Pakar Hukum Tata Negara Dari STIH Menilai PN Jakpus Dalam Putusan Telah Melanggar Konstitusi

Perkara gugatan PRIMA yang merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi, seharusnya diselesaikan lewat Bawaslu dan kemudian berjenjang ke PTUN

Mar 4, 2023 - 18:27
Pakar Hukum Tata Negara Dari STIH Menilai PN Jakpus Dalam Putusan Telah Melanggar Konstitusi
Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru ketika mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan KPU menghentikan proses pemilu (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai PN Jakpus dalam putusan ini telah melanggar konstitusi. Ia menjelaskan forum penundaan pemilu hanya dapat digugat melalui MK ataupun keputusan politik DPR.

"Jadi melanggar hukum sebetulnya putusan ini, melanggar konstitusi bahkan," kata Bivitri saat
Bivitri menilai sedari awal PN Jakarta Pusat seharusnya menolak perkara yang diajukan PRIMA lantaran bukan kewenangannya.

BACA JUGA : PN Jakarta Pusat Putuskan Tunda Pemilu 2024, Wapres Tegaskan,...

Perkara gugatan PRIMA yang merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi, seharusnya diselesaikan lewat Bawaslu dan kemudian berjenjang ke PTUN.

Bivitri curiga dan merasa ada 'sosok' di belakang PRIMA yang kemudian sengaja dan bisa meloloskan perkara mereka ke PN Jakarta Pusat.

"Dan hakim menurut saya bisa disanksi, karena dia memutus sesuatu yang melanggar kewenangannya, bisa kena sanksi etik," ujar Bivitri.

Praktisi Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melanggar konstitusi karena menerbitkan putusan berupa penghentian tahapan Pemilu 2024 (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra juga memberi komentar. Dia menilai putusan itu merupakan gugatan perdata dan hanya perbuatan melawan hukum biasa. Bukan gugatan atas perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

Dengan demikian, Yusril menyebut sengketa antara Prima sebagai penggugat dengan KPU selaku tergugat, tidak boleh menyangkut pihak lain.

"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini," ucap Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima

Yusril menilai putusan PN Jakpus mestinya tidak berlaku umum dan mengikat semua pihak. Kondisi itu berbeda jika putusan menyangkut hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya di Mahkamah Agung (MA).

BACA JUGA : KY Sebut PN Jakpus Putus Tunda Tahapan Pemilu Kontroversi,...

Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat.

"Tidak mengikat partai-partai lain, baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu," kata dia.

Pakar Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak punya kewenangan untuk mengadili sengketa pemilu (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Terpisah, Pakar hukum tata negara Feri Amsari juga menilai PN Jakarta Pusat tidak mempunyai yurisdiksi atau kewenangan untuk menunda tahapan Pemilu 2024 secara nasional.

"Tidak diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda Pemilu karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya, tidak dimungkinkan untuk itu berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).dilansir dari CNN Indonesia

Feri menyebut vonis PN Jakpus tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya, dalam UU tersebut hanya dikenal susulan dan lanjutan Pemilu.

"Artinya, tidak boleh ada penundaan nasional," katanya.

Feri lantas menganggap putusan PN Jakpus ini sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, putusan tersebut tak akan berdampak pada proses tahapan pemilu.

"Saya melihat memang ini ancaman bagi kita semua, demokrasi kita bisa terganggu kalau ada pengadilan negeri atau pengadilan bisa melanggar ketentuan Undang-undang Dasar 1945," ujarnya.(ris)