Dedikasi Guru di Puncak Pengabdiannya  

Terima kasih ibu atas bimbingan dan arahannya selama ini, saya berhasil lolos ujian dan berhak menyandang guru tersertifikas.” Pesan tersebut masuk ke gawai saya.

Apr 7, 2024 - 04:42
Dedikasi Guru di Puncak Pengabdiannya   
Desy Rusmawaty

Oleh: Desy Rusmawaty

“Terima kasih ibu atas bimbingan dan arahannya selama ini, saya berhasil lolos ujian dan berhak menyandang guru tersertifikas.” Pesan tersebut masuk ke gawai saya. Ada perasaan haru, senang, dan bahagia membacanya. Bagaimana tidak, pesan ini datang dari seorang guru yang 5 tahun lagi akan menjalani purna tugasnya mengajar Bahasa Inggris di pulau Maratua, Berau Kalimantan Timur. Terkenang kembali bagaimana perjuangan jatuh bangun beliau agar bisa lulus dan menikmati tunjangan profesi guru di ujung tugasnya sebagai seorang guru. 

Bu Damai, begitu saya memanggilnya, mendedikasikan hidupnya mengajar di sekolah yang terletak di pulau Maratua. Salah satu pulau dari gugusan pulau yang terletak di kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Pulau Maratua bukanlah destinasi yang mudah dijangkau. Terpencil di antara lautan biru.

Akses ke pulau ini menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi. Tidak hanya itu kurangnya fasilitas dan sumber daya di sekolah membuat proses belajar mengajar menjadi lebih sulit. Saya teringat Bu Damai pernah bercerita bahwa ia harus menyewa genset agar bisa memenuhi tugas praktek mengajar.

Di desanya, listrik hanya menyala dari dari jam enam sore sampe jam lima pagi. Namun, bu Damai tidak menyerah. Dengan sederhana namun penuh semangat, ia terus berjuang untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa-siswanya. Keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan motivasi untuk menciptakan solusi kreatif dan inovatif.

Selain kendala sarana dan prasana, usia yang tidak lagi muda menjadi kendala tersendiri. Usia di mana seorang guru harusnya berada di zona nyaman dan menikmati masa menjelang purna tugas, tidak berlaku bagi Bu Damai. Berulang kali Bu Damai tertatih-tatih dalam menyelesaikan dan mengunggah tugas di platform LMS. Berulang kali beliau meminta maaf atas keterlambatan maupun kesederhanan tugas yang diunggah di platform. Berulang kali pula, saya dan teman-teman kelompok menguatkan dan menyemangati bu Damai.

Yang diinginkan Bu Damai sederhana sekali, menjelang masa purna tugasnya adalah meraih tunjangan profesi guru. Meskipun jumlahnya mungkin tidak seberapa besar, namun bagi seorang guru yang telah berjuang di tengah keterbatasan, tunjangan ini menjadi simbol penghargaan atas perjuangan dan dedikasinya.

Tunjangan profesi ini diberikan kepada guru yang telah mengikuti program PPG dan mendapatkan sertifikat atas kemampuan dan kinerja sebagai seorang guru. Pemberian tunjangan profesi ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan guru dan peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pendidikan.

Melalui PPG, guru dapat mengasah keterampilan dan pengetahuan mereka. Guru mendapat kesempatan untuk memperoleh wawasan baru tentang metode pengajaran, teknologi yang digunakan dalam pengajaran, dan berbagai macam strategi mengajar yang efektif, karena pada program PPG, guru berkesempatan untuk bertukar pikiran dan berdiskusi dengan guru-guru yang mengajar di penjuru negeri.

 

Mengapa seorang guru harus memiliki sertifikat pendidik. Berdasarkan Permendikbud nomor 4 tahun 2022, tentang petunjuk teknis pemberian tunjangan profesi, tunjang khusus, dan tambahan penghasilan guru aparatur sipil negara (ASN), guru adalah orang-orang yang menjadi pendidik profesional dengan tugas utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, menilai, melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah. Keprofesionalan seorang guru dibuktikan melalui sertifikat pendidik.

Akan tetapi perjalanan untuk meraih tunjangan profesi guru tidaklah mudah. Proses administratif yang rumit, persyaratan yang harus dipenuhi, dan jadwal yang padat di tengah-tengah tugas mengajar merupakan ujian tersendiri bagi guru. Bu Damai mengeluh mengikuti program PPG dalam jabatan memerlukan waktu dan usaha ekstra.

Beban kerja yang sudah padat dapat menjadi tantangan. Disamping itu, keterbatasan akses internet dan listrik menjadi kendala tersendiri dalam program PPG yang diberikan melalui moda dalam jaringan. Tak jarang, bu Damai harus menumpang di desa tetangga hanya untuk dapat mengikuti perkuliahan atau diskusi sinkronus melalui zoom. Semangat yang kuat dan support system yang mumpuni menjadi mantra tersendiri dalam menyelesaikan program PPG di usia yang sudah tidak muda lagi.

Kisah perjuangan Bu Damai adalah cermin dari realitas pendidikan di daerah terpencil di Indonesia. Masih banyak guru-guru di pelosok negeri yang dengan penuh dedikasi mengabdikan diri mereka untuk memberikan pendidikan berkualitas meski dihadapkan pada keterbatasan infrastruktur dan sumber daya. Oleh karena itu, pemerintah dan Masyarakat perlu memberikan perhatian lebih untuk menciptakan kondisi yang mendukung pengembangan pendidikan di daerah terluar.

Di ujung kisah, kita dapat menemukan inspirasi untuk terus mendukung dan menghargai peran guru dalam membentuk masa depan bangsa. Tunjangan profesi guru bukan hanya sekadar bonus, tetapi juga bentuk apresiasi atas perjuangan seorang guru.

Dalam meraih mimpi-mimpi kecil mereka, seperti tunjangan profesi, para guru di daerah terpencil seharusnya tidak sendirian. Keterlibatan masyarakat, pemerintah, dan seluruh elemen pendidikan menjadi kunci utama dalam mewujudkan sistem pendidikan yang inklusif dan merata di seluruh pelosok negeri.

 

Dr. Desy Rusmawaty adalah dosen Universitas Mulawarman

Editor: Wadji