Pakar: Tidak Bermoral Memakai Logik Quid Pro Quo soal Subsidi UMKM Lewat Kendaraan Listrik

"Jadi sangat picik berpikirnya kalau memberi subsidi UMKM syaratnya harus memberi subsidi kendaraan listrik dulu. Itu namanya Quid Pro Quo. Sangat tidak bermoral kalau memakai logik Quid Pro Quo terkait dengan subsidi UMKM," ujar Ronny.

Mar 7, 2023 - 15:38
Pakar: Tidak Bermoral Memakai Logik Quid Pro Quo soal Subsidi UMKM Lewat Kendaraan Listrik

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Pemerintah resmi memberi subsidi kendaraan listrik mulai 20 Maret besok. Subsidi ini rencananya diberikan baik untuk pembelian baru maupun konversi.

Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu mengatakan subsidi motor listrik baru diberikan sebesar Rp7 juta per unit, dengan target 200 ribu unit di 2023.

Besaran yang sama juga ditujukan untuk konversi motor berbahan bakar fosil menjadi motor listrik, dengan target 50 ribu di 2023. Kendati demikian, pemerintah belum mengumumkan subsidi untuk mobil listrik.

Febrio mengatakan subsidi ini diharapkan bisa meningkatkan produktivitas masyarakat terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM).

"Target penerima bantuan ini diutamakan UMKM, khususnya penerima KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan penerima BPUM (Banpres Produktif Usaha Mikro) dan juga bisa pelanggan listrik 450-900 VA. Hal ini untuk mendorong produktivitas dan efisiensi usaha pelaku UMKM," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian Bidang Kemaritiman dan Investasi, Senin (6/3).

Pemerintah sebenarnya telah membocorkan besaran subsidi kendaraan listrik sejak tahun lalu, namun sejauh ini detilnya selalu berubah-ubah.

Awalnya, subsidi disebut bakal diberikan untuk mobil listrik sebesar Rp80 juta, mobil hybrid Rp40 juta, motor listrik baru Rp8 juta dan motor listrik konversi Rp5 juta.

Luhut juga sempat mengatakan subsidi akan diberikan lebih dulu untuk motor listrik baru dan motor listrik konversi sebesar Rp7 juta. Sementara mobil listrik bakal dikenakan skema pajak, yakni diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 1 persen dari saat ini 11 persen.

Di tengah pemberian subsidi kendaraan listrik tersebut, sorotan juga tertuju ke sejumlah pejabat yang berada di pusaran bisnis kendaraan listrik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menjadi salah satunya.

Luhut punya saham di PT Toba Bara Sejahtera Energi Utama Tbk (TOBA) yang mendirikan usaha patungan (joint venture) bersama Gojek, Electrum. Usaha itu dibangun untuk membangun ekosistem motor listrik dalam negeri.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga tercatat sebagai salah satu pejabat yang terlibat langsung dalam industri kendaraan listrik. Ia membangun PT Mobil Anak Bangsa (MAB) yang memproduksi bus bertenaga listrik pada 2016.

Seiring berjalannya waktu, PT MAB tak cuma memproduksi bus listrik. Juli tahun lalu, Moeldoko membocorkan bahwa MAB turut mengembangkan motor listrik dengan dinamo buatan sendiri.

Lantas siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan subsidi kendaraan listrik ini?

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai subsidi kendaraan listrik memang bisa menguntungkan masyarakat khususnya pelaku UMKM.

Kendaraan khususnya listrik bisa dijadikan sebagai modal untuk menjalankan usaha dan diharapkan bisa meningkatkan produktivitas UMKM.

Namun, Yusuf mengatakan keberhasilan program subsidi ini akan ditentukan oleh seberapa tinggi harga dari kendaraan listrik itu sendiri. Meskipun pemerintah memberikan subsidi Rp7 juta untuk motor listrik, pelaku UMKM juga bisa terbebani jika harga motor listrik dari awal sudah mahal.

