Di Manakah Maluku

Seorang pemimpin/pejabat harus memiliki rasa malu, malu untuk menyalahgunakan wewenang. Seorang pemimpin harus amanah, dapat dipercaya atau jujur. Seorang pemimpin harus memiliki rasa malu untuk berbuat tidak jujur terlebih dalam hal keuangan.

Nov 26, 2022 - 16:59

Oleh: Dra. Lis Setiawati, M.Pd.

Pejabat=Pemimpin

Di dalam sebuah lembaga atau perusahaan pasti ada sedikitnya satu orang pejabat. Seseorang menjadi pejabat di sebuah lembaga pemerintah atau perusahaan swasta karena dipilih atau ditunjuk sesuai prosedur atau undang-undang yang berlaku dalam lembaga atau perusahan tersebut.  

Di dalam sebuah lembaga pemerintahan atau setiap perusahaan memiliki kode etik dan kode perilaku yang harus ditaati baik oleh pimpinan/pejabat maupun orang yang dipimpinnya/karyawan. Dalam Undang-Undang ASN (Aparatur Sipil Negara) terdapat 12 butir kode etik dan kode perilaku yang harus ditaati oleh setiap ASN. Beberapa butir di antaranya sebagai berikut.

  • Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi.
  • Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan.
  • Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain.

Butir-butir tersebut menggambarkan bahwa seorang ASN, siapa pun dia (pejabat atau bukan) ialah seorang profesional yang patut dihormati. Dia jujur, bertanggung jawab, punya tata krama (sopan), dan akan merugikan orang lain.

Kode etik dan kode perilaku tersebut bukan sebuah atribut atau kata-kata mutiara yang dipajang atau dibunyikan dengan suara indah. Seorang ANS harus mengucapkan sumpah/janji untuk mematuhi kode etik dan kode perilaku tersebut. Kalimat-kalimat sumpah tersebut di antaranya berbunyi sebagai berikut.

” Demi Allah, saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.”

Khusus pada TNI (Tentara Nasional Indonesia) terdapat delapan kewajiban yang harus ditaati baik untuk pimpinan/pejabat maupun prajurit.

1. Bersikap ramah tamah terhadap rakyat.
2. Bersikap sopan santun terhadap rakyat.
3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita.
4. Menjaga kehormatan diri di muka umum.
5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannya.
6. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.
7. Tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat.
8. Menjadi contoh dan memelopori usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.

Membaca butir-butir kode etik dan kode perilaku, sumpah/janji, dan kewajiban yang harus ditaati oleh setiap ASN, TNI, Polri tersebut, tumbuh harapan lingkungan yang damai, sejuk, dan nyaman. Jika seluruh ASN, TNI, Polri, dan para pejabat negara yang telah mengucapkan sumpah/janji serta menepatinya, Indonesia akan menjadi negara maju setara dengan negara-negara maju lainnya di dunia.

ASN, orang-orang yang dekat dengan Tuhan, jujur, ramah, disiplin, dan berkelakuan baik, merupakan orang-orang yang pantas dihormati dan ditiru. TNI yang setia kepada negara tidak hanya menjaga tanah ini dari serangan musuh, tetapi juga menjaga lingkungan masyarakat untuk selalu hidup rukun. Polri tidak hanya menjaga keamanan lingkungan masyarakat yang aman, bersih dari pelanggaran dan kejahatan (pencurian, pelecehan, perkelahian), tetapi juga menjadi sahabat masyarakat dengan perilakunya yang jujur, ramah, dan menjadi pelindung masyarakat. Sifat-sifat tersebut merupakan sebagian sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan demikian, seluruh aparat negara baik sipil maupun militer, baik memiliki jabatan ataupun tidak, menyandang gelar pemimpin.

Pada hakikatnya setiap orang adalah pemimpin. Ini yang sering orang lupa bahwa jabatan kepemimpinan ada pada setiap manusia. Menjadi pemimpin bukan tugas yang ringan. Tugas pemimpin itu berat bahkan sangat berat. Seorang pemimpin tidak mempertaruhkan pikiran dan tenaga, tetapi nyawa harus rela dipertaruhkan. Dalam hal ini Rasulullah SAW mengingatkan agar manusia tidak meminta dijadikan pemimpin atau meminta jabatan karena seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab di dunia, tetapi juga di akhirat.

Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah saw. bersabda kepadaku, "Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan, tanggung jawabnya akan dibebankan sepenuhnya kepadamu. Namun, jika kamu diangkat tanpa permintaan, kamu akan diberi pertolongan." (HR Muslim).

