Waduh! Sekte Sesat Kristen 'Menjamur' di Korea Selatan

Pastor Jo, pendiri Bareunmedia, perusahaan yang membantu mengedukasi masyarakat mengenai sekte-sekte sesat di Korsel, mengatakan tekanan hidup yang begitu tinggi di Korsel menjadi salah satu alasan menjamurnya sekte sesat di negara ini.

May 4, 2024 - 07:27
Waduh! Sekte Sesat Kristen 'Menjamur' di Korea Selatan
Ilustrasi

NUSADAILY.COM – SEOUL - Sekte atau Kultus Dahn World belakangan gegerkan dunia hiburan Korea Selatan K-pop setelah pemimpin agensi HYBE, Bang Si Hyuk, dirumorkan terkait dengan sekte ini.

HYBE merupakan salah satu agensi musik besar di Korea Selatan yang menaungi sejumlah manajemen grup musik ternama seperti NewJeans, Le Sserafim, hingga BTS.

Isu Bang Si Hyuk terkait sekte ini mengemuka di saat perseteruan antara Bang Si Hyuk dan CEO ADOR, Min Hee Jin, makin panas.

ADOR merupakan anak perusahaan HYBE sekaligus agensi yang menaungi NewJeans.

Ada dugaan Min Hee Jin berniat mengambil alih ADOR hingga sejumlah dugaan plagiarisme terkait dengan NewJeans.

Menurut rumor, Bang Si Hyuk memiliki hubungan dekat dengan pendiri Dahn World, Ilchi Lee.

Keduanya dituduh menyebarkan paham sekte melalui konsep musik dari para grup band yang tergabung di agensi HYBE.

Kenapa sekte sesat Kristen marak di Korea Selatan?

Pastor Jo, pendiri Bareunmedia, perusahaan yang membantu mengedukasi masyarakat mengenai sekte-sekte sesat di Korsel, mengatakan tekanan hidup yang begitu tinggi di Korsel menjadi salah satu alasan menjamurnya sekte sesat di negara ini.

Jo mengatakan sekte-sekte tersebut menawarkan rasa aman, di mana masyarakat Korsel bisa merasa memiliki dan bergantung.

"Kita tak bisa memungkiri bahwa kelompok-kelompok ini menawarkan komunitas dan rasa memiliki di saat negara kami mencatat angka bunuh diri yang tinggi di antara negara OECD dan orang kecanduan bekerja atau belajar," katanya kepada South China Morning Post.

Menurut Jo, orang-orang yang mengikuti sekte memiliki ciri-ciri psikologis yang sama dengan pecandu narkoba.

"Dalam penanganan kecanduan, para ahli sepakat bahwa faktor paling penting dalam proses penyembuhannya adalah menemukan komunitas," ucap Jo.

Tawaran ini pun terasa bagai oase di saat gereja dan masyarakat umum di Korsel tak bisa memberikan bentuk komunitas yang dibutuhkan bagi para "pecandu" tersebut.

"Ini bisa menjadi alasan orang ikut gereja sesat," tutur Jo.

Jo mengatakan ikatan di sekte-sekte sesat juga semakin kuat karena para anggotanya rata-rata memiliki permasalahan yang sama, yakni persekusi dari masyarakat, gereja, bahkan dari keluarga atau teman sendiri.

"Jadi, tak bisa dihindari, ikatan mereka akan makin kuat ketika mereka diserang dari luar," ujar Jo.

Namun jika ditilik lebih jauh, ketergantungan warga Korsel terhadap sekte-sekte sesat sebenarnya sudah terjadi sejak lama.

Profesor pakar sekte Korsel dari Universitas Presbiterian Busan, Tark Ji-il, mengungkap akar sekte-sekte sesat di Korsel bertumbuh di tiga periode kesulitan, yakni saat pendudukan Jepang, Perang Korea, dan masa kepemimpinan diktator militer di pertengahan 1970 hingga 1980-an.

Tark mengatakan di dua periode pertama, hidup sangat sulit dan tak stabil, sehingga sekte-sekte keagamaan populer karena menawarkan pelipur lara.

"Tepat setelah 1931, tampak sangat sulit untuk lepas dari pendudukan Jepang jadi mereka fokus pada Yesus Kristus, yang menderita di kayu salib, jadi semacam mistisisme," ucap Tark kepada The Diplomat.

Warga Korea Selatan juga mulai membutuhkan kepastian di masa-masa tersebut. Sekte sesat pun hadir menawarkan kepastian bagi mereka.

Pengamat aliran-aliran sesat di Korsel, Peter Daley, menyatakan ajaran sekte di sana tak pernah ambigu sehingga anggotanya mendapatkan kepastian.

"Kelompok-kelompok ini tak punya ranah abu-abu. Semuanya pasti, seperti, 'Ya, orang ini mesias. Ya, jika kalian mengikuti dia, kalian akan masuk surga,'" ucap Daley.

"Beberapa orang merasa kelompok-kelompok besar terkadang tak membuat klaim-klaim besar seperti ini, jadi ketika satu kelompok membawa jawaban 'a' atau 'b' atau 'c' secara pasti, akan menarik," lanjut dia.

Setelah merdeka dari masa perang, kehidupan di Korsel kembali kelam di bawah pimpinan rezim militer. Saat itu, gereja-gereja Protestan menyuarakan sentimen anti-diktator.

Di sisi lain, sejumlah sekte sesat justru mendukung pemerintah. Karenanya, sekte-sekte itu tumbuh pesat dan terus menjalar hingga kini.(han)