Hubungan Iran dan Israel Kian Menegang, Ini Sejarah Kawan Lama Kini Jadi Musuh Bebuyutan

"Iran, bersama India dan Yugoslavia, mengajukan rencana alternatif, solusi federatif yaitu mempertahankan Palestina sebagai satu negara dengan satu parlemen tetapi dibagi menjadi wilayah Arab dan Yahudi," ucap sejarawan Universitas Oxford Eirik Kvindesland kepada Al Jazeera.

Apr 21, 2024 - 07:11
Hubungan Iran dan Israel Kian Menegang, Ini Sejarah Kawan Lama Kini Jadi Musuh Bebuyutan

NUSADAILY.COM – TEL AVIV – Baku balas serangan antara Iran dengan Israel membuat hubungankedua negera kian menegang dalam beberapa waktu terakhir.

Israel yang menggempur Iran pada Jumat (19/4) malam pun menargetkan fasilitas militer Iran yang terdapat di kota Isfahan.

Beberapa rudal balistik milik Israel berhasil dilumpuhkan oleh sistem pertahanan udara Iran yang berada di sejumlah wilayah.

Serangan balik itu mendasari atas penyerangan berbalas yang sebelumnya digempur Iran karena salah satu konsulatnya di Damaskus, Suriah hancur akibat ulah Israel.

Gempuran berbalas tersebut kian memantik api ketegangan yang terjadi di kawasan Timur Tengah.

Lalu, bagaimana sebenarnya hubungan Iran dan Israel berlangsung?

Hubungan antara Iran dan Israel sebelumnya tidak bermasalah. Bahkan Iran mengakui kedaulatan Israel pada 1950 dan menganggap sebagai salah satu kawan.

Sebagai negara penuh anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Iran ikut merancang resolusi dua negara bagi wilayah Palestina usai lepas dari cengkeraman Inggris.

Teheran yang saat itu dipimpin Mohammad Reza Syah Pahlavi menentang draf resolusi tersebut karena khawatir akan terjadi peningkatan eskalasi di Timur Tengah.

"Iran, bersama India dan Yugoslavia, mengajukan rencana alternatif, solusi federatif yaitu mempertahankan Palestina sebagai satu negara dengan satu parlemen tetapi dibagi menjadi wilayah Arab dan Yahudi," ucap sejarawan Universitas Oxford Eirik Kvindesland kepada Al Jazeera.

Kvindesland menilai bahwa Teheran bertujuan untuk menjalin hubungan yang positif dengan negara Barat yang pro-Zionis.

Hubungan antara Iran dengan negara-negara Barat juga terlihat dari upaya Amerika Serikat dalam membantu Syah untuk mendapatkan kursi kekuasaannya usai mengalami kudeta pada 1953.

Kemudian keduanya memperkuat hubungan dengan melakukan kerja sama militer untuk mengembangkan sistem rudal canggih di bawah kode nama 'Project Flower,' seperti dikutip New Arab.

Tak hanya bidang pertahanan, Iran dan Israel juga sepakat untuk bekerja sama di bidang ekonomi. Hal ini terlihat dari sebuah perusahaan kerja sama yang bernama Trans-Asiatic Oil.

Hal demikian mereka lakukan guna mendorong ekonomi Israel yang terkena embargo minyak dari negara-negara Arab anti-Israel.

Runtuhnya hubungan Iran-Israel

Berakhirnya hubungan kerja sama kedua negara terlihat sejak Ayatollah Khomeini muncul sebagai pemimpin revolusi yang menggulingkan pemerintahan Syah.

Khomeini membawa revolusi tersebut ke sebuah perubahan bagi Iran sebagai negara berbasis syariat Islam Syiah.

Iran pun langsung memutus semua hubungan dengan Israel dan sejumlah negara-negara Barat pro-Israel. Hingga Kedutaan Besar Israel di Teheran turut diubah menjadi kedutaan Palestina.

Menurut penjelasan wakil presiden eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft, Trita Parsi mengatakan bahwa Khomeini berusaha untuk memisahkan kepentingan Palestina dari tujuan politik negara-negara Arab yang pro-Barat.

"Untuk mengatasi perpecahan Arab-Persia dan perpecahan Sunni-Syiah, Iran mengambil posisi yang jauh lebih agresif dalam masalah Palestina untuk menunjukkan kredibilitas kepemimpinannya di dunia Islam dan menempatkan rezim Arab yang bersekutu dengan Amerika Serikat dalam posisi defensif," ucap Parsi.

Sikap anti-Israel dan anti-AS menjadi salah satu hal yang mendasari niat Iran untuk benar-benar memutus hubungan dengan Israel.

Kini, hubungan antara kedua negara tambah memanas usai sebuah serangan berbalas antar kedua negara. Terlebih, Iran yang mempunyai beberapa proksi kelompok militer di negara lain terang-terangan menolak perilaku Israel yang melakukan genosida terhadap warga Palestina.

Namun, Iran yang mendapatkan keuntungan kerja sama pertahanan dari negara-negara Barat dan Israel terus dikembangkan. Oleh sebab itu, Teheran mempunyai sejumlah sistem militer canggih yang mampu menyaingi kekuatan Israel.

Upaya perkembangan Iran tersebut sempat ditolak dan dikecam oleh komunitas internasional hingga negara Barat. Mereka mengecam karena melihat potensi Iran sebagai negara yang harus menjadi pantauan dunia.

Ini karena Iran mempunyai sejumlah fasilitas militer dan situs pengembangan nuklir yang sewaktu-waktu bisa digunakan sebagai alat perang.(han)