Mencermati “Nabok Nyilih Tangan” ala Budaya Pilitik Jawa di Kasus Bajingan Tolol ala Rocky Gerung

"Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa, enggak ada yang peduli nanti. Tetapi, ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya, dia masih pergi ke China buat nawarin IKN," kata Rocky dikutip dari video yang sempat diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official.

Aug 4, 2023 - 19:29
Mencermati “Nabok Nyilih Tangan” ala Budaya Pilitik Jawa di Kasus Bajingan Tolol ala Rocky Gerung

NUSADAILY.COM – JAKARTA -  Pengamat politik Rocky Gerung menyebut Presiden Joko Widodo sebagai 'bajingan tolol'. Pernyataan itu mengundang reaksi para relawan Jokowi untuk memolisikan Rocky.

Laporan polisi itu dibuat berdasarkan rekaman video viral berisi orasi Rocky di sebuah forum buruh di Bekasi.

Konteksnya, saat itu Rocky mengkritik proyek ibu kota negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur yang berusaha dipertahankan Jokowi sebagai sebuah legasi.

"Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa, enggak ada yang peduli nanti. Tetapi, ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya, dia masih pergi ke China buat nawarin IKN," kata Rocky dikutip dari video yang sempat diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official.

Rocky mengatakan menjelang pemilu Jokowi sibuk mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi lain untuk mencari kejelasan nasib legasinya itu. Jokowi dinilai hanya memikirkan nasibnya sendiri, bukan memikirkan kepentingan buruh.

"Presiden Jokowi tidak pernah peduli permintaan buruh. Dia berupaya untuk menunda pemilu karena dia belum dapat kesepakatan dari ketua-ketua partai siapa yang akan melindungi dia ketika dia lengser," ujarnya.

"Itu bajingan yang tolol, kalau dia bajingan pintar dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat. Tapi bajingan tolol itu sekaligus bajingan yang pengecut. Ajaib, bajingan tapi pengecut," kata Rocky.

Gerilya Jokowi gaet investor

Selama kunjungan kerja ke sejumlah negara, Jokowi memang gencar merayu investor untuk ikut membangun IKN Nusantara.

Dalam pertemuan dengan pimpinan sejumlah perusahaan di China pada 28 Juli lalu, Jokowi menyampaikan Indonesia telah menyiapkan 34 ribu hektare lahan di IKN.

Dia berharap investor swasta bisa berinvestasi pada proyek itu.

Gerilya Jokowi mempromosikan IKN juga dilakukan saat berkunjung ke Australia pada 4 Juli lalu.

Dia mengatakan peluang investasi pada beberapa sektor di IKN terbuka lebar bagi para investor. Potensi investasinya mencapai US$25 miliar.

Pada 7 Juni lalu, Jokowi juga 'jualan' IKN saat berpidato di Ecosperity Week di Singapura. Saat itu, Jokowi menyampaikan bahwa situasi Indonesia kondusif menjelang tahun politik.

"Siapa yang akan memenangkan pilpres tahun depan? Ah, pidato yang salah. Saya minta maaf membaca pidato yang salah, walaupun saya tahu kalian semua sangat ingin tahu tentang itu," kata Jokowi di hadapan para pengusaha Singapura.

"Semua akan baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir. Investasi kalian di Indonesia akan terus aman dan juga keberlanjutan pembangunan IKN...," lanjutnya.

Pada Oktober 2022, Jokowi juga telah meminta para investor untuk tidak ragu-ragu menanamkan investasinya di IKN.

Urusan lahan, insentif investasi, hingga regulasi, menurutnya bisa dikonsultasikan kepada menteri terkait.

Jokowi berharap pada 17 Agustus 2024, peringatan HUT ke-79 RI bisa dilaksanakan di halaman Istana Kepresidenan yang berada di IKN.

IKN jadi prioritas Jokowi. Melalui UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara, pemerintah mengemban amanah untuk mewujudkan IKN.

Pembangunan tahap pertama ditargetkan selesai pada 2024. Namun kenyataannya saat ini masih sepi investor.

Strategi Luhut Binsar Pandjaitan selaku Ketua Tim Satuan Tugas Percepatan Investasi IKN, menggunakan mandor asing dalam pembangunan IKN menunjukkan rendahnya minat investor untuk berinvestasi di sana.

Sementara itu di luar proyek IKN, masih ada 10 target Presiden Jokowi yang berpotensi tidak tercapai pada 2024.

Salah satunya angka stunting yang harus ditekan hingga 14 persen, dari angka saat ini 21,6 persen.

Kebijakan Tolol Dagang IKN

Rocky Gerung menjelaskan pilihan kata "bajingan tolol" yang ditujukan pada Presiden Jokowi untuk membiasakan agar masyarakat jujur menyampaikan pendapatnya terkait kebijakan pemerintah.

"Kalau memang Presiden gagal dan saya sebut tolol, ya kebijakannya yang tolol, misalnya soal IKN, kan itu konteksnya IKN, itu kebijakan tolol, sudah ditolak di mana-mana masih didagangin juga," kata Rocky.

Dia mengatakan Jokowi memutuskan memindahkan IKN tanpa ada kajian dampak lingkungan atau Amdal.

Menurutnya, kebijakan ini termasuk tolol. Sementara pemerintah menolak membuka informasi terkait Amdal IKN.

