Ramadan Pasca Pemilu  

Bulan Romadhan telah datang diiringi senandung asa dan doa, Umat muslim di Indonesia menyambut bulan suci ini dengan hati yang penuh harap ampunan. Namun, suasana Romadhan tahun ini terasa berbeda karena setelah 3 bulan kemarau panjang penuh perselisihan dan hati yang panas, Romadhan datang bagaikan hujan yang ditunggu-tunggu untuk mendinginkan emosi  bangsa yang sedang bergejolak.

Mar 26, 2024 - 07:42
   Ramadan Pasca Pemilu   
Dr. Agus Sholeh, M.Pd.

 Oleh: Dr. Agus Sholeh, M.Pd.

Bulan Romadhan telah datang diiringi senandung asa dan doa, Umat muslim di Indonesia menyambut bulan suci ini dengan hati yang penuh harap ampunan. Namun, suasana Romadhan tahun ini terasa berbeda karena setelah 3 bulan kemarau panjang penuh perselisihan dan hati yang panas, Romadhan datang bagaikan hujan yang ditunggu-tunggu untuk mendinginkan emosi  bangsa yang sedang bergejolak.

Pemilu memang agenda penting 5 tahunan bagi Indonesia sebagai negara demokrasi dan pemilu telah kita lalui bagaikan kemarau panjang yang diiringi dengan persaingan politik yang sering kali menimbulkan ketegangan, perselisihan, dan konflik politik.

Masih segar di benak kita, bagaimana para pendukung dan timses paslon capres-cawapres saling melakukan debat terbuka yang panas. Perpecahan di antara pendukung kandidat membuat suasana menjadi tegang dan terasa sulit untuk bersatu. Tentunya penulis di sini tidak akan mengutip pernyataan atau berita dalam kampanye yang sengit, berita palsu yang menyebar, dan polarisasi opini di media sosial yang semuanya meninggalkan jejak yang dalam dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Gesekan banyak terjadi karena adanya polarisasi politik yang kuat dalam masyarakat. Hal ini berpotensi mendorong pendukung paslon capres-cawapres untuk memperkuat identitas dan pandangan politik mereka sendiri. Ujung-ujungnya antar pendukung menolak informasi yang bertentangan dengan pandangan dan keinginan mereka. Mereka lebih cenderung untuk menyebarkan berita palsu yang mendukung narasi politik yang mereka yakini.

Hal di atas diperburuk oleh “Filter Bubble dan Echo Chamber” di mana algoritma media sosial terpapar pada pandangan dan opini yang sejalan dengan pendapat mereka sendiri. Hal ini dapat menciptakan lingkungan di mana berita palsu dan narasi yang ekstrim lebih mudah menyebar. Akibatnya pengguna cenderung mempercayai dan menyebarkan informasi dari sumber-sumber yang sejalan dengan keyakinan mereka.

Hal di atas sebenarnya strategi politik dari timses paslon yang memanfaatkan kurangnya literasi digital masyarakat. Ketika mereka kurang memahami cara memeriksa kebenaran informasi, serta kurangnya keterampilan dalam memahami konteks politik sehingga mereka lebih rentan terhadap penyebaran berita palsu dan manipulasi opini di media sosial. Oleh sebab itu, media sosial menjadi alat bagi siapapun untuk menyampaikan opini dan pesan mereka agar sampai di masyarakat dengan cepat. Walaupun isue tersebut belum tentu akurat.

Namun, di tengah kekacauan dan kebisingan politik, datanglah bulan Ramadan sebagai hujan yang ditunggu-tunggu. Angin segar penyejuk konstelasi panas di masyarakat yang merasa terlibat dalam suasana ‘gerah’. Ramadan membawa angin segar bagi hati yang panas dan bumi yang terbakar oleh perselisihan (Quran 2:183), "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".

Tujuan utama dari ibadah puasa adalah untuk meningkatkan ketakwaan dan kesadaran spiritual seseorang. Salah satu aspek penting dari ketakwaan adalah mengendalikan perilaku dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengganggu ibadah. Dalam konteks ini segala hal termasuk perkataan (bohong atau manipulatif) dan hawa nafsu yang tidak terkendali. Nafsu yang didorong oleh keinginan yang teramat kuat walau itu belum tentu benar. Banyak orang bilang ‘nafsu duniawi’.

Bulan Ramadan adalah momen untuk meningkatkan atmosfir spiritualitas yang dapat membawa dampak positif dalam meredam emosi. Ramadan memperkuat hubungan sosial antar sesama termasuk kepekaan terhadap orang lain. Ramadan adalah bulan di mana sebagian besar dari bangsa ini dianjurkan untuk meningkatkan kesabaran, kebaikan, dan toleransi. Dengan demikian Ramadan bisa dijadikan momen dasar untuk membangun dialog yang harmonis dan menghormati perbedaan antarwarga. Bukankah perbedaan itu indah apabila ditanggapi secara dewasa? Orang barat menilai keadaan ini dengan mengatakan “being different is beautiful”.

Pada bulan Ramadan ini kesempatan kita sebagai bangsa untuk berbagi dan memaafkan untuk memulai kembali hubungan yang agak terganggu (terputus) dan mengatasi konflik yang terjadi selama pemilu sehingga kita mampu bersatu kembali dan fokus pada pembangunan bangsa. Bulan Ramadan dapat menjadi momen yang tepat untuk memulai kembali semangat kerja sama dan kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Semangat kekeluargaan sebagai insan berbangsa.

Oleh karena itu, mari manfaatkan bulan Romadhan ini sebagai momen untuk merenungkan dan mengatasi perselisihan yang terjadi, demi terwujudnya Indonesia yang lebih bersatu dan maju. Subhanallah, walhamdulillah, wabihamdika ya Allah.

 

Dr. Agus Sholeh, M.Pd. adalah anggota Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI) dan dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas PGRI Kanjuruhan Malang.

Edotor: Wadji