Tafsir Politik Megawati-SBY Satu Meja di G20, Pengamat: Tak Akan Ubah Peta Politik Indonesia
Ujang mengatakan panggung depan dan belakang politik memang biasa menampilkan hal yang berbeda. Menurutnya, politikus biasa tampil saling merangkul di hadapan publik tapi saling menghajar di belakang layar.
NUSADAILY.COM – NUSA DUA – Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, bertemu, keduanya saling memberi salam menjura (membungkukkan badan sambil menangkup tangan) dan duduk di satu meja di acara makan malam KTT G20 itu.
Meskipun mereka satu meja bersama para mantan Wakil Presiden RI lain, momen itu tetap tak biasa karena SBY dan Mega memiliki hubungan yang kurang baik sejak penyelenggaraan Pemilu 2004.
Momen tak biasa antartokoh nasional mewarnai pagelaran acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
Publik pun mulai mengaitkan momen tak bisa itu dengan kemungkinan SBY dan Mega membawa masing-masing partai politik (parpol) pimpinan untuk berkoalisi menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sebagai informasi, SBY merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, sedangkan Mega adalah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dan, masing-masing 'anak buah' SBY dan Mega merespons positif pertemuan yang terjadi di makan malam KTT G20 pada Selasa (5/11) di Bali itu.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyebut kebersamaan para mantan presiden dan wakil presiden pada jamuan makan malam di acara G20 Bali membawa pesan damai untuk kontestasi Pemilu 2024.
Menurut Syarief, semua pihak termasuk parpol ingin kedamaian jelang Pemilu dan Pilpres 2024. Dia meyakini semua pihak mestinya mendukung demi kepentingan Bangsa dan negara.
"Kita semua menginginkan itu semua partai politik nasional menginginkan bahwa pemilu 2024," kata Syarief di kompleks parlemen, Rabu (16/11).
Sementara itu, politikus PDIP Masinton Pasaribu berkata momen bersama antara SBY dan Mega terjadi secara spontan sebagai sesama mantan presiden. Keduanya datang sebagai undangan bersama para mantan wakil presiden seperti Jusuf Kalla, Hamzah Haz, dan Try Sutrisno lalu duduk satu meja.
Namun, Masinton memandang kebersamaan tersebut baik untuk mencegah polarisasi di tengah masyarakat.
"Para pemimpin elite kita ternyata bisa duduk bareng. Maka di masyarakat jangan sampai terbawa suasana politik keterbelahan," katanya.
Tak Ubah Peta Politik Tanah Air
Para pengamat politik pun melihat duduk satu mejanya SBY dan Megawati itu dengan respons positif.
Salah satu yang memandang positif adalah pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin.
Meskipun demikian, dia memperkirakan pertemuan yang berlangsung hangat pada malam itu di Bali tidak akan mengubah peta politik di Indonesia jelang 2024.
Menurutnya, langkah SBY dan Mega duduk satu meja merupakan hal yang memang seharusnya terjadi dalam sebuah acara kenegaraan bertaraf internasional.
"Tanda bagus, positif, walau belum tentu kenyataannya mereka sudah akrab sudah akur. Satu meja itu, protokoler. Ketentuan, biasanya kursinya ada namanya yang sudah ditulis," ucap Ujang.
"Apakah akan ubah lanskap politik Indonesia, [jawabnya] tidak," imbuhnya.
Menurutnya, SBY akan tetap melakukan manuver politik untuk memuluskan langkah politik putra sulungnya yang kini menjabat Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Sementara itu, lanjut Ujang, Mega akan tetap berjuang bersama PDIP untuk memenangkan kembali kontestasi pemilu di 2024 mendatang.
Menurut Ujang, masing-masing kepentingan SBY dan Mega belum bisa bertemu di satu titik yang sama.
"Duduk satu meja itu belum ubah lanskap politik di Indonesia, masih jalan masing-masing, masih punya kepentingan masing-masing. Masih belum ketemu terkait kepentingan masing-masing itu," katanya.
