Ketika Kebebasan Kebiri Etika

Oleh: Fatimah

Aug 15, 2023 - 18:17
Ketika Kebebasan Kebiri Etika

DENGAN dalih demokrasi, persekusi menjadi seni. Atas nama kebebasan berekspresi, etika tercabuti. Mengkritisi tanpa solusi, paradoksi demokrasi sejati. Nilai-nilai inklusi menjadi pondasi, menghormati hak asasi, keadilan dijunjung tinggi, adalah demokrasi sejati.

 

Penyataan kontroversi kepada pemimpin negeri baru saja trendi. Saat diklarifikasi, dengan dalih mengkritisi menjadi alibi. Kritik sendiri merupakan proses atau tindakan memberikan penilaian terhadap sesuatu, seperti karya seni, kinerja, kebijakan, atau gagasan. Kritik dilakukan dengan tujuan memberikan umpan balik konstruktif, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta memberikan saran atau rekomendasi untuk perbaikan.

 

Tujuan utama dari kritik adalah untuk membantu pengembangan dan perbaikan. Kritik yang baik dapat memicu pemikiran kritis, refleksi, dan inovasi. Kritik yang baik seharusnya obyektif, adil, didasarkan pada fakta dan bukti yang jelas. Untuk itu penting membedakan antara kritik yang konstrutif dengan kritik yang bersifat merendahkan atau mengarah pada persekusi.

 

Kritik yang mengarah pada persekusi adalah kritik yang bertujuan menyakiti, merugikan atau mempermalukan individu atau kelompok tertentu. Kritik semacam itu biasanya tidak berdasarkan fakta atau argumen yang kuat, melainkan lebih berfokus pada serangan pribadi, penghinaan, atau provokasi.

 

Ketika mengritik, penting untuk memisahkan antara kritik terhadap tindakan atau ide dengan serangan pribadi terhadap individu atau kelompok. Kritik yang konstruktif harus fokus pada masalah yang dibahas, bukan pada karakteristik atau identitas individu atau kelompok tersebut.

 

Persekusi adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan menganiaya, menyakiti, atau merugikan orang lain secara fisik, emosional atau mental. Persekusi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti pelecehan verbal, intimidasi, penguntitan, ancaman, penolakan dan diskriminasi.

 

Persekusi adalah tindakan menindas, merendahkan, atau melakukan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok sebagai akibat dari pandangan, keyakinan, atau karakteristik tertentu. Persekusi dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk di tempat kerja, sekolah, lingkungan sosial, atau bahkan secara online melalui media sosial atau platform digital. Hal ini dapat memiliki dampak yang serius pada kesejahteraan dan kesehatan mental korban.

 

Persekusi dalam bentuk apapun, tidak dapat dianggap sebagai “seni” atau bagian dari nilai-nilai demokrasi sejati. Seni menginspirasi, mengungkapkan keindahan, dan mendorong refleksi. Sementara persekusi melanggar hak asasi manusia, merugikan individu atau kelompok, dan melukai. Kontra dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mendorong inklusi, dialog yang beradab, dan penghargaan terhadap kebebasan insani.

 

Demokrasi sejati bukanlah alibi untuk melegalkan persekusi atau melanggar etika yang seharusnya dijunjung tinggi. Demokrasi sejati adalah sistem pemerintahan di mana kebebasan berekspresi, penghargaan terhadap hak asasi, keadilan dan inklusi merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Dalam demokrasi sejati persekusi tidak diamini dan etika tetap menjadi landasan dalam berinteraksi dan berdiskusi, tak boleh ada ruang bagi penindasan terhadap individu atau kelompok tertentu dan diskriminasi.

 

Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi yang bertanggung jawab, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan perlindungan terhadap penindasan atau persekusi. Ini mencakup melindungi hak-hak minoritas, menghormati kebebasan berpendapat, dan mendorong dialog yang berdasarkan pengertian dan toleransi. Paradoksi ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan etika dalam konteks demokrasi.

 

Dalam konteks demokrasi, perdebatan dan perbedaan pendapat adalah keniscayaan yang wajar. Namun, penting untuk memastikan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat tidak digunakan sebagai alasan untuk melakukan persekusi terhadap individu atau bahkan kelompok yang ideologi. Persekusi dalam nama demokrasi adalah bentuk penyalahgunaan dan merusak esensi demokrasi itu sendiri.

 

Dalam demokrasi yang sehat, lembaga-lembaga penegak hukum harus berfungsi secara indepen dan adil. Mereka harus menghormati hak-hak individu dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memantau dan melaporkan tindakan persekusi yang terjadi, serta mendukung upaya untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak individu. Jika ada tindakan persekusi yang dilakukan di bawah dalih demokrasi, itu bukanlah bagian dari prinsip-prinsip demokrasi yang sejati.

 

Penting untuk memahami bahwa demokrasi sejati adalah tentang menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan adil bagi semua warga negara, dan bukan tentang menggunakan kebebasan sebagai alasan untuk melanggar etika dengan melakukan persekusi. Namun, kebebasan ini dibatasi oleh prinsip-prinsip etika yang melibatkan penghargaan terhadap martabat manusia, penghindaran dari pelecehan atau penistaan, dan hak-hak orang lain dihormati.

 

Ketika kebebasan kebiri etika, dengan dalih demokrasi, persekusi menjadi seni, itu menunjukkan distorsi dan penyalahgunaan prinsip-prinsip demokrasi. Demokrasi sejati harga mati! (****)

 

Fatimah, S.Pd.I. adalah Ketua Pimpinan Cabang Malang, Muslimah Ahlulbait Indonesia.