Merefleksi Pentingnya Gaya Belajar Siswa dan Pembelajaran Berdiferensiasi

Oleh: Rizka Safriyani

Jul 24, 2023 - 18:28
Merefleksi Pentingnya Gaya Belajar Siswa dan Pembelajaran Berdiferensiasi

Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia yang seringkali diartikan dengan kalimat berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhinneka Tunggal Ika yang diambil dari kitab Sutasoma ini juga memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia yang majemuk dengan berbagai keragaman perbedaan budaya, bahasa, agama, suku dan ras. Perbedaan ini digunakan sebagai aset kekayaan bangsa yang menjadi sarana pemersatu bangsa.

Dalam dunia pendidikan, pemerintah mengimplementasikan semangat Bhinneka Tunggal Ika melalui diversifikasi muatan lokal sekolah. Lingkup Isi atau Jenis Muatan Lokal, bisa berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian wilayah, keterampilan dan kerajinan daerah, norma istiadat, dan pengetahuan mengenai banyak sekali karakteristik spesial   lingkungan alam sekitar, dan hal-hal yg dipercaya perlu sang wilayah yg bersangkutan.

Hal ini menjadi angin segar implementasi pembelajaran yang berbeda-beda di masing-masing sekolah. Sebagai contoh, di Provinsi Jawa Timur muatan lokal mata pelajaran Bahasa Jawa nampaknya ada di sekolah.

Semangat Bhineka Tunggal Ika ini juga mewarnai implementasi kurikulum merdeka di sekolah. Kurikulum merdeka saat ini oleh sekolah penggerak maupun madrasah menuntut adanya implementasi pembelajaran differensiasi. Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk meningkatkan potensinya sesuai dengan pembelajarannya, minatnya dan profil belajarnya.

Pembelajaran yang dibedakan tidak hanya berfokus pada produk pembelajaran, tetapi juga pada proses dan isi/materi. Dikutip dari kompas.com, Pembelajaran diferensiasi bukan berarti belajar dengan memberikan perlakuan atau kegiatan yang berbeda kepada setiap siswa. Pembelajaran diferensiasi juga bukan hanya memisahkan siswa pandai dan kurang pandai. Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat dilaksanakan di kelas, guru harus melakukan Pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu Kemauan belajar, minat belajar dan profil belajar siswa.

Tugas tersebut dapat dilakukan melalui wawancara, observasi atau survey dengan kuesioner dan lain-lain. Selain itu guru harus mendesain pembelajaran yang dibedakan berdasarkan hasil pemetaan atau dengan kata lain guru menawarkan pilihan yang berbeda sesuai dengan strategi, materi dan metode pembelajaran. Guru juga harus mengevaluasi dan merenungkan apa yang telah dipelajari.

Untuk melakukan hal ini, guru wajib melakukan pemetaan kebutuhan pembelajaran atau analisis kebutuhan yang merupakan kunci terpenting untuk menentukan langkah selanjutnya. Jika hasil pemetaan tidak akurat, maka RPP dan tindakan yang dibuat dan dilaksanakan juga salah. Informasi yang akurat baik dari siswa maupun orang tua/walinya serta orang-orang di sekitarnya juga diperlukan untuk menjaring kebutuhan belajar siswa. Dalam proses pemetaan awal, ada yang lazim menyebutkan asesmen awal. Pada tahap asesmen awal, guru dapat menilai kesiapan siswa mengikuti pembelajaran, minat belajar sekaligus memetakan gaya belajar siswa.

Jika kita merujuk kepada diferensiasi gaya belajar, banyak kategori yang bisa digunakan untuk memetakan gaya belajar siswa. Salah satu kategori klasifikasi gaya belajar yang cukup relevan di tahun 2023 adalah model VARK (visual-auditory-reading/writing– kinaesthetic). Model VARK adalah kerangka kerja untuk mengkategorikan gaya belajar yang berbeda.

Dikutip dari simplek12.com, sebagian besar individu memiliki metode pembelajaran dominan yang membantu mereka memahami dan menyimpan informasi dengan lebih baik. Sebagai contoh seorang pembelajar visual dapat mengambil manfaat dari penggunaan gambar, diagram, dan visual lainnya untuk melengkapi tugas kelas normal.

Di sisi lain, pembelajar auditori akan mendapat manfaat dari podcast, buku audio, debat, dan diskusi kelas untuk memperkuat pemahaman mereka tentang konsep dan materi pembelajaran. Guru juga dapat membantu pembelajar kinestetik agar dapat memahami dan menyimpan informasi dengan memberikan pengalaman kehidupan nyata.

Misalnya, guru dapat membawa kelas sejarah ke museum untuk melihat artefak dari materi yang diajarkan kepada mereka. Alat lain yang dapat Anda sertakan untuk pelajar kinestetik meliputi Objek fisik seperti balok, teka-teki, dan penghitung, whiteboard atau papan tulis bagi siswa untuk membuat sketsa ide serta konsep virtual reality (VR).

Dengan mengenali gaya belajar siswa, maka guru dapat memberikan pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan modalitas belajar. Guru dituntut menyediakan alternative kegiatan belajar yang mampu mengakomodir berbagai gaya belajar. Guru bisa mengoptimalkan berbagai modalitas belajar dan meminta siswa mengerjakan tugas sesuai dengan minat bakat dan gaa belaajrnya.

Di era smart teknologi, siswa sudah bisa mengakses informasi dalam hitungan detik di dalam maupun luar kelas. Apabila kita tidak memetakan minat dan gaya belajar siswa, bisa dipastikan siswa akan tidak tertarik untuk belajar. Belajar akan menjadi keterpaksaan dan menjadi tidak bermakna. Pembelajaran kurikulum merdeka ini sejatinya mencoba mengembalikan fitrah pembelajaran sesuai prinsip dasar pendidikan yang memerdekakan peserta didik mengeksplor potensi diri.

Studi dari Palupi di tahun 2020 dan Fatmawati di tahun 2021 menunjukkan tingkat stress siswa sekolah dasar kelas atas lebih tinggi dari pada kelas kecil. Peran orang tua untuk bersinergi dalam memberikan pendidikan yang memerdekakan akan mendukung siswa untuk mendapatkan pembelajaran bermakna dan pastinya diyakini membantu menurunkan tingkat stres siswa.

Hal ini juga menjadi refleksi bersama para orang tua di rumah sebagai guru yang lebih lama bersama siswa diluar sekolah. Orang tua hendaknya juga mampu memetakan gaya belajar ananda sehingga sebagai mitra pendidikan, orang tua juga turut mendukung kesuksesan pembelajaran. (****)

 

Rizka Safriyani adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) dan Pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Editor: Wadji.