Ujang mengatakan panggung depan dan belakang politik memang biasa menampilkan hal yang berbeda. Menurutnya, politikus biasa tampil saling merangkul di hadapan publik tapi saling menghajar di belakang layar.
Ujang menambahkan, masih ada jarak dan hati yang terluka akibat Pemilu 2004 di dalam hubungan SBY dan Mega. Menurutnya, hal itu kemudian membuat Partai Demokrat dan PDIP sulit membangun koalisi untuk menghadapi Pemilu 2024.
"Pemilu 2024 tidak akan ketemu, masih ada jarak, masih ada hati yang terluka yang saat ini belum bisa memaafkan persoalan politik di 2004," katanya.
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo mengatakan pertemuan hangat yang terjadi antara SBY dan Mega memperlihatkan bahwa dinmaika politik di Indonesia masih bisa terus terjadi serta bergeser ke mana saja.
Menurutnya, pintu koalisi antarparpol kini semakin terbuka.
"Itu berarti dinamika politik di Indonesia bisa bergeser ke mana saja, semakin dinamis, termasuk siapa bisa berkoalisi dengan siapa," kata Kunto.
Ia juga menyatakan, pertemuan hangat yang terjadi antara SBY dan Mega merupakan tanda yang baik bagi politik Indonesia. Menurutnya, elite parpol di Indonesia terlihat berupaya menurunkan tensi jelang Pemilu 2024.
"Pertentangan antara elite politik itu sudah mereda dan kemudian dengan gesture duduk bareng makan malam bersama akan mengurang tensi menuju 2024," ucap dia.
Di luar PDIP dan Demokrat, petinggi partai lain pun merespons positif satu mejanya SBY dan Megawati di Bali pada Selasa malam lalu.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menyebut pertemuan satu meja para mantan presiden dan wakil presiden dalam jamuan makan malam G20 di Bali merupakan momen bersejarah.
"Jadi berkah G20 ini kita melihat bahwa pemimpin-pemimpin bangsa kita dapat duduk dalam satu meja di momen bersejarah bagi bangsa Indonesia," kata dia di kompleks parlemen, Rabu (16/12).
Menurut Dasco, pertemuan tersebut menunjukkan mereka lebih mementingkan kepentingan bersama di banding kepentingan lain.
Wakil Ketua DPR itu enggan berkomentar lebih jauh soal tafsir lain di balik pertemuan tersebut, terutama kehadiran Mega dan SBY yang duduk satu meja. Dia menegaskan itu adalah domain masing-masing partai.
Namun, dia berharap agar pertemuan itu terus berlanjut dengan menghadirkan suasa politik yang sejuk di Pilpres dan Pemilu 2024.
"Saya pikir saya tidak berkomentar lebih lanjut, tapi saya sangat menyukuri bahwa para pemimpin kita itu bisa duduk satu meja," kata Dasco.
Dalam foto, SBY dan Megawati duduk satu meja bersama sejumlah mantan wakil presiden RI (Try Sutrisno, Hamzah Haz, dan Jusuf Kalla), serta Ketua DPR Puan Maharani saat jamuan makan malam G20 di Nusa dua, Bali, Selasa (16/11) malam. Keduanya duduk berhadapan melingkari sebuah meja jamuan makan malam berbentuk bundar.
Apakah momen itu menjadi sinyal rekonsiliasi Megawati dan SBY? Politikus PDIP yang pernah menjadi Sekretaris Militer Presiden di era Megawati dan SBY, TB Hasanuddin belum mau berkomentar terlalu jauh.
"Saya enggak bicara [rekonsiliasi Mega-SBY], jangan terlalu jauh," katanya di kompleks parlemen, Rabu (16/11).
Kendati demikian Hasan mengapresiasi kehadiran SBY dan Megawati dan duduk bersama.
"Suasana yang sejuk para pemimpin siapapun penting bisa berkumpul ngobrol bersama," kata Hasan
Anggota Komisi I DPR itu juga menyebut bahwa momen kebersamaan mereka menjadi harapan pemilu dan agenda strategis nasional ke depan akan berjalan damai.(han)