"Kalau dia pintar mestinya Amdal dulu baru keputusan politik. Semua yang saya terangkan itu ada basis akademisnya," kata Rocky.

"Saya menghina presiden, bukan Jokowinya, itu bedanya. Jadi mesti bedain," ujarnya.

Dia menjelaskan dalam konteks ini presiden sebagai fungsi eksekutif pemerintahan. Rocky merasa tak menghina martabat presiden, karena martabat hanya melekat pada manusia, bukan jabatan publik. Sementara itu, pejabat publik potensial untuk menyalahgunakan kekuasaannya.

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai pernyataan Rocky Gerung adalah pernyataan standar sebagai oposisi. Menurutnya, itu hal umum di negara demokrasi, apalagi Indonesia saat ini memilih jalan demokrasi liberal.

Dia mengatakan apa yang disampaikan Rocky harus ditonton dan dibaca dalam satu rangkaian narasi yang utuh, bukan sepotong-sepotong hanya di bagian kata bajingan, tolol atau pengecut.

"Dengan tonton atau baca menyeluruh maka kita akan menemukan argumen dan konteksnya. Bahwa sesungguhnya narasi dan diksi Rocky Gerung itu semacam representasi keresahan akibat cara Jokowi 'jualan' IKN kepada Xi Jin Ping (Presiden China)," kata Ubedilah kepada CNNIndonesia.com dalam keterangan tertulis, Kamis (3/8).

Menurutnya, argumen, konteks dan makna semiotik pernyataan Rocky tak masalah sebagai oposisi. Ia berhak melakukan kritik dengan bahasa sesuai standarnya Rocky Gerung.

Apalagi cara oposisi Rocky terbilang unik. Meski kerap mengkritik Jokowi, kata Ubedilah, di saat yang sama Rocky juga berselancar dengan jejaring penguasa.

Dia pernah terlihat dekat dengan Mahfud MD dalam satu frame podcast, menerima Gibran Rakabuming Raka di rumahnya, dan menghadiri undangan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pembicara di peluncuran buku LBP.

Rocky Gerung tetap dilaporkan ke polisi oleh banyak pihak. Ubedilah menilai jika persoalan ini dibawa ke ranah pengadilan, maka akan semakin banyak penjelasan Rocky di meja hijau untuk membuktikan dalilnya tentang bajingan, tolol dan pengecut.

"Borok-borok kekuasaan akan diumbar di meja pengadilan dan situasi politik mungkin akan memanas. Sampai di situ saya tidak percaya Jokowi akan berani hadapi situasi itu," kata mantan aktivis '98 itu.

Jokowi memang tidak menanggapi serius pernyataan Rocky di hadapan publik, sekalipun para pelapornya menganggap itu sebagai penghinaan presiden. "Itu hal-hal kecil lah, saya kerja saja," ujar Jokowi menanggapi singkat di Jakarta, Rabu (2/8).

Hingga berita ini ditulis, sedikitnya ada lima laporan terhadap Rocky Gerung. Setelah sejumlah organisasi relawan Jokowi tidak diterima Bareskrim, laporan mereka akhirnya diterima Polda Metro Jaya pada Selasa (1/8).

Begitu pula eks politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean mengambil langkah yang sama.

Selain relawan, DPP PDIP juga melaporkan Rocky ke Bareskrim pada hari berikutnya. Sayap PDIP Repdem juga ikut melapor ke Polda Metro Jaya. Bahkan Advokat David Tobing menggugat Rocky ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Rocky hanya menanggapi santai semua laporan itu. "Ya, bagus. Itu hak mereka buat melaporkan," katanya di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Rabu (2/8).

Jokowi 'nabok nyilih tangan'

Ubedilah menjelaskan, dalam perspektif budaya politik, Jokowi lebih banyak menggunakan model budaya politik Jawa. Kali ini Jokowi menampakkan dua hal.

Pertama, 'mokso mendem roso'. Dalam hal ini, Jokowi sedang memaksakan diri menyimpan perasaannya, lalu menyampaikan narasi ke publik tidak seperti apa yang ia rasakan. Biasanya ini berujung pada menyimpan dendam.

"Jadi respons Jokowi yang mengatakan bahwa itu hal kecil dan tidak mempersoalkan Rocky Gerung itu bukan bahasa yang sebenarnya," kata Ubedilah.

Kedua, Jokowi juga sedang mempraktikkan apa yang disebut 'ojo diladeni'. Dia tidak meladeni Rocky Gerung, karena akan membahayakan Jokowi sendiri.

Ubedilah mengatakan jika Jokowi meladeni Rocky, maka akan menjadi panggung bagi Rocky untuk menjelaskan banyak hal tentang bobroknya kebijakan Jokowi.

Di sisi lain, jika Jokowi tidak meminta relawanya untuk berhenti atau mencabut laporan polisi terhadap Rocky, berarti Jokowi sedang 'mendem roso'.

"Hal yang berbahaya dari 'mendem roso' ketika berubah menjadi dendam akan melakukan apa yang disebut dengan 'nabok nyilih tangan'. Maknanya Jokowi sedang meminjam tangan relawannya untuk 'menampar' Rocky Gerung di jerat perkara hukum," papar Ubedilah.

Perilaku elite politik seperti ini pada akhirnya memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia. Kebebasan berpendapat seperti yang dilakukan Rocky Gerung berada dalam ancaman.(han)