Dugaan Pungli di Dunia Pendidikan Kabupaten Malang Berkedok Sumbangan

Oleh : Muhammad Fadli Efendi, S.H., M.H

Aug 15, 2023 - 18:10
Dugaan Pungli di Dunia Pendidikan Kabupaten Malang Berkedok Sumbangan

Isu pungutan liar di bidang pendidikan kembali mencuat, hari-hari ini telah marak dibicarakan di kalangan masyarakat adanya praktek pungutan liar yang bermodus sumbangan oleh pihak sekolah. Hal ini terjadi hampir di berbagai daerah Republik Indonesia, khususnya juga sedang terjadi di daerah Kabupaten Malang.

 

 

Berdasarkan laporan atau informasi yang didapatkan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang pada tanggal 28 Juli 2023 dari salah satu warga Kabupaten Malang menyampaikan bahwa dirinya sebagai orang tua/wali murid merasa terintimidasi karena telah berani menyuarakan atas iuran yang dilakukan oleh pihak komite sekolah dan pembayaran-pembayaran lainnya yang dilakukan oleh salah satu sekolah negeri di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Akibat dari keberanian warga tersebut, anak kedua dari ibu yang bersangkutan tidak diloloskan masuk ke sekolah yang diinginkan dengan alasan zonasi. Padahal yang dekat dengan sekolah dan paguyuban dikasih ke sekolah grup A, akan tetapi anak kedua ibu tersebut di larikan ke grup B.

 

 

Sungguh ironis kondisi dunia pendidikan yang tengah dirasakan oleh salah satu warga Kabupaten Malang ini. Hal ini sungguh sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai filosofi pendidikan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam alinea 4 Pembukaan UUD NRI 1945 yang menyebutkan “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Filosofi mencerdaskan kehidupan bangsa ini telah terejahwantahkan dalam Pasal 34 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan dengan tegas bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Dari bunyi ketentuan tersebut, seharusnya pihak sekolah pada jenjang pendidikan dasar tidak diperbolehkan memungut biaya kepada peserta didik, orang tua dan/atau walinya.

 

 

Hal ini pun diperjelas dan dipertegas dalam Pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya pada Satuan Pendidikan Dasar yang menyatakan bahwa “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.

 

 

Paparan data, fakta dan dasar hukum di atas berkenaan tidak diperbolehkan adanya pungutan di satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar. Selain itu, perlu juga menjadi perhatian serius di satuan pendidikan dasar, akan maraknya modus sumbangan yang dilakukan oleh pihak Komite Sekolah yang bekedok pungutan liar. Sejatinya Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun kecuali berbentuk sumbangan diperbolehkan, hal ini berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menyebutkan bahwa “Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan bukan pungutan”.

 

 

Dari ketentuan diatas, dapat disampaikan bahwa Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Perbedaan antara pungutan dan sumbangan yaitu pertama, pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik, orang tua, dan/atau wali secara langsung bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Sedangkan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua, dan/atau wali kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.

 

 

Namun pada prakteknya, satuan pendidikan menyangkal melakukan pungutan, dengan dalih yang melakukan pungutan adalah Komite Sekolah. Selanjutnya Komite Sekolah menyampaikan bahwa yang terjadi adalah sumbangan yang telah mendapatkan persetujuan dalam rapat pertemuan orang tua dan/atau wali murid untuk dapat merealisasikan program-program dan kegiatan yang telah disampaikan oleh Kepala Sekolah. Sehingga dari pertemuan tersebut berujung pada kesepakatan-kesepakatan yang dijadikan dasar penarikan sumbangan dengan jumlah yang ditentukan besarannya dan waktu pembayarannya yang terjadi di beberapa satuan pendidikan dasar.

 

 

Hal ini sungguh sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia, yang jelas-jelas dan sangat tegas melarang diadakannya pungutan di satuan pendidikan dasar. Menjadi persoalan serius bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomis, sungguh akan sangat tertekan jika adanya pungutan tersebut terus berlangsung selama anak-anak nya menempuh jenjang pendidikan dasar. Padahal secara konstitusional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

 

 

Kelemahan pihak pemerintah daerah dalam hal masih banyaknya pungutan-pungutan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan karena kurangnya pengawasan yang ketat oleh pihak pemerintah daerah terhadap satuan pendidikan. Padahal, dalam hal pengawasan sudah menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 66 UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 75 dan Pasal 77 PP Nomor 48 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan. (****)

Penulis adalah Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Malang