Menakar Martabat KPK di Bawah Firli Cs Usai Sebut 'Khilaf' di OTT Basarnas

Merespons pengumuman penetapan dua perwira sebagai tersangka itu, Mabes TNI menyatakan keberatan. Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko menyebut mereka memiliki aturannya sendiri soal itu. Setelah menggelar jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Agung memimpin rombongan mendatangi KPK untuk berkoordinasi pada hari yang sama, Jumat (28/7).

Jul 31, 2023 - 18:57
Menakar Martabat KPK di Bawah Firli Cs Usai Sebut 'Khilaf' di OTT Basarnas
OTT Basarnas (Foto: ANTARA)

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Basarnas menuai polemik berkepanjangan. Bahkan ada yang meramal martabat KPK bakal anjlok seusai minta maaf dan megaku khilaf.

Penanganan dan penetapan tersangka dalam kasus suap di lingkungan Basarnas yang berawal dari OTT di Cilangkap (Jakarta Timur) dan Bekasi pada Selasa (25/7) terus menuai polemik.

Hal itu terjadi setelah KPK mengumumkan dua perwira TNI yang berdinas di Basarnas yakni Kabasarnas periode 2021-2023 Marsyda Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka sehari kemudian, Rabu (26/7).

Henri diduga menerima suap lewat Afri sebesar Rp88,3 miliar dari berbagai proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023.

Merespons pengumuman penetapan dua perwira sebagai tersangka itu, Mabes TNI menyatakan keberatan. Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko menyebut mereka memiliki aturannya sendiri soal itu. Setelah menggelar jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Agung memimpin rombongan mendatangi KPK untuk berkoordinasi pada hari yang sama, Jumat (28/7).

Usai audiensi dengan rombongan militer yang dipimpin Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik itu.

Johanis juga menyebut terdapat 'kekhilafan dari tim' penyelidik dalam operasi tersebut.

"Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai pertemuan dengan sejumlah jenderal TNI itu di kantornya.

Wewenang KPK

Merespons itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan KPK justru memiliki kewenangan penegakan hukum terhadap tentara aktif. Hal itu, kata dia,  termaktub dalam Pasal 42 UU KPK.

Oleh karenanya, tindakan KPK meminta maaf ke Puspom TNI tak diperlukan.

"Berdasar Pasal 42 Undang-Undang KPK, KPK itu berwenang untuk mengoordinasikan dan mengendalikan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi yang berkaitan dengan orang-orang yang berada di dua ranah, peradilan umum dan peradilan militer," kata Feri kepada CNNIndonesia.com, Minggu (30/7) malam.

Menurutnya, permohonan maaf dari KPK ke Puspom, lantaran terjadi salah paham pada pimpinan KPK, padahal sudah jelas KPK berwenang untuk melakukan itu.

Ia berpendapat hal ini berpotensi pada pelanggaran etik oleh pimpinan KPK yang diketuai Firli Bahuri tersebut

Pertama, pelanggaran etik itu bisa terjadi jika Firli bergerak sendirian tanpa diketahui unsur pimpinan yang lain. Kemudian, Tanak juga dinilai bermasalah, permohonan maaf yang ia haturkan ke Puspom TNI menandakan dirinya tak memahami Pasal 42 UU KPK yang menekankan lembaga antirasuah itu memang memiliki kewenangan itu.

"Dia kena di asas profesional di dalam penanganan perkara korupsi," tegasnya.

Feri menekankan hal ini berbuntut pada anjloknya muruah lembaga antirasuah. Ia menyayangkan pimpinan KPK yang tidak memahami ketentuan yang diatur dalam UU 30/2002 jo 19/2019 tentang KPK.

Ia pun menyesali pernyataan pimpinan KPK yang seakan menyalahkan penyidik dalam perkara ini. Feri menegaskan seluruh perkara yang ditangani KPK merupakan tanggung jawab para pimpinan.

"Soal tanggung jawab sebagai pimpinan, Pasal 39 ayat (2) UU KPK bahwa seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi itu atas perintah pimpinan KPK dan atas nama pimpinan KPK," ucap dia.

Firli Bersuara soal Polemik Basarnas, Akui Tanggung Jawab Pimpinan KPK
Pakar Ilmu Perundang-undangan Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menyebut pimpinan KPK seakan-akan mensimplifikasi perkara dalam kasus Basarnas itu.

Menurutnya, pernyataan pimpinan KPK itu menunjukkan seakan lembaga antirasuah tak berwenang menetapkan tersangka pada anggota TNI aktif. Padahal, lembaga antirasuah itu berwenang.

"Karena Pak Tanak di awal-awal langsung berbicara bahwa lingkungan peradilan itu ada empat, peradilan umum, militer, agama sama tata usaha negara. Seolah-olah kalau militer itu harus ke militer, kalau sipil ke negeri. Nah itu menurut saya simplifikasi," kata Aan.

Oleh karenanya, ia pun menyayangkan ucapan maaf dari KPK. Menurutnya, KPK seharusnya mengkaji terlebih dulu sebelum menyatakan demikian.

