Mencermati Sengitnya Pertarungan Bursa Cawapres Prabowo dan Ganjar

"Cak Imin ini NU dan orang Jawa Timur. Nama-nama bakal cawapres Prabowo dan Ganjar yang tidak memiliki basis politik ini bakal tersingkir," ujar Arifki melalui keterangan tertulis, Rabu (6/9).

Sep 7, 2023 - 16:51
Mencermati Sengitnya Pertarungan Bursa Cawapres Prabowo dan Ganjar

NUSADAILY.COM – JAKARTA - NasDem dan PKB mendeklarasikan pasangan Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin di Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Deklarasi itu disebut bakal mengubah konstelasi cawapres untuk menjadi pendamping Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Seperti diketahui, Cak Imin berasal dari kalangan Nahdliyin bahkan Ketua Umum PKB ini adalah darah daging atau keturunan pendiri NU.

Sehingga peta pertarungan bakal calon wakil presiden (cawapres) diyakini akan semakin sengit.

Analis Politik Arifki Chaniago berpendapat perhitungan cawapres untuk Ganjar dan Prabowo yang sebelumnya populer di survei, kemungkinan besar berubah setelah Anies meminang Cak Imin.

"Cak Imin ini NU dan orang Jawa Timur. Nama-nama bakal cawapres Prabowo dan Ganjar yang tidak memiliki basis politik ini bakal tersingkir," ujar Arifki melalui keterangan tertulis, Rabu (6/9).

"Prabowo dan Ganjar justru akan mempertimbangkan cawapres yang tidak sekadar populer di survei dan punya logistik, tetapi cawapres yang mampu mengimbangi figur dan zona wilayah Cak Imin," imbuhnya.

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic ini menyinggung tokoh politik seperti Yenny Wahid, Khofifah Indar Parawansa dan Ridwan Kamil.

Menurutnya, ketiga tokoh tersebut bakal lebih dipertimbangkan sebagai cawapres Prabowo maupun Ganjar.

Yenny, Khofifah dan Ridwan Kamil, menurut Arifki, tidak hanya melengkapi kekurangan Ganjar dan Prabowo dari segi wilayah saja, melainkan juga pada tataran isu yang dimiliki oleh pasangan Anies-Muhaimin.

Arifki memandang Yenny dan Khofifah dapat mengimbangi sisi elektoral dan wilayah yang dipegang oleh Muhaimin di Jawa Timur. Menurutnya, Yenny dan Khofifah akan dipertimbangkan oleh Prabowo sebagai cawapres.

Sementara Ganjar dan PDIP dinilainya akan mempertimbangkan Ridwan Kamil untuk dapat menguasai Jawa Barat.

"Politik itu soal momentum dan kejutan," kata Arifki.

Gandeng tokoh NU

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai Ganjar dan Prabowo harus menggandeng tokoh NU untuk mengimbangi pasangan Anies-Muhaimin. Hanya saja, Dedi tidak menyebut nama.

"Ganjar dan Prabowo perlu menimbang tokoh NU sebagai cawapres, tetapi jika sudah tidak memungkinkan, maka perlu rekrut para kiai masuk dalam tim sukses," kata Dedi.

Dedi memandang strategi pemilihan bacawapres untuk Ganjar kemungkinan berubah setelah deklarasi Anies dengan Muhaimin, dari semula melihat elektabilitas tokoh menjadi basis wilayah dan politik.

"Bisa saja berubah karena Muhaimin dan PKB dipastikan maksimal di Jatim, dan ini menjadi salah satu kunci selain Jateng dan Jabar," tutur dia.

"Tetapi pertimbangan itu hanya untuk Ganjar, karena faktor Prabowo yang tidak merdeka dalam mengambil keputusan koalisi," tandasnya.

Dedi memberi banyak catatan untuk Prabowo. Menurut dia, Prabowo mempunyai banyak masalah karena terjebak dengan replikasi Jokowi.

"Koalisi dengan penentuan cawapres terlama mungkin ada di kubu Prabowo, karena Gerindra terkesan tidak mandiri dalam mengambil keputusan, mereka cenderung berada dalam kontrol Jokowi, meskipun tokoh yang digadang sejauh ini sudah ada yakni Erick Thohir atau bahkan Gibran," ucap Dedi.

Bagaimana dengan AHY?

Dedi menilai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terancam tidak mendapat tempat baik di kubu Ganjar maupun Prabowo.

Menurutnya, AHY tidak lagi mempunyai daya tawar terlebih setelah memutuskan keluar dari koalisi perubahan dan membangun narasi buruk pada mitranya.

"Ganjar dipastikan tidak tertarik, pun Prabowo," kata Dedi.

"Justru, secara ekstrem bisa saja Ganjar menarik Ridwan Kamil sebagai cawapres karena faktor kewilayahan Jabar di mana Ganjar masih sangat rendah," lanjutnya.

Pengamat politik dari Universitas Andalas Asrinaldi juga menilai posisi AHY saat ini tidak cukup kuat untuk mendapat kursi sebagai bacawapres Ganjar maupun Prabowo.

"Ketika bergabung dengan koalisi Ganjar maupun Prabowo tentu enggak bisa ujuk-ujuk mengatakan dia adalah calon wakil presiden. Ini sangat melemahkan posisi AHY kecuali ada sesuatu yang besar dan bisa diharapkan dari AHY," ucap Asrinaldi.

"Bisa jadi barangkali kontribusi Demokrat terkait dengan pemenangan, mesin politik yang harus dibiayai maksimal, dan lain sebagainya," sambungnya.

Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menyarankan AHY berbesar hati untuk tidak memaksakan diri menjadi cawapres. Ia menilai ada baiknya Demokrat merapat ke koalisi PDIP.

"Ada plot di situ walaupun tidak cawapres. Kalau cawapres saya kira sulit dan berat ya. Tetapi, kalau sekadar koalisi dan ada deal politik yang tidak tinggi sekelas cawapres saya kira lebih wise kalau masuk ke Ganjar dan PDIP. Di situ lah dia dalam tanda kutip melakukan perlawanan balik ketika rasa sakitnya ditinggalkan oleh Anies," kata Adib.(han)