Petinggi NasDem Risau Cawe-cawe Jokowi di Pilpres Akan Diikuti Tentara-Polisi

"Ini Implikasinya terhadap proses demokrasi. Ketika presiden gunakan hak pribadinya sebagai presiden lho ya, karena dia presiden, cawe-cawe dengan partai, menangkan partai tertentu, calon tertentu, itu nanti diikuti oleh Kemendagri, KPU, akan diikuti oleh seluruh penyelenggara, mungkin diikuti polisi, mungkin diikuti tentara. Ini bahaya sekali dalam demokrasi," kata Gus Choi di program Political Show CNN Indonesia Tv, Senin (5/6) malam.

Petinggi NasDem Risau Cawe-cawe Jokowi di Pilpres Akan Diikuti Tentara-Polisi

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Effendy Choirie atau Gus Choi, Petinggi Partai NasDem, risau apabila Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lanjut cawe-cawe memenangkan kandidat tertentu di Pilpres 2024.

Kerisauan Gus Choi cukup beralasan mengingat cawe-cawe tersebut dapat berimplikasi buruk bagi demokrasi Indonesia.

Salah satu implikasinya, kata dia, para penyelenggara negara potensial ikut memenangkan kandidat capres yang didukung presiden petahana.

"Ini Implikasinya terhadap proses demokrasi. Ketika presiden gunakan hak pribadinya sebagai presiden lho ya, karena dia presiden, cawe-cawe dengan partai, menangkan partai tertentu, calon tertentu, itu nanti diikuti oleh Kemendagri, KPU, akan diikuti oleh seluruh penyelenggara, mungkin diikuti polisi, mungkin diikuti tentara. Ini bahaya sekali dalam demokrasi," kata Gus Choi di program Political Show CNN Indonesia Tv, Senin (5/6) malam.

Gus Choi lantas menjelaskan istilah cawe-cawe dalam budaya Jawa sebagai kegiatan ikut campur pada urusan orang lain yang bukan tugas pokoknya. Menurutnya istilah cawe-cawe itu memiliki konotasi yang negatif bila digunakan oleh seorang presiden yang sedang menjabat, apalagi jelang Pilpres.

Oleh karena itu, pihaknya berharap Presiden Jokowi tidak cawe-cawe atau netral dalam urusan Pilpres, membiarkan putra putri terbaik bangsa maju sebagai calon pemimpin Indonesia.

Gus Choi mengaku mulanya sempat lega ketika sebelumnya Jokowi tak ingin cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Kemudian, beberapa waktu kemudian, dia mengaku merasa khawatir ketika Jokowi mengeluarkan pernyataan terbaru akan cawe-cawe untuk negara ini jelang Pilpres 2024.

"Saat ada pernyataan cawe-cawe lagi, itu logis manusia Indonesia, hamba Indonesia, apalagi politisi itu kemudian bertanya-tanya bahkan curiga, khawatir, itu wajar," kata dia.

Pernyataan cawe-cawe Jokowi jelang Pilpres 2024 sempat ramai dibicarakan. Awalnya, Jokowi mengklaim cawe-cawe yang dilakukan selama ini untuk kepentingan negara yakni memastikan agar pembangunan terlaksana dengan baik.

"Cawe-cawe untuk negara, untuk kepentingan nasional. Saya memilih cawe-cawe dalam arti yang positif, masa tidak boleh? Masa tidak boleh berpolitik? Tidak ada konstitusi yang dilanggar. Untuk negara ini, saya bisa cawe-cawe," kata Jokowi saat menjamu sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/5).

Sementara itu, di lingkungan ketentaraan, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono secara khusus telah mengeluarkan sejumlah perintah terhadap prajurit terkait netralitas TNI di Pemilu 2024.

Pertama, Yudo menginstruksikan prajurit untuk tidak memihak dan tidak memberi dukungan kepada partai politik manapun, pasangan calon (paslon) yang diusung, serta tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.

Prajurit juga diperintahkan untuk tidak memberi fasilitas tempat atau sarana dan prasarana milik TNI kepada pasangan calon dan partai politik untuk digunakan sebagai sarana kampanye.

"Keluarga Prajurit TNI yang memiliki hak pilih (Hak individu selaku Warga Negara), dilarang memberi arahan dalam menentukan hak pilih," dikutip dari unggahan akun instagram Pusat Penerangan TNI, Kamis (25/5).

Prajurit juga diperintahkan untuk tidak memberi tanggapan, komentar dan mengupload apapun terkait hasil quick count sementara yang dikeluarkan oleh lembaga survei.

"Menindak tegas Prajurit TNI dan PNS yang terbukti terlibat politik praktis, memihak dan memberi dukungan partai beserta pasangan calon yang diusung," kata Yudo.

