Sudah Jelas 2 Raksasa Eropa Keluar dari Proyek Nikel, Tapi Bahlil Berkilah Pending

"Saya kemaren baru dapat kabar itu dan sampai sekarang kita lagi berdiskusi dengan mereka. Sementara bukan dicabut tapi di-pending (ditunda) sementara," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Jun 28, 2024 - 07:20
Sudah Jelas 2 Raksasa Eropa Keluar dari Proyek Nikel, Tapi Bahlil Berkilah Pending

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Dua perusahaan besar asal Eropa yakni BASF asal Jerman dan Eramet asal Prancis dikabarkan membatalkan rencana investasi senilai US$ 2,6 miliar atau Rp 42,64 (kurs Rp 16.400) untuk permunian kobalt di Maluku Utara.

Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia mengaku sudah mendengar kabar tersebut.

Meskipun demikian, ia mengatakan bahwa kedua perusahaan sebenarnya belum membatalkan investasinya melainkan ditunda.

"Saya kemaren baru dapat kabar itu dan sampai sekarang kita lagi berdiskusi dengan mereka. Sementara bukan dicabut tapi di-pending (ditunda) sementara," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Bahlil kemudian menjelaskan alasan kedua perusahaan raksasa itu menunda sementara investasinya adalah situasi daya beli masyarakat terhadap mobil listrik di Eropa.

Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan daya beli mobil listrik di 'Benua Beri' sedang turun akibat kompetisi dengan pasar mobil listrik dari negara-negara lain. Situasi yang sama dijelaskannya juga terjadi di Amerika.

"Daya beli masyarakat terhadap EV, mobil listrik di Eropa itu lagi turun, jadi harga pasarnya jadi turun karena kompetisi dengan mobil-mobil negara lain. Dan Amerika juga lagi lesu pasarnya, oleh karena lagi lesu maka permintaan terhadap baterai itu berkurang," tuturnya.

Walhasil, Bahlil menegaskan bahwa kedua perusahaan belum membatalkan rencana investasi. Ia mengatakan bahwa pemerintah sedang menegosiasikan hal tersebut.

Di sisi lain, Bahli mendampik bahwa kabar cabutnya dua perusahaan tersebut adalah tanda bahwa investor luar negeri mulai enggan menanamkan modal di sektor hilirisasi nikel dan kobalt Tanah Air. Menurutnya, investasi terhadap nikel-kobalt dari berbagai negara lain masih berjalan baik di Indonesia.

"Nggak, nggak, ini cuma persoalan komoditas ini mobil listriknya di Eropa sama di Amerika saja. Semuanya jalan kok. Korea, Jepang, China, gada masalah," imbuhnya.

Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, perusahaan kimia terkemuka di Jerman, BASF membatalkan rencana investasi pemurnian nikel-kobalt pada proyek Sonic Bay di Maluku Utara. Tak hanya BASF, perusahaan tambang asal Prancis, Eramet, juga mundur dari proyek tersebut. Merespons itu, Kementerian Investasi/BKPM menegaskan keputusan tersebut telah diketahui oleh Pemerintah Indonesia. Langkah BASF dan Eramet juga tidak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di Indonesia.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan menyampaikan, BASF dan Eramet yang telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay. Nilai investasinya ditaksir mencapai US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 42,64 triliun (kurs Rp 16.400) di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.

Proyek itu berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP). Nurul menjelaskan keputusan tersebut diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini," ujar Nurul dalam keterangan tertulis, Kamis (27/6/2024).(han)