Ketika Partai Koalisi Pendukung Ganjar ‘Mandek’ di PDIP dan PPP
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif'an menjelaskan bahwa Ganjar masih bersaing ketat dengan Prabowo dalam angka elektabilitas di sejumlah hasil survei. Menurut Ali, persaingan itu membuat beberapa partai tidak buru-buru menentukan sikap.
NUSADAILY.COM – JAKARTA - Elektabilitas Ganjar Pranowo yang tinggi tidak membuat partai politik langsung berbondong-bondong merapat ke barisan PDIP jelang Pilpres 2024.
Pengamat politik memaparkan sejumlah hal mengapa gerbong pendukung Ganjar belum bertambah lagi.
Sejauh ini baru ada PDIP, PPP, Hanura, Perindo dan PSI. Dari partai-partai hanya PPP yang punya suara di parlemen.
Semuanya tak lepas dari posisi PDIP yang dominan dan Presiden Joko Widodo selaku pemimpin koalisi partai politik di pemerintahan.
Bandul Jokowi
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif'an menjelaskan bahwa Ganjar masih bersaing ketat dengan Prabowo dalam angka elektabilitas di sejumlah hasil survei.
Menurut Ali, persaingan itu membuat beberapa partai tidak buru-buru menentukan sikap.
"Bahkan analis politik juga sulit memprediksi siapa pemenang Pilpres 2024. Karena dua tokoh ini, antara Ganjar dan Prabowo itu punya kelebihan masing-masing," ucap Ali saat dihubungi, Senin (26/6).
Kedua, bandul politik Presiden Joko Widodo. Menurut Ali, Jokowi hingga saat ini masih terlihat bermain dua kaki terkait arah dukungan capres.
Sikap Presiden sangat menentukan arah dukungan PAN dan Golkar, sebab keduanya masih tercatat partai koalisi pemerintah.
Ketiga, PDIP menurut Ali, nampak tak begitu memerlukan partai lain pendukung Ganjar. Alih-alih berkoalisi, PDIP lebih memerlukan sosok cawapres yang bisa menjadi pelengkap capresnya.
Menurut Ali, faktor tersebut membuat partai-partai lain kini masih terik ulur memberikan dukungan. Jalan mereka untuk menyorongkan opsi cawapres terkesan tertutup, sebab PDIP ingin pendamping Ganjar sosok sepuh dari NU.
"Itu juga menjadi variabel kenapa misalnya, konfigurasi koalisi di PDIP itu tidak berjalan cepat konsolidasinya," ucap Ali.
"Makanya lebih pasif. Berbeda misalkan partai seperti Gerindra, kehilangan PKB langsung oleng. Seperti juga poros koalisi perubahan, juga satu hengkang oleng koalisinya," imbuh dia.
PDIP Ingin Dominan
Direktur Eksekutif Politika Research and Consulting (PRC) Rio Prayogo menilai PDIP ingin menjadi poros utama politik pada Pilpres 2024. Hal itu terlihat di beberapa narasi dalam pidato Megawati Soekarnoputri saat puncak Bulan Bung Karno.
Elektabilitas capres yang moncer di beberapa hasil survei membuat partai itu ingin menjadi pusat dinamika politik 2024. Maka, kata Rio, lahirlah narasi-narasi hattrick atau menang tiga kali di pemilu.
"PDIP harus terus tampil dengan narasi kuat dan tidak ingin terkesan bisa dipengaruhi oleh partai lain dalam memutuskan langkah dan sikap politiknya," kata dia, Selasa (27/6).
Sementara itu, analis Politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai alasan tiket cawapres menjadi penyebab poros koalisi atau kerja sama PDIP kian stagnan.
Di satu sisi, kata Pangi, PDIP terlihat mulai membuka diri membuka komunikasi dengan partai-partai lain. Terakhir, dia menyoroti pertemuan PDIP dengan Demokrat. Mulai dari Sekjen Hasto Kristiyanto saat bertemu Teuku Riefky Harsya, maupun saat Puan bertemu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Namun, langkah terbuka PDIP belum juga menjadi magnet politik bagi partai-partai untuk mendukung Ganjar. Pangi menduga, partai-partai lain tak mau kehilangan tiket cawapres mereka.
Partai Golkar misalnya, ingin mengusulkan Airlangga Hartarto. Begitu pula dengan PAN yang ngotot agar Erick Thohir bisa maju, termasuk PKB yang ingin Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar menjadi cawapres.
"Nah, artinya koalisi dengan partai manapun sepanjang kader mereka ET, Sandi, Airlangga itu bisa dipastikan mendampingi Ganjar. Itu alasan mereka klik bergabung dengan PDIP," ucap Pangi, Senin (26/6).
