Mencapai Tujuan Penciptaan Kita sebagai Kecerdasan Tertinggi

Oleh Hendy Kusmarian

Oct 12, 2023 - 01:50
Mencapai Tujuan Penciptaan Kita sebagai Kecerdasan Tertinggi

Ilmu apa yang lebih tinggi dalam membahas sesuatu selain ilmu tentang tujuan keberadaan sesuatu itu? Begitu juga, ilmu apa yang lebih tinggi dalam membahas kehidupan manusia selain ilmu tentang tujuan penciptaan manusia? Dengan kata lain, konsep tertinggi tentang sesuatu adalah konsep tujuan keberadaan sesuatu itu.

Jadi, konsep tertinggi tentang manusia adalah konsep tujuan kehidupan manusia. Konsep tertinggi berfungsi strategis. Konsep-konsep lain berada di bawahnya dan berfungsi operasional atau taktis. Masalah muncul dan terus ada saat kita membahas manusia tanpa mengetahui atau melupakan konsep tertinggi tentang manusia.

Kecerdasan tertinggi hanyalah tentang kesadaran kita tentang maksud atau tujuan sebenarnya penciptaan kita, lalu tentang pemahaman kita tentang jalan-jalan untuk mencapai tujuan itu, dan lalu motivasi dan usaha-usaha kita untuk menempuh jalan-jalan itu hingga kita sampai di tujuan itu.

 

Sangat sederhana!

Jika kita tidak atau kurang memiliki ketiga unsur kecerdasan tertinggi tersebut, kita tidak mampu mengatasi permasalahan manusia, kalau tidak bisa dibilang menjadi bagian dari permasalahan itu sendiri.

Kebanyakan dari kita tidak memiliki ketiga unsur kecerdasan tertinggi. Karena pengetahuan yang dangkal serta kemampuan yang terbatas kita menetapkan berbagai tujuan bagi hidup kita, dan kita berjalan hanya sampai pada tujuan-tujuan atau cita-cita duniawi lalu berhenti.

Setiap agama yang datang dari Tuhan tentu mengandung narasi tentang tujuan penciptaan manusia atau tujuan kehidupan ini. Jelas, kita tidak punya kebebasan untuk menetapkan sendiri tujuan hidup kita. Sebab kita bukan atas kemauan sendiri datang ke dunia, juga bukan atas kemauan sendiri akan kembali, melainkan kita hanya makhluk (ciptaan). Wujud yang menciptakan serta menganugerahkan kemampuan yang cemerlang dan lebih tinggi kepada kita dibandingkan dengan seluruh hewanlah yang telah menetapkan tujuan hidup kita.

Dalam Islam, tujuan yang ditetapkan Tuhan bagi kita adalah: Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya’ buduun. Dan, tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 57). Menurut ayat ini, tujuan sebenarnya hidup kita adalah untuk menyembah Tuhan dan meraih makrifat/pemahaman serta menjadi milik-Nya.

Tujuan penciptaan juga bisa dinyatakan dari segi tugas atau kemampuan tertinggi. Tugas-tugas paling tinggi yang dapat dilakukan oleh suatu benda, yang lebih dari itu kemampuan-kemampuan benda itu berhenti, dianggap sebagai tujuan penciptaan benda tersebut. Misalnya, tugas paling tinggi seekor lembu jantan ialah membajak tanah atau menimba air sumur untuk pengairan atau untuk menarik pedati. Lebih dari itu ia tidak mampu.

Bila kita mengukur kemampuan-kemampuan kita, kemampuan tertinggi kita adalah pencarian terhadap dan perjumpaan dengan Tuhan, saat kita melebur dan tenggelam dalam kecintaan Tuhan sedemikian rupa hingga tidak ada lagi milik kita yang tersisa, semua telah menjadi milik Tuhan.

Dalam hal makan, tidur serta hal-hal alami lainnya kita menyerupai hewan-hewan lain. Bahkan dalam bidang keterampilan, sebagian hewan sangat jauh melebihi kita. Lebah-lebah madu mengambil sari dari setiap bunga lalu menghasilkan madu murni yang sampai sekarang tidak berhasil dibuat oleh manusia.

Jadi, kelebihan paling tinggi yang kita miliki yaitu perjumpaan dengan Tuhan. Makna paling tepat dari perjumpaan ini adalah bahwa kita sedikit banyak menjadi gambaran atau cerminan Tuhan. Menjadi cerminan Tuhan berarti bahwa kita perlu menjadi abdi Tuhan untuk menyerap sifat-sifat Tuhan.

