Kampanye untuk Siapa

Oleh: Dr. Mangihut Siregar, M.Si.

Jan 14, 2024 - 09:48
Kampanye untuk Siapa

AKHIR-akhir ini, masyarakat kita terfokus pada hiruk-pikuk kampanye politik. Tidak ada hari yang luput dari pemberitaan ini. Hampir semua media baik media cetak, media elektronik, dan media sosial memberitakan kampanye yang dilaksanakan para capres dan cawapres. Selain capres dan cawapres, kampanye juga dilakukan tim pemenangan dan juga mereka yang menamakan dirinya sebagai sukarelawan. Metode yang dilakukan berbagai macam, mulai dari jalan santai, pemberian baksos, blusukan ke pasar-pasar, dll. Semua ini dilakukan para calon dan tim sukses untuk menarik simpati pemilih.

 

 

            Menurut PKPU Nomor 15 Tahun 2023, kampanye pemilu adalah kegiatan yang dilaksanakan para peserta pemilu atau pihak perwakilan peserta untuk meyakinkan pemilih melalui penyampaian visi, misi, program, dan citra diri peserta pemilu. Kampanye dilakukan secara serentak mulai dari capres/cawapres, DPD, DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Dalam praktiknya, kampanye DPD dan DPR kalah gaungnya dibanding dengan kampanye capres dan cawapres.

 

 

            Untuk mengatasi hal ini, para caleg memperkenalkan dirinya melalui poster, baliho, spanduk, dll. Mereka menghiasi pinggir-pinggir jalan raya dengan gaya yang memesona. Hampir tidak ada pinggir jalan di negeri ini yang tidak dihiasi oleh alat peraga para capres/cawapres dan juga calon legislator kita. Kita tidak tahu berapa banyak biaya yang dikeluarkan mereka para calon untuk kampanye. Selain menggantungkan foto-foto dirinya di pinggir jalan, tidak sedikit yang membagi-bagikan sembako, sesuatu barang tertentu, bahkan membagi-bagikan uang tunai kepada masyarakat dengan satu tujuan demi suara rakyat.

 

 

            Masyarakat miskin sangat senang atas pemberian sesuatu yang tidak seberapa harganya oleh para capres/cawapres dan caleg maupun tim suksesnya. Mereka beranggapan bahwa dengan adanya kampanye, masyarakat miskin dipandang sangat berharga karena dikunjungi beberapa calon pemimpin atau tim suksesnya serta mendapatkan sesuatu berupa gula, beras atau uang tunai. Masyarakat tidak menyadari bahwa harga suaranya atau mungkin terlampau kasar kita sebut harga dirinya senilai harga yang diterima dari mereka yang akan menjadi pemimpin di negeri ini.

 

 

            Para calon berperilaku orang dermawan karena mau memberikan sesuatu kepada masyarakat. Orang yang tidak pernah melakukan ibadah agama akan dipoles menjadi yang sangat taat beribadah. Orang yang tidak pernah ke pasar tradisional atau duduk santai bersama para nelayan, petani kecil, dalam waktu sekejap akan dicitrakan sebagai pembela wong cilik. Seakan-akan melalui kemenangan calon pemimpin, mereka yang disematkan kaum marginal akan terangkat taraf kehidupannya.

 

 

            Sepintas kelihatannya pemilu dan kampanye merupakan pesta rakyat. Disebut pesta rakyat karena mereka dicari dan diperbincangkan. Apa pun akan dilakukan oleh mereka yang berkonstestasi dalam pemilu. Mereka menghipnotis rakyat akan mengatasi segala permasalahan rakyat jika nantinya menang dalam pemilu. Materi yang mereka gelontorkan dengan jumlah yang tidak terbatas menjadi pembenaran untuk mengangkat harkat masyarakat tertindas.

 

 

            Yang menjadi pertanyaan, kampanye itu sebenarnya untuk siapa? Dalam PKPU dengan jelas dikatakan bahwa kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih melalui penyampaian visi, misi, program, dan citra diri peserta pemilu. Melalui kampanye, masyarakat akan mengenal dan mengetahui apa visi, misi, bahkan program yang akan dilakukan apabila terpilih menjadi pemimpin. Pemilih akan mengenal bahkan mengetahui secara mendalam rekam jejak para calon yang bertarung pada pemilu yang dilakukan secara serentak.

 

 

            Dalam praktiknya, kampanye yang diinginkan masyarakat bukanlah mendengarkan visi, misi, dan program yang akan diusung setiap mereka yang berkonstestasi, melainkan apa yang didapatkan rakyat (materi yang diberikan calon) sewaktu mengikuti kampanye. Rakyat sudah terlampau lama mendapatkan pembodohan dari mereka yang mengumbar janji kampanye, tetapi setelah menduduki kekuasaan, visi, misi dan program akan dipinggirkan. Program yang utama dan yang pertama dilakukan adalah cara mengembalikan modal yang sudah habis selama kampanye. Selain program mengembalikan modal yang sudah habis, program kedua yaitu mencari untung untuk modal kampanye periode selanjutnya.

 

 

            Pembodohan masyarakat setiap musim kampanye sudah menjadi tradisi elite politik kita. Rakyat mengamini perilaku ini bahkan sudah menjadi tindakan yang hegemonik pada setiap pemilu. Masihkah kita membiarkan tindakan jahat ini terus berlangsung? Sudah saatnya kita melakukan konter hegemoni dengan menyatakan tidak akan memilih terhadap setiap calon yang berkonstestasi dengan cara money politik. Karena setiap perilaku money politik akan berdampak terhadap penindasan dan penipuan rakyat.

            Apakah masyarakat kita sudah sanggup mengikuti kampanye yang benar? Kampanye yang benar yaitu menilai visi, misi, dan program calon pemimpin tanpa mengharapkan pemberian sesuatu materi? Jika ini yang terjadi, maka rakyat mengalami kenaikan kelas dan kampanye bukan hanya milik elite politik, melainkan menjadi milik bersama. Rakyat akan memilih pemimpinnya yang pro rakyat, dan pemimpin akan memperjuangkan kepentingan bersama bukan kepentingan diri dan kelompoknya lagi. Jika ini yang terjadi, maka pemilu dan kampanye benar-benar pesta rakyat. Kapankah ini terjadi? Semoga dapat kita mulai sejak sekarang! (****)

 

 

Dr. Mangihut Siregar, M.Si. adalah Dekan FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan Pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd., dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus PISHI.