Disebut Salah Baca Data Pembangunan Jalan Era Jokowi dan SBY, Anies Minta Wartawan Cek Faktanya

"(Dari media) Suara? Suara, kamu tuh cek yang bener siapa, bukan tanya. Itu kan prinsip jurnalistik paling dasar, bukan? Kalau ada yang bilang ini mendung, di sana bilang terang, cek aja yang bener yang mana, gitu aja," sambungnya.

Jun 4, 2023 - 18:48
Disebut Salah Baca Data Pembangunan Jalan Era Jokowi dan SBY, Anies Minta Wartawan Cek Faktanya

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Anies Baswedan, Bakal Calon Presiden (Bacapres) Partai NasDem memberi jawaban menohok soal disebut salah baca data pembangunan jalan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui, Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian menyebut Anies Baswedan salah membaca data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kritiknya terhadap pembangunan infrastruktur jalan di era kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Mbok yo kualitas diskusinya ditingkatkan gitu ya, itu aja," kata Anies kepada wartawan di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (3/6/2023). Anies menjawab pertanyaan wartawan yang meminta tanggapannya atas pernyataan Hedy Rahadian.

Saat ditanyakan soal dirinya dikatakan salah membaca data, Anies justru balik bertanya. Anies meminta agar semua pihak mengecek sendiri data BPS itu.

"Menurut Anda gimana? Kalau menurut saya gini, yang ini (ngomong) mendung, yang ini nggak mendung. Anda jangan tanya begitu, Anda lihat datanya," ujar Anies.

"(Dari media) Suara? Suara, kamu tuh cek yang bener siapa, bukan tanya. Itu kan prinsip jurnalistik paling dasar, bukan? Kalau ada yang bilang ini mendung, di sana bilang terang, cek aja yang bener yang mana, gitu aja," sambungnya.

Pernyataan Anies Soal Data Jalan
Anies mulanya memaparkan pembangunan jalan tol di era Jokowi memang besar bahkan 63% jalan tol di Indonesia dibangun selama 2014 hingga sekarang. Totalnya ada sepanjang 1.569 kilometer, dari total 2.499 kilometer jalan tol yang ada di Indonesia.

Sementara itu, jalan nasional yang berhasil dibangun Jokowi, menurut data yang dia paparkan, hanya sebesar 19 ribu kilometer.

"Jalan tak berbayar yang digunakan secara gratis yang menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut desa ke perkotaan, yang membawa produk pertanian, perkebunan, perikanan, dari sentra sentra tempat dihasilkan ke wilayah pasar baik jalan nasional, provinsi, ataupun jalan kabupaten, terbangun 19 ribu km di pemerintahan ini," ungkap Anies, kini menjadi bakal capres, saat menghadiri perayaan Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5).

Anies membandingkan 10 tahun lalu, di zaman SBY menjabat presiden, ada sekitar 144 ribu kilometer atau 7,5 kali lipat dari jalan yang dibangun Jokowi.

"Bila dibandingkan dengan jalan nasional di pemerintahan ini membangun jalan nasional 590 km di era sebelumnya 11.800 kilometer, 20 kali lipat. Ini belum bicara mutu, standard, dan lain-lain, hanya panjangnya," papar Anies.

Anies Disebut Salah Baca Data
Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan Anies salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS).

"Loh ndak juga. Jadi gini, data BPS itu bercerita soal penambahan status, bukan pembangunan jalan. Jadi status kewenangan jalan nasionalnya bertambah, sekian belas ribu kilometer itu," kata Hedy kepada wartawan di kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2023).

"Itu adalah perubahan status, dari jalan provinsi jadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru yang disebut bahwa pembangunan jalan zaman SBY lebih panjang dari zaman Jokowi. Itu bukan itu maksud data BPS. Jadi salah interpretasi data BPS," lanjutnya.

Hedy mengatakan penambahan jalan nasional dapat dilatarbelakangi oleh perubahan jalan provinsi menjadi jalan nasional. Untuk itu, menurut Hedy, Anies salah jika menginterpretasikan data itu sebagai hasil pembangunan jalan baru.

"Saya punya jalan provinsi nih, jalannya sudah ada, bukan dibangun. Nah tahun 2000 sekian nanti ada SK (surat keputusan) baru, ini jalannya dari jalan provinsi jadi jalan nasional," terang dia.

"Jadi bukan pembangunan jalan baru itu. Baca lagi, BPS itu adalah perubahan status jalan, bukan hasil pembangunan jalan. Jadi salah kalau menginterpretasikan (data) itu hasil pembangunan jalan," lanjutnya.

Hedy menyampaikan penambahan jalan nasional di era SBY tak seluruhnya berasal dari hasil pembangunan jalan baru. Hal serupa terjadi di era kepemimpinan Jokowi.

"Jadi ini waktu zaman SBY kan nambah tuh jalan nasional, itu bukan hasil pembangunan kebanyakan, ada sih hasil pembangunan tapi sedikit. Zaman Jokowi juga sama, ada perubahan walaupun sedikit, tapi itu tidak ada hubungannya dengan hasil pembangunan," kata Hedy.

Jalan Era Jokowi Berbayar

Terpisah, Juru Bicara (Jubir) PKS Muhammad Iqbal merespons Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian, yang menyebut Anies Baswedan salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS) saat membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Iqbal menyebut pembangunan jalan di era Jokowi lebih difokuskan pada jalan tol yang dikenakan pajak.

"Singkatan jalan tol (Tax on Location) artinya jalan yang dikenakan pajak, sehingga bukan sesuatu yang terlalu pas untuk dibanggakan karena rakyat harus membayar," kata Iqbal saat dikonfirmasi, Rabu (24/5/2023).

Iqbal menyebut komersialisasi jalan tak langsung berdampak kepada rakyat kecuali di momen tertentu seperti mudik. Ia mencontohkan beberapa jalan di daerah yang rusak lantaran pemerintah lebih fokus ke pembangunan jalan tol.

"Komersialisasi tidak berdampak langsung kepada rakyat, kecuali saat tertentu misalnya ketika mudik. Jalan adalah kebutuhan utama rakyat, apalagi rakyat juga membayar pajak," tutur Iqbal.

"Fenomena jalan rusak di Lampung, Jambi, dan daerah lainnya menunjukan bahwa rakyat menderita akibat pemerintah fokus ke jalan komersial berbanding jalan nasional," sambungnya.

Iqbal mengatakan permasalahan utama bukanlah kesalahan interpretasi Anies Baswedan terhadap data BPS. Hanya saja, lanjut dia, antara SBY dan Jokowi memiliki prioritas yang berbeda dalam pembangunan jalan.

"Masalah utama sebenarnya bukan pada salah baca, tapi memang prioritas pembangunan jalan Jokowi prioritas jalan berbayar, sedangkan SBY jalan umum. Sehingga dari sini bisa kita nilai ada kecenderungan komersialisasi pelayanan dasar infrastruktur jalan," imbuhnya.(sir)