Mahfud, di Pusaran Cawapres Ganjar
Seperti halnya bakal calon presiden lainnya, Ganjar Pranowo dari PDIP pun belum punya pasangan yang akan mendampingi di Pilpres 2024 mendatang.
Sebetulnya ada dua partai politik yang sudah blak-blakan mengajukan 'calon pengantin'. PPP mengusulkan Menparekraf Sandiaga Uno dan PAN membawa nama Menteri BUMN Erick Thohir untuk dijodohkan. Nama Menko Polhukam Mahfud MD juga mencuat.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Mahfud, yang datang di acara puncak Bulan Bung Karno pada 24 Juni, adalah salah satu sosok yang dipertimbangkan sebagai cawapres Ganjar Pranowo.
Mahfud, yang masuk bursa cawapres Ganjar seperti diucapkan Hasto, seharusnya tidak mengagetkan publik.
Pamor Mahfud beranjak naik usai membeberkan sejumlah kasus besar di pemerintahan dalam beberapa waktu belakangan.
Ketika sosok Mahfud kian tersohor, dan bursa cawapres tengah menjamur dalam pembicaraan publik, grup band legendaris Bimbo merilis lagu. Liriknya kental dengan dukungan kepada Mahfud.
Bimbo, Mahfud, Megawati
Pada 4 Juni, Bimbo merilis lagu berjudul Jokowi dan Mahfud MD. Pembuatan dilakukan di studio ternama Lokananta, Solo, Jawa Tengah.
Liriknya mengandung makna yang keras menentang korupsi serta mengkritik KPK.
Dibungkus dengan kekhasan gaya trio Sam Bimbo, Acil Bimbo dan Jaka Bimbo yang masih terasa sejak dulu.
Ada pula bagian lirik yang memuji Presiden Joko Widodo serta Menko Polhukam Mahfud MD.
Terasa sangat harum pujian kepada dua tokoh tersebut dalam lagu Bimbo yang terbaru.
Daud Hardjakusumah dari manajemen Bimbo menjelaskan bahwa lagu dibuat sebagai apresiasi kepada Jokowi dan juga Mahfud.
Dia menampik jika ada yang menganggap lagu dibuat dalam rangka mendorong Mahfud MD dijadikan calon wakil presiden. Daud pun tidak menyebut lagu tersebut dibuat atas pesanan.
"Ini tidak ada hubungannya dengan pemilihan presiden. Ini betul-betul spontan sebuah apresiasi terhadap Pak Mahfud MD," kata dia mengutip CNNIndonesia.com pada 24 Juni.
Mahfud MD tahu dan langsung mengucapkan terima kasih kepada Bimbo secara terang-terangan lewat Instagram miliknya. Dia merasa tersanjung. Mahfud pun mengaku pendengar Bimbo sejak lama.
Bimbo kembali muncul ke permukaan di tengah ingar bingar isu Pilpres 2024. Pada 23 Juni, mereka bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Bukan sekadar pertemuan ala kadarnya. Tiga personel Bimbo berbincang dengan Megawati selama empat jam. Selama ini, tidak banyak musisi yang ditemui Megawati. Apalagi dengan durasi berjam-jam lamanya.
Daud Hardjakusumah dari manajemen Bimbo mengatakan pertemuan memakan waktu yang lama karena diisi dengan nostalgia.
Dia membantah ada pembicaraan soal politik dan Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar Pranowo.
Menurutnya, wajar jika pembicaraan berlangsung sangat lama karena nostalgia pasti mengulas kembali banyak momen di masa lalu.
"Bimbo sangat senang karena ini kesempatan langka. Ibu kan sibuk. Rencananya hanya 30 menit menjadi sekitar 4 jam. Luar biasa," kata Daud.
Daud menyebut Sam Bimbo pernah bertemu Sukarno karena sangat dekat dengan putranya, Guntur Soekarnoputra.
Sam, kata dia, bermain musik dengan Guntur saat masih muda atau ketika Bimbo belum terbentuk. Band mereka bernama Aneka Nada. Bahkan sudah menjalani tur meski saat itu masih menuntut ilmu.
"Pak Sam sempat bertemu dengan Pak Sukarno sebagai teman Pak Guntur di kuliah waktu di ITB. Jadi ya punya hubungan historis yang kuat," kata Daud.
Tak hanya itu, sehari setelah bertemu Megawati, Bimbo menyanyikan lagu berjudul Bung Karno di hadapan ribuan kader PDIP dalam acara puncak Bulan Bung Karno pada 24 Juni di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Daud tidak keberatan jika banyak yang menganggap Bimbo punya afiliasi dengan PDIP lantaran ada hubungan dekat dengan keluarga Sukarno. Daud mengatakan publik bebas menilai.
