Ini Penyebab Terjadinya Megathrust dan Ancamannya yang Diinvestigasi BMKG

"Segala sesuatunya sudah mulai kami persiapkan, Pusat Penelitian, Latihan dan Pengembangan untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami kita," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip dari Antara.

May 20, 2024 - 08:32
Ini Penyebab Terjadinya Megathrust dan Ancamannya yang Diinvestigasi BMKG

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun mempersiapkan ekspedisi buat menginvestigasi zona megathrust bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan menumpang kapal ekspedisi OceanXplorer milik lembaga non-profit OceanX.

Zona megathrust menyimpan energi besar yang bisa memicu gempa dahsyat dan tsunami hingga puluhan meter. Area ini pun coba dipetakan lebih rinci.

Zona yang akan diteliti dimulai dari Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, Lempeng Laut Maluku, hingga Subduksi Utara Papua.

"Segala sesuatunya sudah mulai kami persiapkan, Pusat Penelitian, Latihan dan Pengembangan untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami kita," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip dari Antara.

Seberbahaya apa megathrust?

Megathrust merupakan daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi yang berpotensi memicu gempa kuat dan tsunami dahsyat. Zona ini diprediksi bisa 'pecah' secara berulang dengan jeda hingga ratusan tahun.

Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, pada Januari 2022, pernah menjelaskan bahwa megathrust merupakan bidang kontak antar-lempeng yang dapat mengakumulasi tegangan tektonik yang sangat besar.

"Kemudian besarnya tegangan itu melampaui batas elastisitas batuan sehingga patah bergeser dengan tiba-tiba," ujar dia.

Tegangan itu, kata Daryono, disertai pancaran gelombang gempa. Di sinilah energi yang terakumulasi itu terlepas sehingga menjadi gempa besar.

Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi Indonesia tahun 2017 mengungkap setidaknya ada 13 megathrust yang mengepung Indonesia.

Di antaranya, megathrust di Selat Sunda dengan potensi gempa magnitudo 8,7, megathrust di Jawa Tengah bagian barat dengan potensi M 8,7.

BMKG, dalam keterangannya, mencontohkan dengan zona tumbukan atau megathrust antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang menunjam masuk ke bawah Pulau Jawa. Proses penunjaman lempeng tersebut masih terjadi dengan laju 60-70 mm per tahun.

"Gerakan penunjaman lempeng tersebut memungkinkan dapat mengakibatkan gempa megathrust dengan kekuatan/magnitudo maksimum yang diperkirakan dapat mencapai M 8,7," kata lembaga.

Kapan itu terjadi? BMKG dan para ahli gempa dunia belum bisa menjawabnya.

"Meski para ahli mampu menghitung perkiraan Magnitudo maksimum gempa di zona megathrust, akan tetapi teknologi saat ini belum mampu memprediksi dengan tepat, apalagi memastikan kapan terjadinya gempa megathrust tersebut," menurut keterangan tersebut.

"Yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi yang tepat, menyiapkan langkah-langkah kongkrit yang perlu segera dilakukan untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa."

Picu tsunami

Selain gempa dahsyat, megathrust, terutama di selatan Jawa, juga berpotensi memicu tsunami yang bahkan diprediksi bisa mencapai Jakarta.

Hal itu diungkap dalam kajian berjudul On The Potential for Megathrust Earthquakes and Tsunamis Off The Southern Coast of West Java and Southeast Sumatra, Indonesia yang terbit di Natural Hazard pada Oktober 2022.

"Kami menunjukkan bahwa ketinggian maksimum tsunami bisa mencapai 34 m di sepanjang pantai barat Sumatra paling selatan dan di sepanjang pantai selatan Jawa dekat Semenanjung Ujung Kulon," menurut studi di jurnal Springer Natural Hazard tersebut.

Studi ini melibatkan sejumlah ahli kegempaan, termasuk Dwikorita, Tatok Yatimantoro, Daryono dari BMKG, Rahma Hanifa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Nicholas Rawlinson dari Department of Earth Sciences-University of Cambridge, dan Abdul Muhari dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tim memanfaatkan katalog data seismik yang bersumber dari BMKG dan International Seismological Center (ISC) periode April 2009 sampai Juli 2020, untuk melakukan hiposenter gempa.

Pemodelan yang dilakukan melibatkan dua segmen megathrust (ada di selatan Jawa Barat dan Sumatera bagian selatan) dan satu segmen backthrust (patahan yang arah dorongannya berkebalikan dari megathrust di selatan Jabar).

Megathrust segmen barat (di selatan Sumatra) memiliki panjang parit-paralel 325 km, lebar 120 km, dan slip (pergeseran) homogen 24 m. Segmen timur sepanjang 442 km, lebar 109 km, dengan slip homogen 20 m.

Sementara, backthrust memiliki panjang 312 km dan lebar 55 km, dengan slip homogen 16 m.

Studi ini melakukan pemodelan tsunami di wilayah tersebut dengan dua skenario, satunya tanpa backthrust, yang satunya lagi menyertakan backthrust.

"Tsunami yang dimodelkan untuk dua segmen megathrust yang masuk akal dan backthrust yang pecah secara bersamaan menunjukkan bahwa ketinggian tsunami dapat mencapai ~34 m di pantai selatan Sumatera bagian selatan dan Jawa Barat, dengan tinggi gelombang rata-rata sekitar 11 m," menurut para peneliti.

Penelitian juga mengungkap ketinggian tsunami rata-rata di sepanjang pantai Sumatera dan pantai Jawa masing-masing adalah 11,8 meter dan 10,6 meter, hasil yang menggabungkan efek gaya dorong balik.

Terpisah, Kepala Laboratorium Geodesi ITB Heri Andreas, yang tak terlibat studi di atas, mengatakan pemodelan menunjukkan Megathrust Selat Sunda potensial memicu tsunami 20 meter di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.

Gelombang tsunami yang diperkirakan mencapai kecepatan 40 km per jam jam itu, kata dia, bisa masuk ke wilayah Merak, Banten, dengan ketinggian 8 meter, untuk kemudian masuk ke wilayah Jakarta.

"Terus [gelombang tsunami] menjalar ke Laut Jawa, akhirnya sekitar tiga jam itu nyampe ke Jakarta sekitar 1 meter," ungkap Heri, Selasa (27/9/2021).(han)