Orang Tua Santri asal Ngawi yang Meninggal Dianiaya Seniornya Pilih Curhat ke Hotman Paris

Orang tua mana yang tak hancur hatinya melihat penganiaya anak semata wayangnya hingga tewas tidak ditahan.

Apr 18, 2023 - 01:59
Orang Tua Santri asal Ngawi yang Meninggal Dianiaya Seniornya Pilih Curhat ke Hotman Paris
Foto : Jumasri saat menemui Hotman Paris di Kopi Joni, Jakarta Pusat.

NUSADAILY.COM - NGAWI - Kesedihan Jumasri (38) warga Desa Katikan Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi sejak ditinggal putra semata wayangnya DWW (14) yang meninggal dunia akibat dianiaya senior santri lainya pada 19 November 2022 lalu belum reda. 

Kesedihanya semakin bertambah ketika mengetahui si pelaku yang telah membuat nyawa anaknya melayang tidak ditahan meski saat ini kasus tersebut sudah masuk dalam Pengadilan Negeri Sragen, Jawa Tengah.

Jumarsi, ibu korban nekat berangkat ke Jakarta untuk datang kedai Kopi Joni. Dengan tujuan mencari keadilan wadul ke pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea. Dia datang berkali-kali sejak Selasa (11/04/2023) namun tidak bisa ketemu. Hingga akhirnya bisa ketemu Hotman pada hari Sabtu (15/04/2023) pukul 08.00 pagi.

Jumasri bercerita, perjuangannya memang tidak mudah. Pasalnya dia tidak punya saudara di Jakarta Pusat. Selama di ibukota, dia dan suaminya, Dwi Minto Waluyo (43) terpaksa menginap di rumah saudaranya yang berada jauh di Banten. Bahkan, saat itu masa cutinya sudah habis untuk bisa tetap tinggal di Ibukota hingga akhirnya dapat bertemu Hotman. 

Saat itu, beberapa kali dia belum bisa ketemu Hotman. Beberapa kali dia datang, Hotman tak ada di lokasi hingga dia bertemu seseorang yang mengadukan kisahnya langsung ke Hotman hingga akhirnya direspon dan Hotman langsung mencarinya saat datang ke kedai Kopi Joni. 

"Alhamdulillah, perjuangan kami akhirnya terbayarkan. Saya sudah lima kali datang terus ke Kopi Joni. Sebelumnya saya juga sering berkomentar di instagramnya Bang Hotman ini. Saya juga mengadu ke Hotman 911.  Supaya bisa dapat keadilan bagi anak semata wayang saya," kata Jumasri sambil air matanya terus becucuran.

Jumarsi yang juga sebagai pegawai Puskesmas itu mengaku mengikuti kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio pada D (17) hingga D harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Berikut AG yang bisa dibilang sebagai provokator juga menjalani hukuman.

Namun mengapa untuk kasus penganiayaan yang menimpa putranya, tersangka tak pernah ditahan. Padahal usianya 17 tahun. Untuk provokatornya, malah tidak dinyatakan sebagai tersangka. Si provokator masih bebas berkeliaran. Hal itu membuat dia dan sang suami getir hatinya.

"Anak saya hanya satu. Kalau lihat tidak ada keadilan untuk anak saya ini saya sedih sekali. Karenanya, saya memutuskan untuk mendatangi Bang Hotman. Supaya beliau bisa membantu. Kami sedih sekali jika anak kami tidak mendapatkan keadilan. Anak kami selalu datang dalam mimpi kami," ungkapnya.

Dalam pertemuannya, Hotman mengatakan padanya jika akan mengawal kasus ini. Jumarsi juga mendapatkan pendampingan dari rekan Hotman dan langsung dipantau oleh Hotman Paris. Dia melihat ada secercah harapan agar keadilan bagi putranya ditegakkan.

"Saya juga mengharap agar seluruh pihak bisa turut mengawal kasus ini sampai tuntas. Sehingga, anak saya bisa tenang di alam sana. Kami sudah ikhlas dengan kepergian anak kami, tapi kami tetap menuntut keadilan itu sampai benar-benar adil," tegas Jumasri. 

Diberitakan sebelumnya, kematian DWW (14), santri asal Kedunggalar, Ngawi, membuat kaget keluarga. Sebab, DWW diketahui tak punya riwayat sakit apapun, bahkan sempat dijenguk orang tua dalam keadaan sehat.

Sang paman, K, langsung mendampingi begitu mendengar kabar meninggalnya keponakannya DWW. Dia mendampingi ayah korban, DMW, pergi ke ponpes di Sragen, Jawa Tengah, untuk menjemput jenazah keponakannya itu.

Sebelum sampai ponpes, mereka mampir ke Polsek Masaran untuk melaporkan kejadian itu. Setelah sampai pondok dan melihat keponakannya sudah diselimuti kain kafan itu dibukanya. Ada bekas luka lebam di wajah dan tubuhnya.

“Setelah itu kami tanya ke pihak ponpes, katanya, DWW ini sempat melakukan pelanggaran dengan tidak menjalankan piket,” katanya.

Kemudian menurut keterangan perwakilan ponpes, pada Sabtu (19/11/2022) malam sekitar pukul 23.00 WIB, DWW dipanggil oleh seniornya yang sudah SMA. Keponakannya kemudian mendapat hukuman.

“Kemudian, pada Minggu pagi DWW dinyatakan meninggal,” katanya.

Pihak keluarga kemudian membawa jenazah DWW ke rumah sakit untuk visum dan autopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya. Bahkan, hal itu juga sudah dilaporkan kepada pihak Kepolisian.

“Karena sangat janggal, pada Jumat ini kan adik saya dan istrinya tilik atau menjenguk keponakan saya DWW di sana. Saat itu anaknya sehat, ceria, tidak mengeluhkan apa-apa. Tiba-tiba selang satu hari dikabarkan meninggal dunia. Siapa yang tidak shock. Akhirnya saya mintakan otopsi agar tahu apa sebabnya,” paparnya.

Dia mengharap segera ada titik terang dari kejadian meninggalnya sang keponakan. Karena menurutnya kejanggalan itu harus diungkap.

“Kami berharap segera ada kejelasan, agar tidak ada yang lain,” pungkasnya. (*/nto).