Ealah, Ternyata Ini Lho Pemilik Proyek Rempang Eco City Penyebab Bentrok Aparat dengan Warga

Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Sep 18, 2023 - 14:48
Ealah, Ternyata Ini Lho Pemilik Proyek Rempang Eco City Penyebab Bentrok Aparat dengan Warga

NUSADAILY.COM – BATAM – Proyek pengembangan Rempang Eco-city sebetulnya mencuat pada 2004.

Saat itu, pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, menggandeng PT Makmur Elok Graha menandatangani perjanjian kerja sama.

Mengutip CNNIndonesia, berdasarkan konfirmasi dari salah satu pegawai di PT Makmur Elok Graha, perusahaan tersebut adalah anak usaha dari Artha Graha Group milik taipan Tomy Winata.

Namun, ditengah perjalanan, warga menolak pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city di Pulau Rempang.

Akibatnya, penolakan itu berujung bentrok warga dengan aparat gabungan TNI-Polri pada Kamis (7/9).

Dalam perkembangannya, proyek ini masuk daftar Proyek Strategis Nasional 2023.

Hal itu tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Beleid itu diteken oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu.

Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Pengembangan Pulau Rempang mencakup kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi di sana agar bisa bersaing dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

BP Batam memperkirakan investasi pengembangan Pulau Rempang mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap 306 ribu tenaga kerja hingga 2080.

Hal ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi setempat.

Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group.

Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.

Pada Juli lalu, Xinyi International International Investment Limited dan PT Makmur Elok Graha telah menandatangani nota kesepakatan (Memorandum of Agreement) terkait rencana investasi itu di Chengdu, China.

Kendati demikian, sejumlah warga terdampak harus direlokasi demi pengembangan proyek Rempang Eco-City.

Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengungkapkan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.

Pemerintah juga memberikan keringanan lainnya berupa bebas biaya uang wajib tahunan (UWT )selama 30 tahun, gratis pajak bumi dan bangunan (PBB) selama 5 tahun, BPHTB, dan SHGB.

"Lokasinya berada di tepi laut. Sehingga memudahkan masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan untuk melaksanakan aktivitas. Dengan momentum pembangunan ini, saya berharap nasib masyarakat bisa berubah menjadi lebih baik," ujar Rudi dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9) lalu.

Masyarakat yang terdampak pembangunan akan dialihkan pemerintah ke lokasi yang sudah disiapkan.

Mereka akan mendapat biaya hidup Rp1,03 juta per orang dalam satu KK.

Bagi masyarakat yang memiliki tinggal di ditempat lain akan mendapat bantuan biaya sewa Rp1 juta per bulan.

DPR Ingatkan Jokowi di Kasus Rempang

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Nasional Demokrat (NasDem) kompak mengkritik Presiden Jokowi imbas proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City yang berujung bentrok masyarakat adat.

Anggota DPR RI Komisi V Fraksi PKS Syahrul Aidi Maazat menyebut masyarakat di Rempang berduka dan kecewa imbas proyek tersebut.

Ia menegaskan warga Rempang terancam kehilangan sejarah dan kenangan atas tanah leluhurnya akibat pengembangan kawasan industri dan investasi.

"Investasi itu seyogyanya bertujuan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa investasi untuk perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan melindungi tumpah darah Indonesia," katanya dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I 2023-2024 di DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (12/9).

Ia menegaskan bahwa konstitusi Indonesia juga menjamin hak asasi manusia (HAM), termasuk masyarakat adat Rempang.

Syahrul lantas mengungkit soal ucapan manis Jokowi soal investasi dan nasib masyarakat Indonesia.

Menurutnya, pada rapat kabinet 2019 lalu, Jokowi memerintahkan setiap menterinya untuk melindungi keberlangsungan warga Indonesia di tengah kucuran duit asing.

"Presiden RI Bapak Joko Widodo berpesan kepada seluruh kabinetnya bahwa jika ada izin konsesi dan di dalamnya ada masyarakat, maka pastikan masyarakat terlindungi dan diberikan kepastian hukum. 'Jika perusahaan pemilik konsesi tidak memperhatikannya, maka cabut izinnya, siapapun pemiliknya'. Begitu ungkapan Bapak Jokowi," ungkit Syahrul.

"Mereka sesungguhnya mendiami daerah tersebut sudah ratusan tahun lamanya, sementara BP Batam yang dulunya bernama Otorita Batam baru lahir 1970-an dan mulai membangun Batam. Dari sinilah lahir istilah kampung tua yang diartikan sudah ada sebelum Otorita Batam ada, bahkan sebelum Indonesia merdeka," tegasnya.

Dengan dasar tersebut, ia memberikan 5 tuntutan kepada Presiden Jokowi dan jajarannya untuk segera menuntaskan kisruh Rempang.

Salah satu tuntutan PKS adalah menunda sementara proyek Rempang Eco City tersebut.

5 tuntutan PKS kepada Jokowi

1. Mengecam tindakan represif aparat dan meminta semua aparat menahan diri

2. Meminta TNI/Polri usut tuntas indikasi pelanggaran SOP

3. Meminta pemerintah menjamin pengobatan bagi masyarakat terluka korban tragedi ini

4. Membebaskan masyarakat akibat bentrok ini dan menjamin mereka tidak dianiaya sebagai indikasi pemerintah ingin menyelesaikan masalah ini dengan humanis

5. Meminta pemerintah menghentikan sementara PSN Rempang Eco City sebelum hak-hak masyarakat terdampak terpenuhi dengan memastikan akar budaya dan wilayah adat mereka tidak hilang.

Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi I DPR RI Fraksi NasDem Muhammad Farhan juga mendesak pemerintah pusat serius menangani konflik Rempang. Farhan meminta kekerasan dihentikan dan mengedepankan dialog.

Ada 6 catatan yang disampaikan NasDem kepada Presiden Jokowi dan jajarannya.

Pertama, menyayangkan terjadinya kekerasan yang memakan korban dalam konflik masyarakat adat dan aparat di Pulau Rempang dan Pulau Galang.

Kedua, mendesak aparat penegak hukum (APH) segera menghentikan kekerasan dan mengatasi tindak kekerasan yang terjadi.

Ketiga, mengajak semua pihak, baik masyarakat, aparat, maupun pemerintah untuk menahan diri serta meredakan situasi agar tercipta ketenangan terlebih dahulu.

Keempat, meminta pemerintah mencegah terjadinya kekerasan kembali dan terus mengedepankan dialog dalam mencari penyelesaian.

"Kelima, meminta pemerintah pusat mengambil langkah-langkah yang tidak merugikan semua pihak, baik dari sisi PSN maupun hak masyarakat adat. Sebagai bagian masyarakat adat, hak-hak masyarakat Pulau Rempang juga perlu dipertimbangkan dalam kaitannya pengakuan hak masyarakat adat dalam konstitusi dengan membuka ruang dialog dan partisipasi perumusan kebijakan strategis nasional," jelas Farhan.

Keenam, Farhan mengajak DPR RI menyegerakan pembahasan dan pengesahan RUU terkait masyarakat hukum adat.(han)