Peningkatan Kecakapan Abad 21 Melalui Sinematografi Sejarah

Salah satu yang menarik dari Kurikulum Merdeka adalah terwujudnya Profil Pelajar Pancasila pada out put pendidikan yang dijabarkan menjadi enam tujuan pendidikan nasional. Ke enam tujuan itu adalah beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis; dan kreatif. Implikasinya, pembelajaranmya harus  memberikan solusi yang fleksibel kepada guru untuk berinovasi agar pembelajaran menarik, menyenangkan, dan  bermanfaat bagi peserta didik.

Feb 16, 2024 - 10:43
Peningkatan Kecakapan Abad 21 Melalui Sinematografi Sejarah
Hanifitria Ningrum, S.Pd

Oleh: Hanifitria Ningrum, S.Pd

Salah satu yang menarik dari Kurikulum Merdeka adalah terwujudnya Profil Pelajar Pancasila pada out put pendidikan yang dijabarkan menjadi enam tujuan pendidikan nasional. Ke enam tujuan itu adalah beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis; dan kreatif. Implikasinya, pembelajaranmya harus  memberikan solusi yang fleksibel kepada guru untuk berinovasi agar pembelajaran menarik, menyenangkan, dan  bermanfaat bagi peserta didik.

Sehubungan dengan itu, Struktur Kurikulum pun difokuskan pada materi esensial,   kebutuhan, keterampilan, serta kecakapan abad 21 peserta didik. Kecakapan abad 21 yang dimaksud meliputi komunikasi, kolaborasi, kreatif, dan berpikir kritis. Peningkatan kompetensi komprehensif ini harus dirancang dengan matang agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal dan bermanfaat bagi peserta didik. Artikel ini merupakan pengalaman nyata penulis sebagai guru Sejarah dalam meningkatkan kecakapan Abad 21 materi sejarah melalui sinematografi.

Salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan dalam Kurikulum Merdeka untuk meningkatkan kecakapan abad 21 adalah model project based learning (PjBL). Model ini awalnya dirancang untuk menghasilkan produk berdeferensiasi. Produk luaran yang bervariasi sesuai dengan peminatan peserta didik. Untuk itu, sebelum menggunakan model PjBL sebaiknya guru melakukan tes diagnostik untuk mengetahui peminatan produk luaran hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan hasil tes diagnostik yang penulis lakukan, semua peserta didik memilih produk sinematografi sejarah sebagai produk luaran pembelajaran. Pertimbangan dasar dipilihnya sinematografi sejarah, karena sinematografi menjadi peminatan peserta didik. Selain itu, sinematografi sejarah merupakan seni audio visual yang menghasilkan karya film  berisi cerita bermakna dan pesan moral. Pertimbangan lain, sinematografi sejarah adalah produk bernilai tinggi untuk meningkatkan kompetensi peserta didik secara komprehensif baik hardskill maupun softskill. Kompetensi hard skill meliputi kompetensi teknologi, olah seni, tata cahaya dan warna. tata suara, art design, dan indoor/outdoor angel). Kompetensi softskills meliputi pembuatan naskah, menarasikan gambar, pengelolaan SDM, anggaran, produksi, dan penayangan sinematografi).

Melalui inovasi pembelajaran ini diharapkan peserta didik dapat merasakan benar- benar menjadi pusat pembelajaran (student center learning). Peran guru sebagai fasilitator, mengarahkan dan mendampingi peserta didik dalam mengeksplorasi sumber belajar, mencari solusi, dan menyelesaikan proyek.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus pertama membuat rancangan sejarah yang menjelaskan peristiwa sejarah masa lalu, perkembangannya di masa sekarang, dan gagasan untuk masa depan. Tema pelajaran yang dibuat adalah  Perjuangan Pemuda dari Rengasdengklok Sampai Pegangsaan Timur menjelang kemerdekaan Indonesia. Peserta didik diminta untuk membuat desain apa yang telah dilakukan oleh pemuda dahulu dalam merebut kemerdekaan. Kemudian peserta didik diminta mengamati apa yang dilakukan pemuda sekarang dalam mengisi kemerdekaan. Setelah itu, peserta didik diminta untuk menyampaikan gagasan origunalnya tentang apa yang seharusnya dilakukan pemuda saat ini untuk memajukan negaranya. 

