Kasus Sengketa Rumah 'Menguap', Pengusaha Asal Kota Malang Mengadu ke Menkopolhukam dan Mabes Polri

Jul 18, 2023 - 06:08
Kasus Sengketa Rumah 'Menguap', Pengusaha Asal Kota Malang Mengadu ke Menkopolhukam dan Mabes Polri
Pengecekan aset bangunan yang diklaim milik Tonny Hendrawan Tanjung (diduga dijual oleh CH kepada CA) bersama pihak Kepolisian di Manahan, Solo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.

NUSADAILY.COM - MALANG - Pengusaha asal Kota Malang, Jawa Timur yakni Tonny Hendrawan Tanjung (64) mengadukan kasus sengketa aset rumah yang diklaim miliknya ke Menkopolhukam dan Mabes Polri.

 

Tonny mengungkapkan, bahwa dirinya selama ini terus berjuang untuk mendapatkan haknya. Dia mengadukan kasusnya ke Menkopolhukam dan Mabes Polri pada 7 April 2023.

 

Sejauh ini, perjuangannya pun mulai mendapat hasil. Kasusnya itu mendapatkan tanggapan dari Mabes Polri berupa Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D).

 

Dia juga menyampaikan, bahwa penyidik sudah memintai keterangan saksi ahli dari Universitas Gajahmada (UGM) bagian kenotariatan dan pidana dalam menangani kasusnya.

 

"Dimana kasus tersebut saat ini sedang dalam pengawasan Wasidik Bareskrim Mabes Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA) serta Komisi Yudisial (KY). Atas atensi dari semua pihak, saya ucapkan terimakasih," kata Tonny pada Senin (17/7/2023).

 

Dia berharap, dirinya bisa mendapatkan keadilan dan kebenaran sesuai dengan fakta yang ada.

 

"Supaya hukum tidak bisa dimainkan oleh kekuatan uang," katanya.

 

Tonny juga telah melaporkan oknum notaris asal Kota Solo, Jawa Tengah berinisial ASD ke Mabes Polri. Laporan itu dilayangkan atas dugaan pemalsuan surat pernyataan yang digunakan dalam proses pembuatan Akta Jual Beli (AJB) aset milik Tonny di Manahan, Solo, Jawa Tengah.

 

ASD diduga memalsukan surat pernyataan atas aset milik Tonny yang saat diklaim senilai Rp 60 miliar.

 

Kasus tersebut hingga dilaporkan ke Bareskrim polri dengan LP Nomor LP/B/34/III/2023/SPKT/ Bareskrim Polri tanggal 29 Maret 2023 tentang tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 263 KUHP.

 

Perkara tersebut kemudian dilimpahkan dari Bareskrim Polri ke Polda Jawa Tengah dengan surat pelimpahan laporan polisi Nomor : B/3601/IV/RES 7.4./2023/ Bareskrim.

 

Kronologi kejadian tersebut, berawal dari Tonny meminjam uang senilai Rp 3,5 miliar kepada kakak Iparnya berinisial CH untuk keperluan usaha. Diketahui, CH dikenal sebagai pengusaha bawang putih asal Kota Batu, Jawa Timur.

 

Jaminan yang diberikan merupakan aset milik Tonny berupa sebuah bangunan rumah beserta tanah seluas 864 meter persegi di Jalan Adi Sucipto, Manahan, Solo, Jawa Tengah.

 

Dalam perjalanannya, aset Tonny diduga dijual oleh CH kepada pengusaha wanita asal Solo, Jawa Tengah berinisial CA dengan harga Rp 17,5 miliar. Proses jual - beli rumah tersebut tercatat dibuat di notaris ASD dan sebagai pihak yang mengeluarkan AJB.

 

Namun, dalam transaksi akad jual - beli rumah tersebut hanya dihargai Rp 5 miliar. Padahal, keterangan kwitansi di dalam transaksi itu yang diketahuinya dengan harga Rp 17,5 miliar antara CH ke CA.

 

"Artinya, ada dugaan permufakatan dari notaris penjual dan pembeli untuk penggelapan pajaknya," katanya.