Demokrat Tantang Jokowi Reshuffle Moeldoko

Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan jika ingin cawe-cawe secara positif, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) seharusnya mencopot Moeldoko dari Kepala Staf Kepresidenan (KSP).

Pernyataan itu disampaikan Jansen dalam program Political Show di CNNIndonesia TV, Senin (5/6) malam. Moeldoko saat ini diketahui terlibat dalam sejumlah upaya pengambilalihan Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Dalam acara tersebut, Jansen awalnya menyinggung pernyataan Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin yang menjelaskan maksud pernyataan cawe-cawe yang dilontarkan Jokowi beberapa waktu lalu.

"Saya baca rilis Bey Machmudin, beliau menyampaikan Pak Jokowi ingin cawe-cawe. Pertama pemilu besok demokratis, jujur dan adil. Kedua, ingin cawe-cawe agar tidak ada polarisasi. Ketiga, ingin cawe-cawe agar TNI, Polri, ASN itu tidak berpolitik praktis, netral," kata Jansen.

"Saya katakan, soal ini semua sudah ada di undang-undang, bahkan jika pun presiden tidak cawe-cawe, ini semua sudah ada di undang-undang," imbuh dia.

Namun, jika memang ingin cawe-cawe secara positif, Jansen menantang Jokowi agar bisa menggunakan wewenangnya dengan melakukan reshuffle kabinet untuk mengganti Moeldoko.

"Reshuffle kabinet itu kan bagian dari kewenangan Pak Jokowi, undang-undang mengatur itu hak prerogatif beliau, gunakan sekarang Pak Jokowi. Itu makanya kami Partai Demokrat, kalau betul jenengan itu ingin cawe-cawe positif, buktikan. Reshuffle Moeldoko, karena merusak demokrasi orang ini," katanya.

Ia mengatakan Moeldoko tidak pernah menjadi kader Demokrat. Menurutnya, menjadi Ketua Partai Demokrat tingkat cabang pun Moeldoko tidak bisa, apalagi menjadi Ketua Umum.

"Dari seluruh cawe-cawe yang disebut Pak Bey, malahan yang sesungguhnya kewenangan mutlak Pak Jokowi adalah mengganti Moeldoko, kalau memang tujuannya tadi, ingin cawe-cawe mendorong peserta pemilu besok bertarung secara fair," kata Jansen.

Sebelumnya, Jokowi mengakui melakukan cawe-cawe dalam pemilu. Dia berkata melakukan hal itu demi Indonesia.

Jokowi menekankan pentingnya keberlanjutan pembangunan setelah pergantian pemimpin. Menurut Jokowi, Indonesia hanya punya waktu 13 tahun untuk menjadi negara maju dengan memanfaatkan bonus demografi.

"Cawe-cawe untuk negara, untuk kepentingan nasional. Saya memilih cawe-cawe dalam arti yang positif, masa tidak boleh? Masa tidak boleh berpolitik? Tidak ada konsitusi yang dilanggar. Untuk negara ini, saya bisa cawe-cawe," ungkap Jokowi pada pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/5).

Belakangan, Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan yang dimaksud Jokowi dengan cawe-cawe.

Dia menyebut Jokowi ingin pemilu terselenggara dengan baik dan aman. Selain itu, ia ingin pemimpin berikutnya bisa meneruskan pembangunan yang telah berjalan.

"Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan IKN, hilirisasi, transisi energi bersih," kata Bey dalam keterangan tertulis.

Terkait Demokrat dan Moeldoko, sebelumnya Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengklaim Jokowi tidak mengetahui manuver  Kepala Staf Presiden itu.

Ngabalin mengaku hampir setiap hari bertemu dengan Moeldoko di Istana. Menurutnya, Moeldoko tidak pernah bicara soal manuver politik di lingkungan kerja.

"Jangankan saya, istrinya sama Pak Presiden saja tidak tahu,'" kata Ngabalin dalam program d'Rooftalk: Perebutan Kekuasaan di Partai Demokrat yang disiarkan detikcom, Rabu (10/3).

Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan isi pertemuan dengan Jokowi dan Menkumham Yasonna Laoly saat membahas kisruh kepengurusan Partai Demokrat. Mahfud mengatakan Jokowi meminta kepengurusan Demokrat hasil Kongres Luar Biasa tak disahkan meski Moeldoko teman di pemerintahan.

"Kata Pak Jokowi, kalau memang begitu tegakan saja hukum, ndak boleh disahkan pak Moeldoko meskipun dia teman kita dan punya ambisi politik kata Pak Jokowi," kata Mahfud dalam sebuah dialog dengan ekonom Didik Rachbini melalui live Twitter, Rabu (29/9) malam.(han)