Sumber belajar tidak dibatasi. Guru memberikan bantuan berupa link-link dokumen sejarah yang bisa diakses, buku-buku yang bisa dibaca, dan link youtube tentang cara membuat sinematografi sejarah.  Untuk memudahkan kegiatan pembelajaran, guru membuatkan modul proyek yang berisi langkah-langkah kegiatan menghasilkan proyek sinematografi sejarah. Dengan modul proyek, diharapkan peserta didik dapat belajar secara mandiri.

Asesmen awal menggunakan tes diagnostik untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam pemanfaatan media digital dan ketersediaan sarana digital yang dimiliki. Hal ini dilakukan agar guru dapat menentukan layak tidaknya peserta didik melakukan kegiatan Project Based Learning dengan luaran Sinematografi Sejarah.

Asessment for learning menggunakan rubrik pengamatan proses pembuatan sinematografi sejarah yang meliputi aspek kerjasama, kedisiplinan, tanggung jawab, inisiatif, dan ketepatan gagasan. Untuk mengukur kedalaman pemahaman materi esensialnya, digunakan aplikasi wordwall mode open the box. Assessment of learning (sumatif) menggunakan rubrik penilaian hasil proyek. Rubrik penilaian meliputi kelengkapan transkrip naskah; pemeranan; kronologi sejarah; gagasan original, kualitas gambar; kualitas suara; dan pesan moral yang disampaikan. Kegiatan penilaian assessment as learning menggunakan data hasil refleksi sebelum, selama, dan setelah pembelajaran.

Hasil pembelajaran yang diperoleh menunjukkan bahwa kompetensi dan kolaborasi peserta didik dalam menyelesaikan masalah meningkat sangat signifikan. Hasil Penilaian terhadap Tujuan Pembelajaran yakni menganalisis dan mengevaluasi dinamika peran generasi muda Indonesia sangat baik. Pemahaman peran pemuda pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sangat baik. Sikap dan pikiran kritis peserta didik terhadap tafsir sejarah dan peran pemuda masa kini melahirkan gagasan patriotis dan nasionalis era teknologi. Peserta didik memiliki kemampuan komunikasi, manajemen, dan tanggungjawab dalam menyelesaikan proyek. Peserta didik mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti sekolah, tokoh masyarakat, paguyuban orang tua, dan guru lain. Peserta didik juga kreatif dalam menyajikan hasil produk sinematografi sejarah secara menarik, relevan, dan kontekstual.

Tantangan saat kegiatan pembelajaran Sinematografi Sejarah adalah proses pembuatan proyek yang membutuhkan waktu relatif lama dan biaya cukup besar. Solusi memecahkan masalah waktu dengan cara menyajikan pembelajaran proyek sinematografi sejarah di  akhir tahun/akhir semester. Asesmen penilaiannya dimatrikulasi dengan mata pelajaran (mapel) lain sehingga peserta didik mengerjakan satu proyek untuk penilaian beberapa mapel. Hal ini merupakan win-win solution bagi peserta didik yang ingin tetap menyalurkan kreatifitas dalam pembelajaran. Solusi memecahkan masalah biaya dengan cara berkolaborasi dengan paguyuban orang tua, komite sekolah, dan sponsorship.

Dampak dari hasil inovasi pembelajaran projek dengan luaran sinematografi sejarah adalah kreativitas peserta didik dapat diwujudkan.  Pembelajaran menjadikan peserta didik sangat aktif, kreatif, dan gembira. Kepuasan peserta didik dalam melahirkan karya kreatif tampak dari hasil refleksi. Kedalaman analisis dan evaluasi materi sejarah tentang peristiwa masa lalu, masa kini, dan gagasan original masa depan terealisaikan dengan sangat baik. Tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Keberhasilan ini juga terlihat dari penilaian komprehensif yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan indikator tujuan pembelajaran. Perlu disampaikan bahwa pemmbelajaran ini dapat dilakukan jika terdapat sarana-prasarana yang mendukung di satuan pendidikan masing-masingm terutama sarana-prasarana digital.

 

Artikel ini disunting oleh Dr. Umi Salamah, M.Pd (Dosen Profesi Pendidikan Guru Universitas Insan Budi Utomo Malang dan Pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia/PISHI