Wartawan Malang Raya Tolak Revisi RUU Penyiaran

Seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan dibungkam. Karena justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi yang telah melahirkan UU no 40 tahun 1999 tentang pers

May 17, 2024 - 19:47
Wartawan Malang Raya Tolak Revisi RUU Penyiaran
Wartawan Malang Raya ketika melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Balai Kota Malang menolak revisi RUU Penyiaran

NUSADAILY.COM – MALANG – Wartawan se-Malang Raya melakukan aksi demo di depan Balai Kota Malang. Unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk sikap menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Ratusan wartawan lintas organisasi profesi baik Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) berkumpul dalam aksi demo tersebut.

Massa terlihat membawa beragam poster yang berisikan tentang penolakan revisi UU penyiaran.

"RUU Penyiaran = Pembungkaman Demokrasi," isi poster yang dibawa oleh massa demonstrasi pada Jumat (17/5/2024).

"Kebebasan Pers Amanah Konstitusi,"



Mereka melakukan orasi menyuarakan penolalan revisi UU penyiaran. Aksi tersebut kemudian dilanjutkan dengan berjalan mundur dari depan Balai Kota Malang menuju Gedung DPRD Kota Malang.

Aksi jalan mundur itu dilakukan sebagai bentuk penanda mundurnya demokrasi dengan adanya revisi UU penyiaran.

Korlap aksi sekaligus Ketua AJI Malang Benni Indo menegaskan aksi ini dilakukan karena massa menilai revisi Undang-Undang penyiaran dinilai sangat menyesatkan dan dianggap sebagai upaya pembungkaman pers.

"Seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan dibungkam. Karena justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi yang telah melahirkan UU no 40 tahun 1999 tentang pers," ujar Benni, Jumat (17/5).

"Kalau kita cermati seksama sebetulnya gak hanya pelarangan terhadap liputan investigasi tapi ada tumpang tindih penyelesaian sengketa pers. Ini nanti akan berpotensi untuk mereduksi demokrasi dan kemerdekaan pers di Indonesia," sambungnya.

Dalam aksi itu massa mengeluarkan pernyataan sikap yang berisikan beberapa poin yakni,

1. Menolak pasal bermasalah RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers.
2. Menolak tumpang tindih penyelesaian sengketa pers yang bertentangan dengan UU Pers dan Peraturan Dewan Pers.
3. Hapus, usut tuntas, dan adili segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis, khususnya dan rakyat sipil pada umumnya.
4. Hentikan segala bentuk kriminalisasi jurnalis, aktivis, dan seluruh rakyat sipil lainnya.
5. Wujudkan dan lindungi kemerdekaan pers nasional, pers mahasiswa, dan pers internasional di Indonesia.
6. Wujudkan kebebasan berserikat, berkumpul, berorganisasi, dan menyatakan pendapat di muka umum.
7. Wujudkan kesejahteraan buruh media dan upah layak.
8. Jurnalis berkomitmen tetap melakukan tugas-tugas jurnalistik untuk publik.

Ketua IJTI Malang Raya Moch Tiawan menambahkan terdapat sejumlah pasal yang menjadi kontroversi dalam RUU penyiaran. Salah satunya adalah pasal 50B ayat dua huruf K, yang dinilai memiliki banyak tafsiran.

Terlebih adanya pasal penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ambigu ini berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis.

"Kita akan mengirim surat rekomendasi kepada DPRD se-Malang Raya. Agar rekomendasi itu diteruskan ke DPR RI," tandasnya. (wan)