Mistisisme Lagu Pop Jawa

Oleh: Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd.

Aug 17, 2023 - 17:40
Mistisisme Lagu Pop Jawa

Lagu pop Jawa tidak ubahnya sebagai salah satu dari himpunan lagu daerah yang disukai banyak orang dan tersebar menggunakan bahasa daerah. Lagu daerah berbahasa Jawa yang dikenal masyarakat, antara lain Ilir-ilir,  Sluku-sluku Batok, Gundul-gundul Pacul dan Cublak-cublak Suweng. Lagu–lagu ini juga dikategorikan sebagai tembang dolanan karena syair lagunya bernuansa lagu mainan anak-anak atau dolanan. Namun demikian, tembang dolanan ini memiliki nilai filosofis, dedaktis, dan bahkan nilai mistis.

Lagu Pop Jawa (Javanesse Pop Song) berakar dari lagu-lagu Jawa tradisional. Sejak tahun 1970-an Koes Plus memopulerkan lagu pop Jawa. Dari generasi ke generasi melalui suara Mus Mulyadi, Titiek Sandora, Didi Kempot hingga Denny Caknan dan sederetan penyanyi lagu pop Jawa terus berkembang.

Lagu pop Jawa bermula dari  lagu-lagu keroncong dan campur sari. Hadirnya alat-alat musik modern juga mewarnai perkembangan lagu pop Jawa.  Selain itu, lagu-lagu dengan warna dialek tertentu seperti lagu-lagu Banyuwangen, Tarling, dan Jula-juli Jawa Timuran juga sangat berpengaruh pada lagu pop Jawa.

Mistisisme Lagu Jawa

Ada kandungan mistis dalam lirik dan musik mengiringi lagu Jawa. Kandungan mistis dalam lagu Jawa sering disebut dengan kidung, antara  lain Kidung Tolak Balak, Sapu Jagad, Kalacakra Syech Subakir, Eyang Sabdopalon Nagih Janji, Mantram Gayatri, Kun Faya Kun, Asmara Wedha, Suluk Suryo Semi, Kidung Aksama, Kidung Asma Sejati, Kidung Reksabumi, Kidung Sesaji, Lingsir Wengi, Kapangku Kapang, Mantra Nyawiji, dan kidung-kidung lainnya.

Mistisme bertemali dengan kata mistik. Mistis artinya bersifat mistik dan mistisisme dapat diartikan sebagai ketertarikan pada hal-hal yang bersifat mistis, ghaib atau sesuatu yang tidak terjangkau oleh manusia. Secara ideologis, mistisisme Jawa dipahami sebagai sistemasi rangkaian konsep penghayatan mistik yang berorientasi pada diri orang Jawa.

Tentunya, mistisisme Jawa  hadir dari bagian kehidupan masyarakat Jawa. Bertautan dengan hal itu, hampir semua agama memenuhi hasrat manusia secara emosional. Ia mengalami dan merasakan dirinya sebagai makhluk yang menyatu dengan sang penguasa.

Kata mistik juga mengandung arti rahasia. Kata mistik sendiri artinya menutup mulut atau merahasiakan, keharuan pada kenyataan yang penuh dengan rahasia. Mistisisme Jawa hadir dalam wujud simbol-simbol, citra, dan ungkapan sebagai media penyampai pesan yang didasari oleh kepercayaan, mitologi, religi, magis, dan ilmu pengetahuan orang Jawa. Semua itu saling berdampingan, saling mempengaruhi, tumbuh menyatu dalam tradisi dan budaya Jawa. Mistik Jawa memiliki penekanan konsep pada penyatuan manusia pada Tuhannya atas penghayatan spiritual dan pencapaian kesempurnaan.

Memahami mistik Jawa tidak lepas dari pemahaman tentang filsafat Jawa. Keduanya disampaikan dalam berbagai genre bahasa dan sastra. Termasuk dalam genre lagu, misalnya dalam lagu pop Jawa. Di dalamnya termuat ungkapan-ungkapan, kiasan-kiasan, perlambangan, dan perenungan yang bersifat filosofis dan didaktis sebagaimana termuat dalam sastra piwulang.

Lagu Jawa bermuatan mistis Jawa memiliki diksi dan ungkapan yang mengintegrasikan makna yang mendalam pada Tuhan, hakikat manusia, alam semesta, dan kehidupannya, misalnya memuat konsep asal-asul, dari mana, dan ke mana manusia dan alam semesta diciptakan (sangkan paraning dumadi). Begitu juga dengan konsep mencari dan berupaya akan kesempurnaan hidup (ngudi kasampurnan)  dan pencapaian insan kamil (manunggaling kawula-Gusti).

Kesan mistis dalam lagu-lagu Jawa di sebagian telinga pendengar identik dengan kesan menyeramkan. Memang suara gamelan atau musik yang mengiringi lagu-lagu Jawa tertentu memiliki kekuatan mistis jika didengarkan. Tapi, itu merupakan khas kearifan lokal Jawa. Begitu juga dengan perasaan spiritual, rasa takut, dan merinding bagi sebagian orang muncul jika mendengarkan lagu-lagu Jawa tertentu atau tembang gending.