"Jika asumsinya kendaraan listrik itu katakanlah harganya Rp15 juta, maka menurut saya tentu hal ini akan memberatkan terutama bagi usaha mikro dan kecil, mereka tentu punya prioritas lain yang kemudian bisa didahulukan jika dibandingkan dengan menggunakan atau membeli kendaraan listrik melalui program pemerintah ini," kata Yusuf, mengutip CNNIndonesia.com, Selasa (6/3).

Selain itu, ampuh atau tidaknya subsidi ini untuk meningkatkan produktivitas UMKM juga akan tergantung dari persepsi pelaku usaha UMKM terhadap ekosistem dari kendaraan listrik.

Misalnya apakah mereka akan dengan mudah menggunakan stasiun pengisian ulang kendaraan listrik tersebut dan apakah sudah tersebar luas di seluruh daerah di Indonesia.

Kemudian jika mereka melakukan pengisian ulang di rumah, apakah listrik mereka relatif cukup untuk menampung proses pengisian ulang baterai kendaraan listrik.

Di saat yang bersamaan, Yusuf menilai tentu ada produsen yang diuntungkan dengan program subsidi kendaraan listrik yang dijalankan oleh pemerintah saat ini.

Mereka akhirnya bisa memproduksi kendaraan listrik dalam jumlah tertentu dan ini dinilai bisa menjadi inisiasi untuk perkembangan produksi kendaraan listrik mereka di tahun-tahun setelahnya

Yusuf pun menilai bukan tidak mungkin ada kepentingan elite dalam subsidi kendaran listrik ini. Maka dari itu, ia meminta program subsidi kendaraan listrik dilakukan transparan.

"Dalam konteks menghindari spekulasi ada kepentingan elit di balik program ini, maka eksekusi dari program ini perlu dilakukan secara transparan, harapannya pengadaan dan perakitan kendaraan listrik ini juga menggandeng industri kecil dan menengah, terutama untuk pasokan komponen ataupun bentuk perakitan," ujarnya.

Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita tidak melihat adanya relasi yang kuat antara subsidi kendaraan listrik dengan produktivitas masyarakat. Begitu juga dengan subsidi motor listrik dinilai tidak ada urusannya dengan UMKM.

Ia menilai pemerintah tidak bisa menjadikan subsidi kendaraan listrik sebagai alasan untuk memberikan subsidi kepada UMKM. Tanpa subsidi kendaraan listrik pun, pemerintah sebenarnya perlu menyubsidi UMKM.

Ronny menilai pemerintah justru seperti menerapkan 'quid pro quo' atau secara harfiah dapat diartikan 'sesuatu untuk sesuatu' atau barter kepada UMKM.

"Jadi sangat picik berpikirnya kalau memberi subsidi UMKM syaratnya harus memberi subsidi kendaraan listrik dulu. Itu namanya Quid Pro Quo. Sangat tidak bermoral kalau memakai logik Quid Pro Quo terkait dengan subsidi UMKM," ujar Ronny.

Ronny pun menduga ada keterkaitan bisnis pihak tertentu dalam subsidi kendaraan listrik.

"Perkara nikel dan smelter saja, kita mengetahui bahwa ada pemain besar yang diuntungkan, baik pemodal asing maupun dalam negeri, baik pejabat yang sekaligus pebisnis atau hanya sekedar pejabat pemburu rente, semuanya diuntungkan. Tapi apakah penambang kecil dan UMKM tambang diuntungkan? Belum tentu," katanya.

Sementara itu, Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Ki Darmaningtyas menilai pemberian subsidi kepada motor listrik justru akan menambah jumlah motor yang beredar di jalan sehingga selain menambah macet juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas.

Ia juga tidak setuju dengan kebijakan pemerintah memberikan subsidi terhadap mobil listrik karena pembelinya adalah kelas menengah atas. Menurutnya, subsidi kendaraan listrik seharusnya diberikan kepada angkutan umum karena penggunanya adalah golongan menengah ke bawah.

"Dana untuk subsidi itu adalah dari masyarakat yang dihimpun melalui pajak. Seandainya itu dari dana utangan, maka yang menanggung beban pengembaliannya semua warga. Tapi mengapa subsidinya hanya dirasakan oleh orang kaya?," kata Darma.(han)