Dalam bahasa Arab Abd berarti budak (hamba). Ubudiyat berarti penghambaan atau perendahan diri kepada Wujud yang paling tinggi. Derajat merendahkan diri ini mengacu pada kesiapan sempurna untuk menerima pengaruh atau kesan dari wujud lain secara keseluruhan. Menerima yang lain sebagai raja dan model.

Para guru rohani agung (rasul) telah diutus untuk membantu manusia mencapai tujuan penciptaannya. Para rasul bertugas menunjukkan tanda-tanda Tuhan kepada kita, mengajarkan kepada kita kitab dan hikmah, juga menyucikan kita dan membebaskan kita dari dosa-dosa.

Mereka meningkatkan kekuatan iman dengan tanda-tanda, mengajar manusia apa yang benar dan apa yang salah, memberikan hukum kepada mereka dan menunjukkan hikmah-hikmah di balik hukum, dan mendidik mereka untuk hidup sesuai dengan hukum syariat.

Pengamatan awam atas sejarah dunia sejak sekitar 150 tahun lalu akan memberitahu kita bahwa dunia sedang sangat tidak baik-baik saja. Dunia sudah melupakan tujuan penciptaannya.

Tanda-tanda yang kasat mata dan bisa diukur bahwa dunia sedang sakit parah dan sangat kekurangan orang-orang dengan kecerdasan tertinggi adalah keberadaan 3 hal yang terus menimpa umat manusia: kejahatan, masalah sosial, dan bencana.

Kita menyaksikan segala jenis kejahatan, mulai yang paling ringan sampai kelas kakap, yang murni sampai bermotif ekonomi atau politik, yang dilakukan secara amatiran hingga profesional terorganisir. Perjudian, kekerasan, perampokan, pelecehan seksual, perdagangan orang, penimbunan dan pemalsuan barang, pembunuhan dengan mutilasi, hingga kejahatan kerah-putih dan korporasi seperti korupsi, penipuan dan pencucian uang terjadi di mana-mana.

Kita menyaksikan segala jenis masalah sosial, mulai yang teringan sampai yang terberat. Kemiskinan, kesenjangan sosial, industri seks, perundungan dan kenakalan remaja, perceraian, pengangguran, penyalahgunaan alkohol dan narkoba, pencemaran dan kerusakan lingkungan, intoleransi, ujaran kebencian, persekusi minoritas, anarkisme, konflik etnis, hingga radikalisme dan terorisme terus berulang di seluruh dunia.

Dan kita juga menyaksikan bahkan mungkin juga terdampak oleh segala macam bencana, mulai bencana alam, ekonomi, sosial, hingga bencana politik (gempa bumi, tsumani, banjir bandang, tanah longsor, badai, gunung meletus, resesi dan depresi ekonomi, wabah penyakit, hingga peperangan).

Ironis, sementara peradaban manusia sudah mencapai titik sangat tinggi, yang mampu menciptakan segelintir pribadi dengan kekayaan setara kekayaan sebuah negara berkembang, ketiga ‘penyakit kemanusiaan’ ini pun semakin maju dalam hal jumlah maupun kualitas.

Kecerdasan yang telah berhasil dikembangkan dunia hingga saat ini adalah kecerdasan menengah (disebut kecerdasan emosi), yang berada di tingkat operasional atau taktis yang lebih rendah. Kecerdasan tertinggi (disebut kecerdasan rohani) berada di tingkat strategis. Hikmah tentang kecerdasan tertinggi ini hanya berasal dari Pencipta kita lewat pertolongan khusus. Akal dan pikiran manusia, setinggi apa pun, tidak sanggup menyingkapnya sendiri.

Ada sebuah jurang lebar yang memisahkan kecerdasan yang saat ini banyak berlaku di dunia dan kecerdasan tertinggi ini. Untuk sampai ke seberang ini, yang kita butuhkan adalah suatu loncatan besar keyakinan. Suatu loncatan yang kebanyakan dari kita tidak akan pernah ambil akibat segala macam ketakutan yang membatasi dan membelenggu kita ke kondisi kehidupan ala kadarnya. (****)

 

Hendy Kusmarian adalah pebisnis online, tinggal di Surabaya.