 

Tonny menduga, notaris ASD sebagai fasilitator permufakatan jahat antara CH dan CA mengeluarkan surat keterangan yang diduga palsu. Sebab, Tonny merasa tidak pernah membuat surat pernyataan yang isinya seolah-olah dirinya tidak akan menggugat dan melakukan perbuatan hukum.

 

"Saya tidak pernah membuat, apalagi tanda tangan surat pernyataan  apapun dalam transaksi aset saya yang dijual itu (oleh CH kepada CA). Saya melaporkan pihak notaris yang bersangkutan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat keterangan atas nama saya," katanya.

 

Surat Keterangan yang dipalsukan itu, kata dia, baru diketahui saat sidang gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada November 2021. Surat tersebut digunakan CA sebagai pihak tergugat tiga melalui pengacaranya untuk alat bukti meyakinkan hakim dengan tujuan menggugurkan gugatannya di PN Surabaya.

 

"Pada persidangan 19 Agustus 2021 di PN Surabaya yang diterangkan oleh tergugat tiga, bahwa surat pernyataan tersebut juga sudah dimasukkan didalam minuta Akta AJB yang dibuat oleh notaris (ASD) tertanggal 25 September 2014," katanya.

 

"Berkali kali saya katakan, saya tidak pernah membuat atau menandatangani surat pernyataan apapun kepada siapapun untuk menjual rumah di Solo," tambahnya.

 

Lebih lanjut, Tonny juga sudah melaporkan CH ke Polisi sebanyak dua kali. Pertama, pada Januari 2018 di Polda Jatim dan kedua, pada 2021 di Polrestabes Surabaya atas dugaan penipuan dan penggelapan.

 

"Sudah ada surat penyidikan SPDP kepada Kejaksaan Negeri Tanjung Perak. Saat ini Polrestabes Surabaya sudah memblokir akses rumah di Manahan dan penyidik Polrestabes juga sudah ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Manahan, Solo, pada Rabu (12/07/2023) lalu," katanya.

 

Sebelumnya, CH juga dituding memberikan keterangan dan sumpah palsu dalam persidangan kasus rumah miliknya yang menjadi aset sengketa. Tonny menduga adanya kecurangan dan suap dalam sidang kasusnya.

 

"Saya sudah lapor ke Polda Jatim, dengan terlapor yang bersangkutan (CH). Dimana dalam laporan saya, yang bersangkutan memberikan keterangan palsu di persidangan serta laporan saya ke Polrestabes Surabaya dugaan penipuan atau penggelapan dan memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik," katanya.

 

Saat itu, dirinya sebagai pelapor, dan saksi serta terlapor juga sudah diperiksa. Namun, hingga berjalannya waktu, sempat tidak ada kabar baik dari laporannya. Kemudian, laporannya mulai ada titik terang pada 5 Oktober 2019 melalui Kapolresta Malang saat itu, AKBP Doni Alexander.

 

"Saya dipanggil beliau (AKBP Doni Alexander) ke kantornya, beliau bertanya terkait pengaduan saya sudah sampai mana, intinya untuk segera mengadakan gelar perkara pada 7 Oktober 2019," katanya.

 

Dalam kasusnya, Tonny juga pernah mengajukan Pra Peradilan.

 

"Awalnya saya minta SP3, namun berbelit dengan alasan sudah dikirim, ternyata belum. Bahkan sampai sekarang saya tidak tahu bentuk SP3 itu seperti apa. Akhirnya pada tahun 2020 saya Pra Peradilan ke PN Surabaya," katanya.

 

Tonny mengaku bersyukur, bahwa hakim menyatakan adanya dua alat bukti sah sebagai kasus pidana dalam putusan Pra Peradilan. Namun, putusan tersebut hingga saat ini belum juga terlaksana.

 

"Hakim bilang ada dua alat bukti yang sah dan meyakinkan, yaitu bukti transfer sebanyak Rp 3 miliar ke saudara CH dan adanya surat pernyataan dari CH yang menerima dan menyatakan telah terima uang pelunasan dan segera mencabut perkara," katanya. (oer/wan)