Hadis ini memberi tahu kita bahwa menjadi pejabat berarti menyandang tugas yang tidak ringan. Tanggung jawab seorang pejabat tidak hanya menyangkut pekerjaan di tempat kerja, tetapi juga terhadap kinerja dan perilaku bawahannya/orang yang dipimpinnya. Namun, jika kepemimpinan diperoleh berlandaskan penunjukkan karena dianggap memenuhi persyaratan, seyogianya orang-orang sekitar (orang-orang yang memilihnya) akan membantu dan mendukungnya.

Tanggung jawab pemimpin tidak hanya diemban oleh seorang pejabat, tanggung jawab ini diemban oleh setiap orang, tetapi juga oleh seorang budak (zaman jahiliah) setara asisten rumah tangga (ART) sekarang.  

Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah saw. berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah  pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (HR Abu Dawud).

Hadis ini berisi penjelasan bahwa setiap manusia menyandang gelar pemimpin dan gelar ini mengandung konsekuensi tanggung jawab yang kelak akan diperhitungkan di hadapan Tuhan. Jika terhadap diri sendiri saja, manusia (yang tidak mengucapkan janji di hadapan orang banyak/sumpah ANS) harus mempertanggungjawabkan perilaku dan perbuatannya, apalagi seseorang yang mengucapkan janji/sumpah. Sebagai manusia berbudaya (bukan primitif) dan berakhlak seharusnya manusia memiliki rasa malu.

Malu

Banyak syarat yang diperlukan untuk menjadi pemimpin di dalam masyarakat, tetapi terdapat dua syarat mendasar yang harus dipegang teguh dan diemplementasikan. Dua syarat tersebut yaitu: berpengetahuan dan amanah (dapat dipercaya).

Seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan (di bidangnya), jika tidak, ia tidak akan dapat bekerja dengan baik terlebih memberi petunjuk atau mengarahkan anak buah.

Seorang pemimpin harus amanah atau dapat dipercaya, tidak curang atau jujur.

Seorang pemimpin harus ahli di bidangnya. Misal, jika seseorang ahli di bidang masak-memasak atau juru masak (chef) janganlah ditunjuk untuk memimpin pertandingan olahraga yang tidak dia kuasai.

Seorang yang memiliki kekuasaan sekalipun, tidak disarankan menunjuk seseorang untuk memimpin di luar keahliannya. Jangan karena ingin membantu kerabat dan senyampang sedang menjabat maka dengan mudahnya memasukkan atau menunjuk kerabat untuk menjadi karyawan atau memegang jabatan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., "Apabila sebuah urusan/pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, bersiaplah menghadapi hari kiamat" (HR. Bukhari). Kiamat yang dimaksud di sini yaitu kekacauan di lembaga/perusahaan. Pekerjaan tidak hanya tidak selesai, tetapi juga akan porak-poranda, mungkin saja kerugian hingga kebangkrutan.

Seorang pemimpin/pejabat harus memiliki rasa malu, malu untuk menyalahgunakan wewenang. Seorang pemimpin harus amanah, dapat dipercaya atau jujur. Seorang pemimpin harus memiliki rasa malu untuk berbuat tidak jujur terlebih dalam hal keuangan.

Seorang pemimpin tidak akan menggunakan uang perusahaan atau uang negara untuk kepentingannya, keluarga, atau kelompoknya. Seorang pemimpin memiliki rasa malu jika dirinya berubah menjadi seorang pencoleng atau koruptor yang akan merugikan negara dan menyengsarakan rakyat kecil. Bukhari dan Muslim menyampaikan sabda-sabda Rasulullah berkaitan dengan sifat malu.

Malu dalam Iman

“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.” (HR. Al Hakim)

Malu dalam Perilaku

“Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Mas'ud Uqbah Al-Anshari berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda,: 'Bila engkau tidak malu maka berbuatlah sekehendak hatimu" (HR Bukhari). 

Orang-orang beriman tidak akan melalaikan janjinya. Faktanya banyak dari mereka melupakan janji dan sumpahnya untuk berlaku jujur, bekerja baik, bersikap ramah, setia pada bangsa dan negara. Mulai dari mencuri waktu sampai menyembunyikan (mengubah angka-angka) dana proyek. Berikutnya lalai dengan tugasnya, kecuali urusan proyek; tidak peduli halal/haram. Kata orang bijak, seperti minum air laut, semakin diminum semakin haus. Pandangannya berubah, mereka menganggap semua orang sama seperti mereka. Jika ada teman yang baik memberi nasihat, dianggapnya ia makhluk aneh. Singkirkan saja!

Sebagian rakyat bertanya-tanya, ke mana kejujuran, keramahan, kesederhanaan, kelembutan untuk rakyat yang kalian janjikan? Di mana kehormatan kalian? Kalian bangsa Indonesia dan kami rakyat Indonesia yang memiliki rasa malu. Apakah kalian tidak peduli dan tidak pernah bertanya “Di manakah Maluku?”

 

*Dra. Lis Setiawati, M.Pd. adalah dosen Universitas Terbuka. Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd.,  Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).