Jika Dolar AS Terus-terusan Gencet Rupiah, Dampaknya Mengerikan

"Tentu saja kalau terjadi pelemahan akan membuat barang barang impor lebih mahal artinya ini akan akibatkan ekonomi biaya tinggi bagi konsumen dalam negeri yang membeli barang impor naik. Ini juga akan dirasakan industri yang impor bahan baku dari luar negeri," ujar Faisal, Minggu (16/6/2024).

Jun 17, 2024 - 07:25
Jika Dolar AS Terus-terusan Gencet Rupiah, Dampaknya Mengerikan

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Dalam beberapa minggu terakhir, nilai tukar Dolar AS bertengger di level Rp 16.400.

Para ekonom menilai imbas menguatnya dolar AS adalah kenaikan harga barang-barang impor.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyatakan masyarakat sebagai konsumen akan melihat harga-harga barang melonjak bila Dolar tak kunjung jinak.

"Tentu saja kalau terjadi pelemahan akan membuat barang barang impor lebih mahal artinya ini akan akibatkan ekonomi biaya tinggi bagi konsumen dalam negeri yang membeli barang impor naik. Ini juga akan dirasakan industri yang impor bahan baku dari luar negeri," ujar Faisal, Minggu (16/6/2024).

Sektor yang terdampak penguatan Dolar AS antara lain farmasi, otomotif, dan elektronik, tekstil, hingga pangan

"Yang rawan itu yang paling besar ketergantungan impornya, selama ini kan obat-obatan farmasi, industri manufaktur, seperti otomotif dan elektronik juga lumayan banyak bahan baku dan industri penolongnya," jelas Faisal.

Senada, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai menguatnya Dolar AS akan membuat harga barang-barang di Indonesia makin mahal. Salah satunya bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya. Indonesia adalah negara importir minyak dan BBM yang pembeliannya dalam Dolar AS

Bila Dolar AS terus menguat maka harga minyak melonjak, seiring dengan itu subsidi terpaksa dipangkas dan ujungnya harga BBM naik.

"Imported inflation meningkat, harga BBM biasanya yang akan dikorbankan," terang Nailul Huda kepada detikcom

Jika kondisi di atas yang terjadi, menurut Nailul daya beli masyarakat tergerus dan pertumbuhan ekonomi melambat, serta kemiskina bertambah.

"Inflasi dalam negeri akan naik signifikan. Daya beli tertekan, pertumbuhan ekonomi terhambat. Kemiskinan akan semakin meningkat," tutur Nailul Huda.

Sementara menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS bisa berdampak ke APBN, yaitu belanja pemerintah membengkak. Misalnya, belanja energi dan pertahanan yang kental dengan impor.

Selain itu Pemerintah membayar cicilan utang dan bunga dalam mata uang Dolar lebih mahal. Alhasil, ruang fiskal anggaran negara jadi makin mengecil.

"(Belanja) APBN jadi lebih bengkak karena asumsi dolar AS dipakai untuk belanja pemerintah yang terkait impor dan cicilan utang serta bunga menjadi lebih tinggi. Artinya, ruang fiskal mengecil dan sektor riil terdampak karena belanja pemerintah berkurang," tutur Esther.

Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketar-ketir. Jokowi sempat waswas saat Dolar AS ke level Rp 16.200.

"Kurs, kemarin kita agak ngeri juga melompat di atas Rp 16.000, Rp 16.200, kita sudah mulai ketar-ketir karena negara lain juga melompat lebih dari itu," kata Jokowi dalam sambutannya di acara Inagurasi GP Ansor, di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024) yang lalu.

Meski sudah mulai mendekati Rp 16.400, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dinilai Gubernur Bank Indonesia masih belum ada apa-apanya dibandingkan mata uang negara lainnya.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih menjadi yang paling rendah daripada mata uang negara lain. Depresiasi rupiah jauh lebih kecil daripada pelemahan mata uang Won Korea Selatan, Peso Filipina, Baht Thailand, hingga Yen Jepang.

"Rupiah (nilai tukar rupiah terhadap dolar AS) Rp 16.300 tolong dilihat dari akhir tahun kemarin dan tolong dibandingkan dengan negara lain, sangat lebih rendah dibandingkan dengan Korea Selatan, bandingkan dengan Peso Filipina, Baht Thailand, Yen Jepang. Depresiasi kita termasuk rendah," kata Perry di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2024) kemarin.

Dia menekankan rupiah masih menjadi mata uang yang stabil karena pihaknya sebagai bank sentral terus melakukan langkah stabilisasi nilai tukar, seperti intervensi, penarikan portofolio asing ke dalam negeri, hingga penarikan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) berjalan baik.(han)