"Tidak apa-apa. Orang bebas berpendapat," kata dia.
Pesan Megawati ke Bimbo
Ketua Bidang Kepemudaan PDIP Eriko Sotarduga menjelaskan bahwa pertemuan Megawati dengan Bimbo memang berlangsung lama.
Bahkan harus disetop. Jika tidak, sesi pembicaraan bisa berlangsung lebih lama.
Eriko tidak membantah pernyataan Daud soal pertemuan Bimbo dengan Megawati.
Di samping Sam Bimbo yang merupakan teman dekat Guntur Soekarnoputra, Eriko mengatakan Jaka Bimbo juga teman seangkatan Megawati di Universitas Padjadjaran dulu.
Oleh karena itu pertemuan jadi berlangsung lama. Eriko pun ikut berada di sana.
"Karena sudah seperti keluarga. Bukan orang lain," ucap Eriko saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (26/6).
Eriko mengklaim persamuhan itu tidak membicarakan kans Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar Pranowo seperti yang tertuang dalam lirik lagu ciptaan Bimbo.
Mereka justru mengulas tentang lagu Bung Karno yang juga karya Bimbo. Keesokan harinya, lagu dinyanyikan langsung di hadapan ribuan kader PDIP di Stadion Utama Gelora Bung Karno di puncak Bulan Bung Karno.
Dia juga menampik anggapan yang mengaitkan pertemuan Megawati dan Bimbo sengaja dihelat h-1 sebelum puncak Bulan Bung Karno karena ada pesan politik mengenai cawapres.
Menurut Eriko, rencana pertemuan sebenarnya sudah sejak lama. Tetapi, baru kali ini waktunya tepat karena Megawati dan Bimbo punya kesibukan masing-masing.
"Ibu Mega rindu bertemu Bimbo dan Bimbo juga ingin bertemu sejak lama," kata Eriko.
Meski begitu, tetap ada pesan dari Megawati kepada Bimbo yang masih berkaitan dengan politik.
Eriko menyebut Megawati berpesan kepada Bimbo agar terus berperan dalam penguatan NKRI seperti yang selama ini dilakukan.
Selain itu, Megawati juga mengucapkan terima kasih atas kepedulian Bimbo terhadap demokrasi. Eriko mengatakan Megawati berharap Bimbo juga terus berperan dalam kemajuan budaya Indonesia yang asli.
"Begitu juga menyuarakan ketidakadilan. Termasuk juga perubahan iklim. Ibu Mega sangat berharap betul peran Bimbo dalam pembangunan Indonesia," kata Eriko.
Kriteria Cawapres Ganjar
Mengenai cawapres Ganjar, Eriko mengamini Mahfud MD memang salah satu dari sekian nama yang dipertimbangkan seperti yang diucapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Akan tetapi, dia mengatakan prosesnya masih panjang. PDIP masih menunggu pembicaraan lebih lanjut dengan partai-partai politik yang mau mendukung Ganjar.
Setelah itu, Megawati akan membicarakannya dengan Presiden Joko Widodo. Walau bagaimanapun, kata Eriko, Jokowi adalah kader PDIP yang kini berada di pucuk pemerintahan.
"Kader utama dan kader terbaik partai," kata Eriko.
Proses terakhir adalah dibicarakan dengan Ganjar. Eriko mengatakan pasangan harus benar-benar seirama dan melengkapi. Jangan sampai ada ketidakcocokan karena dipaksa sejak awal.
"Harus menjadi dwitunggal. Catatan penting bahwa tidak ada dua kapten dalam satu kapal, tetapi perlu seirama dan saling melengkapi," ucapnya.
Mengenai kriteria, Eriko menggaris bawahi dua hal. Pertama, mengenai keberlanjutan pembangunan Indonesia yang direncanakan menjadi negara maju di 2045.
Menurutnya, 13 tahun dari sekarang harus dimanfaatkan secara optimal agar Indonesia benar-benar bisa lepas landas di 2045 sebagai negara maju. Sama seperti yang diucapkan Presiden Jokowi.
Kriteria kedua mengenai elektabilitas. Eriko tidak menafikkan itu. Dalam kontestasi, elektabilitas tetap perlu dipertimbangkan dan didasari dengan keinginan masyarakat.
"Kita menambah elektabilitas dan diterima rakyat Indonesia. Itu juga sangat penting. Maka pilihan-pilihan juga harus sesuai dengan masyarakat Indonesia," kata dia.(han)