People Power Tidak Dilarang

Jan 18, 2024 - 11:27
People Power Tidak Dilarang

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ramai-ramai para tokoh nasional mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi sosial, politik, ekonomi, dan demokrasi terkini. Mereka yang terdiri dari  purnawirawan TNI, politisi, pengamat politik, pengamat ekonomi, pakar hukum, akademisi, dan mahasiswa koor menyatakan rezim Jokowi harus berakhir.

 

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyatakan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini sudah memprihatinkan dan tidak bisa ditolerir lagi. Solusinya adalah kekuatan rakyat untuk meminta pertanggungjawaban presiden.

 

"People power itu tidak dilarang," kata Abraham dalam sebuah diskusi publik bertema "Selamatkan Pemilu yang Demokratis," dengan menghadirkan pembicara antara Dr. Ikrar Nusa Bhakti (Pengamat Politik), Ubedilah Badrun (Ketua Prodi Ilmu Sosiologi UNJ), dan Ishak Rafick (Penulis) dengan dipandu oleh Hersubeno Arief dari FNN, Sabtu  (13/01/2024)

 

Abraham mengisahkan pertemuannya dengan Najib Razak di Malaysia. Ia menanyakan bagaimana Malaysia bisa cepat maju, dimana pada tahun 1988 banyak mahasiswa Malaysia yang berkuliah di  Indonesia.

 

Mengutip Najib, Abraham Samad menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam hanya bisa dikerjakan oleh bumi putera. Ada proteksi dari negara terhadap pribumi.

 

Atas previlage ini kata Abraham lantas PBB minta direvisi UU tersebut karena melanggar HAM, akan tetapi Najib bisa mempertahankan UU  tersebut, karena untuk melindungi kelompok rentan, bukan proteksi.

 

Kalau negara krisis, kata Abraham,  Najib Razak mengundang 50 orang terkaya untuk bantu memulihkan krisis.

 

Hal ini berbeda jauh dengan Indonesia yang makin ketinggalan. Bahkan justru sekarang banyak mahasiswa Indonesia kuliah di Malaysia.

 

Pengelolaan sumber daya alam dipegang oleh oligarki, dimana di situ tidak ada pribumi.

 

Sementara purnawirawan TNI Setyo Sularso dari Jogjakarta menegaskan bahwa saat ini ia merasa seperti bukan dipimpin oleh bangsa sendiri. Kita dikendalikan oleh SIG (special interested grup) alias oligarki.

 

"Kita merasa negara kita berada di pemangku negara baru. Presiden adalah orang Indonesia asli tetapi telah diganti WNI. Jadi siapapun bisa menjadi presiden asal WNI, tak peduli dia Arab, Cina, Amerika, atau Negro.

 

Saat ini kita tengah merasakan benturan peradaban antara Reog dan Barongsai.

 

Ishak Rafick menilai bahwa rezim akan berupaya keras untuk mempertahankan kekuasaannya dengan memenangkan capres tertentu. Oleh karena itu segala cara dilakukan termasuk curang.

 

Sementara masyarakat di Sumatera telah menyatakan dalam survei yang dilakukan Pemuda ICMI, jika pemilu terbukti curang, mereka akan memisahkan diri dari NKRI.

 

"Ini survei di Sumatera. Keadaan ini tidak baik baik saja. Kalau diteruskan akan jadi bencana nasional," paparnya.

 

Saat ini kata Rafick, 20 persen APBN hanya untuk bayar utang. Kita diperas oleh IMF, AS, dan Cina lewat utang atas nama investasi.

 

"Sebanyak Rp 8,041 triliun utang negara kita. Kalau digabung dengan swasta maka mencapai Rp10 ribu triliun," tegasnya.

 

Indonesia kata Rafick sudah disetting menjadi bangsa budak. Oleh karena itu harus ada proses yang bisa mengembalikan kepada masyarakat Indonesia  untuk bisa makmur bersama.

 

Rafick mengingatkan bahwa ancaman disintegrasi bangsa sudah sangat nyata. Mereka bisa saja berkilah bahwa kondisi masih tenang.

 

"Jawa memang lebih tenang. Tetapi kondisi ini bisa-bisa menjadi amuk massa yang hebat. Orang miskin bukan karena takdir, tapi oleh kebijakan pemerintah," paparnya.

 

Mengapa negara dalam keadaan bahaya? Ukurannya adalah setiap capres memiliki survei sendiri dan meyakini kelompoknya yang akan menang dalam satu putaran, kalau tidak dicurangi.

 

"Sedangkan publik percaya pasti bahwa Pemilu akan dicurangi" katanya.

 

Oleh karena itu Rafick mengajak masyarakat untuk sadar dan segera ambil sikap dalam proses perubahan.

 

"Kalau kita diam, sangat bahaya. Indonesia siaga, butuh pemimpin yang mumpuni," tegasnya.

 

Purnawirawan TNI yang lain Yayat Sudrajat merasa prihatin atas nasib pribumi yang disebabkan bukan oleh takdir, tapi oleh penguasa yang dzalim.

 

"Saya perih melihat pribumi hidup dari tong sampah ke tong sampah yang lain. Kehidupan makin sulit. Kita sudah muak terhadap pemerintah," pungkasnya.

 

Ikrar juga menyampaikan pasca debat,  Presiden Jokowi bicara dengan tiga  menteri, membahas kampanye apa yang bisa memenangkan capres pilihannya. Jika nanti indeks demokrasi turun, maka reputasi Indonesia di mata internasional akan gagal. Dari sisi negara berkembang dan muslim yang apik akan sulit bertahan. Indonesia tidak dipandang sebagai negara demokrasi muslim.

 

Dari sisi negara maju, Indonesia tidak dipandang sebagai negara muslim terbesar yang demokratis.

 

 Indeks demokrasi sejak 2015 semakin menurun. Salah satu cara untuk menahan indeks demokrasi supaya tidak turun pengadilan tidak menghukum Haris Azhar dan Fathia Mauludiyanti.

 

Ketua BEM ITB, Bisma Ridho Pambudi menegaskan kondisi demokrasi hari ini sudah genting.

 

"Nawacita telah berubah nawabencan," tegasnya geram.

 

Pernyataan lebih keras disampaikan oleh Purnawirawan TNI Mayjen Soenarko. Ia telah keliling ke empat provinsi. Aceh, Sumut, Jawa Barat Selatan, Banten ingin memisahkan diri. (sir)