Puan Membuka Peluang Interpelasi DPR Buntut Dugaan Intervensi Jokowi di Kasus e-KTP

"Kami menjunjung supremasi hukum yang ada. Jadi yang kami kedepankan adalah bagaimana menjalankan supremasi hukum itu secara dengan baik-baik dan benar. Bahwa kemudian ada kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu, itu merupakan hak anggota," kata Puan di kompleks parlemen, Selasa (5/12).

Dec 7, 2023 - 05:33
Puan Membuka Peluang Interpelasi DPR Buntut Dugaan Intervensi Jokowi di Kasus e-KTP

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani, membuka  peluang interpelasi DPR buntut pengakuan eks Ketua KPK Agus Rahardjo terkait dugaan intervensi Presiden Joko Widodo terhadap kasus korupsi yang melibatkan Setya Novanto pada 2017.

Puan menegaskan pihaknya menjunjung tinggi supremasi hukum.

Namun, dia menilai usulan interpelasi sepenuhnya merupakan hak masing-masing anggota dewan.

"Kami menjunjung supremasi hukum yang ada. Jadi yang kami kedepankan adalah bagaimana menjalankan supremasi hukum itu secara dengan baik-baik dan benar. Bahwa kemudian ada kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu, itu merupakan hak anggota," kata Puan di kompleks parlemen, Selasa (5/12).

Namun, Puan menegaskan pihaknya tetap akan mencermati apakah interpelasi diperlukan dalam kasus tersebut. Dia memastikan DPR akan menjunjung tinggi supremasi hukum.

"Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak. Yang penting bagaimana supremasi hukum itu bisa berjalan secara baik dan benar," kata dia.

Hak interpelasi merupakan salah satu hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis.

Hak interpelasi merupakan satu dari total hak istimewa yang dimiliki DPR selain hak angket dan menyatakan pendapat.

Dalam Pasal 194 UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, hak interpelasi setidaknya diusulkan oleh minimal 25 orang dari anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.

Sebelumnya dalam program acara Rosi di Kompas TV pada Kamis (30/1) malam, Agus mengungkap pengakuan bahwa Jokowi sempat marah kepadanya di Istana dan meminta agar kasus e-KTP yang tengah diusut lembaga antirasuah dihentikan pada 2017 silam. Namun, dirinya selaku pimpinan KPK kala itu menolak keinginan Jokowi.

Agus lalu menduga penolakan KPK itu berimbas pada revisi UU KPK yang disahkan pada 2019.

Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3 atau penghentian kasus.

Pernyataan Agus soal amarah Jokowi itu pun dikonfirmasi sejumlah eks koleganya di KPK kala itu.

Jokowi sudah angkat suara soal itu. Dia membantah ada agenda pemanggilan Agus kala itu. Namun dia mempertanyakan alasan kasus itu kembali diramaikan dan atas kepentingan apa.

"Terus untuk apa diramaikan itu, kepentingan apa diramaikan itu, untuk kepentingan apa?" ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (4/12).

Takkan Pidanakan Agus Rahardjo

Presiden Joko Widodo disebut tidak berencana memproses hukum mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ke jalur hukum buntut pernyataannya mengenai intervensi di kasus korupsi e-KTP.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan Jokowi merasa sudah cukup dengan melakukan klarifikasi ke publik.

"Sampai saat ini belum ada (rencana memproses hukum Agus Rahardjo)," kata Ari saat ditemui di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (6/12).

Jokowi, kata Ari, ingin mengedukasi masyarakat. Ia ingin publik tidak mengambil kesimpulan hanya dari pernyataan sepihak.

Ari menilai penjelasan Jokowi soal tudingan intervensi kasus e-KTP pun sudah jelas. Dia pun mempertanyakan balik motif di balik ucapan Agus Rahardjo.

"Saya kira kita bisa memahami karena konteks saat ini kan konteks kontestasi politik dalam pemilu sehingga bisa dipertanyakan apa kepentingan di balik ini," ucap Ari.(han)