Apalagi jika gending dan tembang digunakan sebagai sebuah latar dalam film horor berlatar budaya Jawa dengan menjadikan lagu Jawa sebagai sarana ekspresi termasuk mantra, dukun, dupa, bunga, dan kemenyan. Sebagai contoh, ketika penyimak lagu Lingsir Wengi atau lagu Wahyu Kala Seba. Suasana dan lirik kedua lagu tersebut akan mempengaruhi pikiran yang didahului oleh kesan mistisisme dalam lagu-lagu Jawa.

Mistisisme lagu Jawa memberikan gambaran bawah sadar pendengarnya. Bagi pencinta lagu-lagu mistis Jawa, hal itu lumrah. Ada unsur yang menyatu dalam diri seseorang dengan alam bawah sadar dan kehidupannya dalam berbudaya.  Beberapa kidung mistis Jawa seperti Lingsir Wengi dan Wahyu Kalaseba dianggap sebagai genre kidung sakral tanah Jawa.

Genre kidung ditransformasikan ke dalam lagu-lagu mistik pop Jawa memberikan kesan kandungan spiritual yang menyatukan manusia dan penghayatan alam serta religiustasnya. Kidung sendiri merupakan suatu bentuk puisi lama/ Genre kidung berkembang sejak era sastra Jawa periode Tengahan. 

Sebagai turunan dari sastra Jawa Kuno bergenre Kakawin, genre kidung muncul dari masa Majapahit akhir. Sebagai puisi lama, bentuk kidung terikat  metrum yang ketat. Genre Kidung  memiliki  pola sajak (rima) dalam suatu bait, jumlah suku kata dalam satu baris, dan jumlah baris dalam satu bait. Sebagai salah satu ulasan mistisisme lagu pop Jawa, bisa dipertahikan isi dan estetika dari Kidung Reksabumi, berikut:

 

Kidung Reksabumi

Mamut rasa kamanungsan

Murangtata tamah lan durjana

Wanawasa jambul gundul

Sujanma tan bisa pinilaya

Giri geni mawinga-winga

Kuwanda awut mawut cecer

Reksa bumi ajek asri

Mindha among karsa sagotra

Raneh amlas asih tumrap marta

Watek nelendra kang enut abilasa

Mingkara hyang widhi jagad nata

Janalaka datan badha ladhu karma

 

Kidung Kidung Reksabumi yang dituturkan dalam bahasa Jawa ini,  selain memiliki nuansa mistis juga memiliki nuansa makna sebagai kritik sosial akibat ketidakseimbangan alam karena ulah penguasa yang tidak memperhatikan rasa kemanusiaan. Bencana alam terjadi sehingga banyak memakan korban. Hilang sudah rasa kemanusiaan pada penguasa. Banyak penguasa yang tidak sopan, serakah, dan jahat. Mereka juga membabat habis hutan sehingga banyak hutan yang gundul.

Mereka manusia tidak bisa dipercaya. Karena perbuatannya itu, gunung berapi marah besar. Terjadilah bencana alam sehingga mayat berjatuhan dan  berserakan. Seharusnya kita mampu menjaga alam agar tetap indah seperti menjaga rumah sekeluarga. Tetapi yang terjadi sebaliknya. Mereka para penguasa yang  tiada mempunyai belas kasih terhadap sesama manusia.  Sifat penguasa yang mengikuti hawa nafsu  melawan Tuhan penata alam. Bumi tidak seimbang, alam murka balasannya.

Tema Lagu Pop Jawa

Namun demikian, tidak semua lagu Jawa bertemakan mistis. Beragam tema banyak diusung dalam lagu pop Jawa. Oleh karena itu, lagu pop Jawa tetap digemari oleh banyak orang. Seperti hati ambyar merupakan bagian dari tema cinta yang diusung dalam lagu pop Jawa. Bergayut dengan itu, tema patah hati seperti yang dihadirkan dalam beberapa lagu yang dinyanyikan oleh Didi Kempot menduduki tempat yang lumayan dalam sederetan lagu-lagu pop Jawa.

Emosi dan ekspresi emosi dalam lagu seperti sedih, gembira, kecewa, bahagia dan  berbunga-bunga menjadi ungkapan yang bisa dinikmati melalui musik dan lirik lagu. Lagu bertema putus cinta, seperti dalam lirik lagu Ajur (Darboy Genk). Lagu ini berisi perjuangan lelaki yang tulus mempertahankan cintanya namun karena merasa disakiti terus akhirnya harus menyerah.

Lagu Dudu Jodhomu (Tasya Rosmala) mengisahkan keterpisahan dari perjalanan cinta sepasang kekasih karena banyak perbedaan yang membuat mereka merasa saling tersakiti hatinya. Cerita yang tidak berbeda seperti dihadirkan oleh Lusiana Malala X Andi Mbendol lagu berjudul Aku Ra Peduli, Lala Widy berjudul Penawar Rindu, lagu Pamit Kerjo (Joox) tentang seorang laki-laki yang pamit pergi merantau jauh ke kota demi bisa meminang kekasihnya. Ia berharap, sepulang dari kerja, ia bisa membuat kekasihnya lebih bahagia. (****) 

 

  

 

Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd., dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Kanjuruhan Malang dan Dewan Pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).

 

Tulisan ini telah disunting oleh Dr. Aris Wuryantoro, M.Hum, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas PGRI Madiun dan Dewan Pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).