Cara Mudah Belajar Matematika dengan Met-Before

Oleh: Dr. Rahaju, S.Pd., M.Pd.

Jul 24, 2023 - 18:37
Cara Mudah Belajar Matematika dengan Met-Before

Ungkapan “Pengalaman adalah guru terbaik” sering kita dengar dan kita gunakan, baik dalam memecahkan masalah sehari-hari maupun dalam pembelajaran. Implementasi ungkapan itu menjadi cara kita dalam menyikapi sesuatu didasarkan pada pengalaman sebelumnya. Dampak pengalaman sebelumnya terhadap pengalaman belajar baru dikemukakan oleh David Tall yang disebut met-before.

Gagasan met-before menjelaskan bagaimana pembelajaran baru dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya. Met-before adalah struktur mental seseorang yang dibentuk oleh pengalaman sebelumnya. Met-before berlaku pada semua pengetahuan seseorang sebagai akibat pengalaman sebelumnya, termasuk dalam bidang matematika.

Met-before ada yang bersifat mendukung pembelajaran baru, namun juga ada yang menghambatnya. Pengalaman sebelumnya yang bersifat mendukung pembelajaran baru, misalnya tiga buah apel ditambah tiga buah apel sama dengan enam buah apel. Contoh tersebut membentuk konsep 3 + 3 = 6. Selanjutnya, konsep ini diimplementasikan pada konteks lain, misalnya tiga pensil ditambah tiga pensil sama dengan enam pensil.

Konsep 3 + 3 = 6 dapat diperluas pada konteks-konteks lain, seperti pada satuan berat, satuan panjang, atau variabel. Pada konteks satuan berat: 3 kg gula ditambah 3 kg gula sama dengan  6 kg gula. Pada konteks satuan panjang dapat diilustrasikan seseorang menempuh perjalanan sejauh 3 km, kemudian melanjutkan perjalanan lagi sejauh 3 km, sehingga keseluruhan perjalanan orang tersebut sejauh 6 km. Pada variabel: 3p + 2q + 2q = 3p + 4q, demikian juga 3a + 2b +  4 + 3a + 4b + 5 = 6a + 6b + 9. Gagasan lama yang mendukung pengembangan kognitif pada konteks baru dengan cara masuk akal disebut supportive met-before.

Sebaliknya, pengalaman sebelumnya ada juga berpotensi menghambat pembelajaran baru atau perkembangan kognitif. Bahkan dapat menggagalkan pembelajar dalam mengontruksi konsep-konsep baru atau konsep yang sedang dipelajari. Pengalaman yang menghambat pembelajaran baru disebut problematic met-before.

Pemahaman 3 + 3 = 6 dan 1 + 1 = 2 dapat menjadi problematic met-before pada pembelajaran operasi penjumlahan pecahan. Contoh: merupakan pengembangan yang salah dari konsep sebelumnya. Penjumlahan pada pecahan tidak dilakukan dengan menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Dalam hal ini, penjumlahan pada bilangan asli tidak berlaku pada penjumlahan pada bilangan pecahan.

Pengalaman belajar matematika melalui hafalan cenderung menjadi problematic met-before. Peserta didik yang menghafalkan 3 ´ 2 = 6 tanpa memahami darimana nilai 6 berdampak tidak dapat menemukan hasilnya ketika lupa. Ia juga tidak dapat mengimplementasikan konsep tersebut dalam kehidupannya, misalnya: membaca petunjuk pada kemasan obat 3 ´ 2 tablet sehari.

Met-before dapat membentuk keyakinan matematika (math belief). Berbagai kesulitan belajar matematika, terutama kegagalan memahami konsep-konsep matematika pada jenjang sebelumnya membentuk keyakinan bahwa matematika itu sulit. Pengalaman belajar matematika dengan metode dan prosedur yang monoton juga membentuk keyakinan matematika membosankan.

Penyelesaian masalah dengan menggunakan rumus dan prosedur secara terus-menerus membentuk keyakinan bahwa masalah matematika harus diselesaikan dengan rumus dan prosedur. Oleh karena itu, jika tidak hafal rumus, maka tidak dapat menyelesaikan masalah. Dalam jangka panjang, peserta didik akan menganggap matematika adalah ilmu hafalan, bukan ilmu bernalar.

Masalah rutin adalah masalah yang dapat diselesaikan dengan menerapkan aturan dan prosedur yang kaku, prosedur yang sudah sangat dikenal peserta didik. Penyelesaian masalah rutin tidak membutuhkan analisis yang mendalam dan diselesaikan dengan pola yang sama secara terus-menerus. Pemberian masalah rutin secara terus menerus menguatkan bahwa penyelesaian masalah matematika mengikuti prosedur baku atau bersifat mekanis, sehingga menegaskan bahwa belajar matematika tidak lagi menekankan pada proses bernalar.

Met-before juga berpengaruh terhadap emosi. Peserta didik yang sering gagal dalam menyelesaikan masalah akan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Bahkan sebelum membaca masalah atau soal, peserta didik sudah merasa tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini akan sangat menghambat pengembangan kemampuan kognitif peserta didik.

Dalam suatu wawancara diperoleh informasi bahwa guru matematika sering mencubit dada peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan masalah. Hal ini juga menimbulkan trauma tersendiri dan membentuk keyakinan bahwa guru matematika itu galak. Rasa tidak suka terhadap guru dapat berdampak pada rasa tidak suka terhadap matematika.

Peserta didik yang bersemangat ketika akan mengikuti pelajaran matematika dapat dipengaruhi oleh pengalaman belajar matematika yang menyenangkan. Guru yang dapat menciptakan lingkungan belajar dan menggunakan metode belajar yang menyenangkan berpengaruh terhadap semangat belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru memegang peran penting dalam menciptakan pengalaman belajar yang menjadi supportive met-before.  

Secara umum, met-before mempunyai pengaruh yang sangat besar pada perkembangan kognitif, keyakinan matematika, dan emosi peserta didik. Keberhasilan belajar matematika juga dipengaruhi oleh keyakinan dan emosi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus memberikan pengalaman belajar matematika yang membentuk supportive met-before agar perkembangan kognitif peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika. Dengan membentuk supportive met-before belajar matematika menjadi mudah dan menyenangkan bagi peserta didik. (***)

Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Disunting oleh Dr. Umi Salamah, M.Pd Pengurus Perkumpulan Ilmuan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI), Dosen PPG IKIP Budi Utomo Malang.