Soal Kebijakan Ekspor Pasir Laut Rezim Jokowi, Begini Kritik Anies Baswedan

"Tapi kalau kemudian yang muncul adalah kita mengizinkan ekspor pasir laut, maka menjadi pertanyaan bagaimana kita membuat konsistensi kebijakan untuk merespons krisis iklim ini? Perlu sekali kita punya kebijakan konsisten," kritiknya dalam video sambutan Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2023 di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Sabtu (24/6).

Jun 26, 2023 - 15:19
Soal Kebijakan Ekspor Pasir Laut Rezim Jokowi, Begini Kritik Anies Baswedan

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Bakal calon presiden (Bacapres) 2024 Anies Baswedan mengkritik kebijakan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan ekspor pasir laut.

Menurutnya, restu pemerintah untuk mengeruk dan mengekspor pasir laut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Hasil Laut tidak konsisten dengan upaya melawan krisis iklim.

Terlebih, saat ini pulau-pulau terdepan Indonesia rawan tenggelam dan daerah pesisir diintai abrasi.

"Tapi kalau kemudian yang muncul adalah kita mengizinkan ekspor pasir laut, maka menjadi pertanyaan bagaimana kita membuat konsistensi kebijakan untuk merespons krisis iklim ini? Perlu sekali kita punya kebijakan konsisten," kritiknya dalam video sambutan Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2023 di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Sabtu (24/6).

Ia mempertanyakan letak keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. Anies menyebut seharusnya kebijakan yang diambil pemerintah berpihak kepada seluruh warga Indonesia, termasuk rakyat kecil dan pesisir.

"Kita membutuhkan solusi keberpihakan, bukan menjadikan ini semacam pintu masuk kepentingan komersial dan parsial. Justru menghadirkan solusi yang terasa oleh seluruh masyarakat," tegas Anies.

Menurutnya, pemerintah dalam mengambil kebijakan jangan hanya berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Ia merinci 3 aspek utama yang harus diperhatikan pemerintah dalam menetapkan kebijakan mengatasi krisis iklim.

Pertama, kebijakan yang diambil kudu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Kedua, pemerintah harus memperhatikan keadilan sosial dan distribusi yang merata. Ketiga, keberlanjutan lingkungan hidup.

"Kita perlu memihak kepada mereka yang paling terdampak oleh krisis ini dan memunculkan rasa keadilan yang sering kita sebut dengan istilah climate justice," tutupnya.

Munculnya beleid baru yang mengizinkan pengerukan hingga ekspor pasir laut membuka masa lalu kelam Indonesia. Gelombang protes telah dilayangkan kepada Presiden Jokowi, baik dari pegiat lingkungan hingga eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014-2019 Susi Pudjiastuti.

Restu Jokowi dalam beleid tersebut ikut mematahkan pelarangan 20 tahun lamanya. Pasalnya, pasir laut sebelumnya dilarang diekspor sejak masa pemerintahan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Saat itu, Megawati melarang ekspor pasir laut yang diatur oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno melalui Kepmenperin Nomor 117 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Laut.

Ekspor pasir laut dihentikan sementara demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil. Penghentian ekspor saat itu dinyatakan akan ditinjau kembali setelah tersusunnya program pencegahan kerusakan terhadap pesisir dan pulau kecil.

Merespons kritik dari Anies Baswedan, Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Muryadi menekankan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Hasil Laut bukan melulu soal ekspor.

Wahyu menegaskan ada juga pemanfaatan untuk membangun infrastruktur ruang laut dan reklamasi di dalam negeri.

"Ekspor memang dimungkinkan, tapi bukan pasir laut seperti rezim pertambangan, melainkan ekspor pasir dari hasil sedimentasi di laut yang tata cara dan tata kelolanya diatur dengan prinsip transparansi dan penuh kehati-hatian. Artinya, hanya dimungkinkan manakala kebutuhan domestik yang begitu banyak sudah terpenuhi," jelas Wahyu kepada CNNIndonesia.com, Minggu (25/6).

Ia menyebut KKP akan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan domestik ketimbang melakukan ekspor. Wahyu menekankan nantinya akan diatur soal bahan urugan reklamasi hanya boleh menggunakan hasil sedimentasi di laut.

Kaitan Ekspor Pasir Laut dengan Pilpres 2024

Sementara, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara Faizal Ratuela curiga momentum jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024 menjadi salah satu alasan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut.

Faizal bingung mengapa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Hasil Laut yang mengizinkan ekspor pasir laut muncul tiba-tiba. Padahal, ekspor pasir laut sudah dilarang sejak 20 tahun lamanya.

"Biasa, Walhi melihatnya kalau mau mendekati momentum Pilpres pasti akan banyak izin keluar. Peraturan yang ikut pun akan sangat kuat," ungkapnya dalam diskusi virtual di kanal YouTube Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Minggu (11/6).

Ia menegaskan lahirnya PP Nomor 26 Tahun 2023 makin mengancam keberlangsungan pulau-pulau kecil. Secara khusus, Faizal khawatir pulau-pulau kecil di Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku akan rusak bahkan hilang.

Faizal lantas mengungkit soal pernyataan Presiden Jokowi saat membanggakan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang mencapai 28,33 persen pada kuartal I 2022 dan 27,74 persen pada kuartal II 2022, di mana menjadi yang terbesar di dunia.

Menurutnya, Jokowi hanya melihat Maluku Utara dari segi sumber daya alam (SDA), bukan secara manusiawi.

"Kami melihat, biasanya momentum menuju Pilpres akan lahir sejumlah regulasi berbarengan dengan investasi yang akan bertambah," tegas Faizal.

"Saya terngiang yang disampaikan Presiden Jokowi (pertumbuhan ekonomi) secara terang Maluku Utara tidak dilihat dalam aspek manusianya, hanya sebatas konteks SDA. Hal itu terlihat dalam perubahan bentangan alam yang masif, degradasi nasional yang luar biasa di lingkungan yang saat ini menjadi lokasi proyek strategis nasional (PSN)," tutupnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya menjelaskan bahwa kebijakan Jokowi mengizinkan ekspor pasir laut lagi karena kebutuhan mendukung proyek pembangunan nasional dan pasar luar negeri. Sakti berkata prioritasnya adalah kebutuhan pembangunan dalam negeri.

"Ini bukan menjual negara. Ini tidak menjual negara," katanya kepada wartawan di Kantor Kementerian KKP, Rabu (31/5).

Ia mengatakan pasir laut hasil sedimentasi yang dikeruk akan diutamakan untuk kepentingan dalam negeri. Hal ini utamanya, untuk mendukung reklamasi, pembangunan IKN dan sejumlah infrastruktur.

"Ada permintaan reklamasi, IKN, mengambil pasir dari mana, ini boleh tapi dari sedimentasi," katanya.

Timbulnya beleid yang mengizinkan lagi pengerukan hingga ekspor pasir laut memang membuka masa lalu kelam Indonesia. Sederet penolakan dilayangkan kepada Presiden Jokowi, baik dari pegiat lingkungan hingga eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014-2019 Susi Pudjiastuti.

Restu Jokowi dalam beleid tersebut menyudahi pelarangan yang telah berlaku selama 20 tahun. Padahal, pasir laut dilarang diekspor sejak masa pemerintahan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Kala itu, Megawati melarang ekspor pasir laut yang diatur oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno melalui Kepmenperin Nomor 117 Tahun 2003  tentang Penghentian Sementara Ekspor Laut. Ekspor pasir laut saat itu dihentikan demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil.(han)