logistik yang baik, ekonomi Indonesia bisa tumbuh.

"Mimpi besar ini yang diimplementasikan dalam keseharian yang menjadi kunci karena percepatan pembangunan ekosistem logistik akan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja untuk mencapai cita-cita kita menjadi negara besar," kata Erick.(han)