Wapres Sebut Industri Tekstil Bisa Mati soal Baju Impor Bekas

Menurutnya, impor pakaian bekas tersebut sangat mengganggu industri dalam negeri. Jika dibiarkan saja, industri lokal bisa terbunuh.

Mar 21, 2023 - 01:13
Wapres Sebut Industri Tekstil Bisa Mati soal Baju Impor Bekas
Wapres Ma'ruf Amin mengungkapkan alasan pemerintah melarang ekspor pakaian bekas adalah demi kesehatan masyarakat dan melindungi industri dalam negeri.

NUSADAILY.COM - JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengungkapkan alasan pemerintah melarang impor pakaian bekas adalah demi kesehatan masyarakat dan melindungi industri tekstil dalam negeri.

Menurutnya, impor pakaian bekas tersebut sangat mengganggu industri dalam negeri. Jika dibiarkan saja, industri lokal bisa terbunuh.

BACA JUGA : Polisi Berhasil Bongkar Sindikat Penyelundupan Impor Pakaian...

"Impor baju bekas itu membahayakan industri nasional kita, industri tekstil kita. Nanti produk-produk dalam negeri terganggu kalau ada impor pakaian bekas. Industri tekstil kita bisa terganggu dan mati," ujarnya di Riau yang ditayangkan melalui youtube Wapres RI, Senin (20/3).

Selain itu, ia menilai tak ada jaminan kebersihan pada pakaian bekas impor tersebut. Sehingga dikhawatirkan bisa menyebabkan masalah kesehatan bagi pemakainya.

"Di samping itu juga ada hal-hal lain dianggapnya, meski nggak potensial, seperti kurang kebersihan, kesehatannya. Kemudian juga tidak baiklah lah," jelasnya.

BACA JUGA : Polisi Berhasil Bongkar Sindikat Penyelundupan Impor Pakaian...

Ma'ruf tak lupa mengimbau masyarakat mulai sekarang membeli pakaian produksi lokal saja. Harganya juga terjangkau dan masih baru.

"Jadi kita sedang menggiatkan bangga produk sendiri. Saya kira Pak Presiden sudah katakan itu ya, kita majukan industri dalam negeri dan beli produk dalam negeri," jelasnya.

Berdasarkan data Bea Cukai, pada 2022 volume impor pakaian bekas (dengan HS Code 63090000) memang melonjak hingga 227,75 persen menjadi 26,22 ton dibanding tahun sebelumnya yang hanya 8 ton, dengan nilai devisa impor sejumlah US$272.146 atau setara Rp4,21 miliar.(lal)