Kasus TBC di Bantul Melonjak hingga 619 Anak, Pasien Didominasi Balita

Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Bantul, Abednego Dani mengatakan data tersebut temuan periode Januari-November 2022.

Dec 24, 2022 - 02:30
Kasus TBC di Bantul Melonjak hingga 619 Anak, Pasien Didominasi Balita
Foto ilustrasi.

NUSADAILY.COM - YOGYAKARTA - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta mencatat 619 anak terkonfirmasi tuberkulosis (TBC). Mayoritas yang positif TBC masih berusia di bawah lima tahun (balita).

Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Bantul, Abednego Dani mengatakan data tersebut temuan periode Januari-November 2022.

"Dari temuan 1.216 (kasus) hingga triwulan III ini, yang membuat kami surprised 619 TB anak, ini meningkat cukup tajam. Dan yang lebih membuat kami surprised lagi, yang 519 itu di kisaran usia nol sampai lima tahun," kata Abednego saat dihubungi, Jumat (23/12).

Ratusan kasus ini ditemukan berdasarkan laporan rumah sakit maupun metode investigasi kontak atau tracing kontak erat pada penderita TBC lainnya.

Abednego menyebut pihaknya menemukan adanya kontak orang dewasa penderita TBC dengan pasien anak yang tertular, namun tak signifikan.

BACA JUGA : Penyakit Menular Selain Covid-19 yang Masih Menyerang Indonesia

"TB anak itu kan penularannya harus ada orang dewasa. Karena menurut pedoman yang kita yakini, juga sudah ada di IDAI, kasus TB antara anak itu tidak menular tapi harus ada orang dewasa di sekitar yang dia memang TB atau mempunyai gejala mirip TB," ujarnya.

Menurut Abednego, infeksi TBC yang asimtomatik atau tidak menunjukkan gejala memang menjadi persoalan tersendiri dalam upaya deteksi.

"Yang terbaru kemarin, anak usia tiga tahun dia terdiagnosa TB secara klinis, itu orang tuanya sehat-sehat aja. Nah ini fasenya laten, ini yang berbahaya dari tuberkulosis. Mencari kasus penularnya lebih sulit dari Covid-19," katanya.

Lebih lanjut, Abednego menyebut pihaknya tak menutup mata pada faktor risiko lain macam aspek pemenuhan gizi hingga lingkungan, meliputi status sosial, pengetahuan, serta ekonomi orangtuanya.

BACA JUGA : Dinkes Lakukan Koordinasi Bersama PKK Kota Kediri

Menurutnya, permasalahan lain adalah kondisi sosio-kultural pasien anak tersebut. Situasi seperti tidak diasuh oleh orangtua, melainkan kakek-nenek, kerabat, pengasuh, kemudian beda rumah dengan keluarga inti.

"Lalu kita tidak pernah bisa menjamin bahwa dia dekat dengan orang dewasa siapa saja, kondisi-kondisi seperti ini kan sangat kasuistik. Anak yang satu mungkin berbeda dengan yang lain," ujarnya.

Saat ini, kata Abednego, pihaknya tengah menjalankan terapi profilaksis tuberkulosis bagi para kontak erat pasien yang mendapat hasil negatif tes cepat molekuler (TCM). Pemberian obat guna pencegahan tuberkulosis ini diberikan selama sebulan penuh.

"Kontak erat kita wajibkan cek semua untuk TB. Mirip kalau kontak tracing Covid-19 terus kira PCR gitu. Kalau TB kita tesnya namanya PCM. Nah kalau negatif kita kasih terapi profilaksis. Dia juga berobat selama sebulan," ujarnya.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Bantul melaporkan temuan 1.216 kasus TBC di wilayahnya sepanjang periode Januari-November 2022. Sebanyak 619 kasus di antaranya pasiennya kategori anak.(lal)