Kerugian umum dan pengadilan

Dalam tingkat peradilan, nantinya juga akan menitikberatkan pada kerugian. Jika yang dirugikan umum, maka akan berjalan di peradilan umum.

Ia pun menjelaskan Basarnas bukan organisasi organik TNI, namun posisi pimpinannya memang dapat diisi anggota TNI aktif.

"Sehingga ini titik beratnya lebih kepada kerugian sipil atau kerugian umum. Apalagi bentuk korupsinya yang diduga itu adalah menyangkut deteksi korban bukan alutsista," tegasnya.

Oleh karena itu, Aan berpendapat nantinya setiap terdakwa dalam perkara suap Basarnas ini harus diadili di pengadilan negeri.

Aan pun mengacu pada Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI yang pada pokoknya mengatur tentara aktif tunduk pada peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer, namun juga tunduk pada peradilan umum dalam hal pelanggaran umum yang diatur Undang-Undang.

"Ini kan melakukan pelanggaran pidana umum karena melakukan pelanggaran di luar hukum pidana militer," ucap dia.

Sementara itu, Peneliti di Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) UGM Zaenurrohman berpandangan KPK sudah melangkahi aturan ketika menetapkan tersangka anggota TNI aktif.

Ia berpendapat KPK tidak berwenang untuk bertindak demikian. Oleh karenanya, permintaan maaf dari KPK ke Puspom TNI merupakan satu-satunya langkah yang bisa dilakukan.

"Itu jadi pertanyaan dasar hukumnya, itu memang menurut saya satu langkah yang diakui keliru. Itu satu langkah yang saya tidak menemukan dasar hukum, memang bisa saya katakan itu langkah yang tidak ada dasar hukumnya," kata Zaenur.

Meski demikian, ia menekankan permohonan maaf yang dihaturkan KPK ke Puspom TNI kemarin turut merusak citra profesionalitas lembaga.

Selain itu, Zaenur juga menyoroti pernyataan pimpinan KPK yang seakan menyalahi penyidik. Ia menekankan pemimpin KPK bertanggung jawab atas seluruh perkara.

"Tidak tepat menyalahkan penyidik, akui kesalahan dan kemudian kesalahan itu memang tidak bisa lepas dari pimpinan, bukan kemudian menyalahkan anak buah," ujar dia.

Zaenur menyebut antara KPK dan Puspom TNI semestinya membentuk tim koneksitas pada tahap penyidikan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku sipil dan militer.

Tim koneksitas itu terdiri dari unsur KPK, Puspom TNI, dan oditur militer yang memiliki kewenangan di ranah penyidikan hingga penuntutan. Pembentukan tim ini diatur dalam Pasal 89, 90, 91 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Seharusnya ketika melakukan OTT, boleh KPK ikut menangkap sipil dan militernya, boleh. Tetapi kemudian selanjutnya sipilnya boleh langsung ditetapkan tersangka dalam waktu satu kali 24 jam, militernya serahkan kepada Pom TNI. Tetapi idealnya adalah sebelumnya juga sudah ada komunikasi, sehingga bisa dibentuk tim koneksitas itu tadi," ucapnya.

Zaenur lantas mendorong dibentuknya tim koneksitas dalam penanganam perkara ini. Di satu sisi terkait situasi terkini, Zaenur menekankan jangan sampai polemik yang terjadi belakangan justru menghambat penegakan hukum kasus ini.

"Jangan sampai ada gap, ada disparitas penanganannya karena dilakukan oleh KPK dan oleh Pom TNI. Saya berharap ada tim koneksitas yang dibentuk antara KPK dan Pom TNI," kata dia.

Sementara proses peradilannya, lanjut Zaenur, didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak menimbang pihak atau institusi mana yang mengalami kerugian paling dominan dari dugaan tindak pidana korupsi ini.

"Kalau kasus Basarnas ini kan kerugiannya di Basarnas gitu ya kerugiannya di bidang SAR, sehingga ini bukan kerugian di lingkungan militer. Sehingga seharusnya ini diadilinya di lingkungan pengadilan umum," tegasnya.

CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Senin (31/7) pagi, mengenai kritik sejumlah pakar ini. Namun, sampai berita ini ditulis Ali belum menanggapi.

Sementara akhir pekan lalu, baik Ketua KPK Firli Bahuri maupun Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sudah buka suara terkait polemik OTT Basarnas tersebut.

Firli menegaskan polemik penanganan kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi menjadi tanggung jawab penuh pimpinan KPK.

"Seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK," kata Firli dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/7).

Dia menjelaskan pihaknya melakukan kegiatan tangkap tangan pejabat Basarnas dan sejumlah pihak swasta pada Selasa (25/7). Tim penindakan KPK mengamankan 11 orang beserta barang bukti transaksi dugaan suap berupa uang tunai sejumlah Rp999,7 juta.

Dari bukti hasil penyelidikan tersebut, pihaknya pun menaikkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan para pihak sebagai tersangka. Sebab ada pihak yang berstatus TNI aktif, Firli  memastikan proses gelar perkara pada kegiatan OTT telah melibatkan pihak Pusat Polisi Militer TNI sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait.

"Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut," ucapnya.(CNN/han)