JP Morgan Beli Startup yang Diduga Bodong Seharga Rp 2,6 Triliun

Sebuah kasus dugaan penipuan besar kini sedang berlangsung. Seorang bernama Charlie Javice dituding melakukan penipuan besar.

Jan 16, 2023 - 13:43
JP Morgan Beli Startup yang Diduga Bodong Seharga Rp 2,6 Triliun

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Sebuah kasus dugaan penipuan besar kini sedang berlangsung. Seorang bernama Charlie Javice dituding melakukan penipuan besar. Dia meluncurkan perusahaan startup yang bernama Frank pada tahun 2017 ketika masih 24 tahun.

Dilansir dari detikcom, startup itu bertujuan membantu siswa mengajukan permohonan bantuan keuangan perguruan tinggi. Tahun 2021, startup yang banyak dipuji itu terjual ke JPMorgan Chase seharga USD 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun.

 

Kini, dikutip detikINET dari CBS, JPMorgan mengklaim kisah Frank membantu lebih dari 5 juta siswa masuk kampus sebagian besar rekayasa. Menurut gugatan, Javice membayar profesor ilmu data USD 18.000 untuk membuat daftar 4 juta nama siswa palsu guna meyakinkan raksasa keuangan itu.

Tuduhan tersebut adalah kasus terbaru yang dialamatkan pada pendiri perusahaan milenial yang awalnya sangat dipuji tapi lalu dituduh menipu. Kasus lain misalnya Sam Bankman-Fried pendiri FTX yang baru-baru ini bangkrut hingga pendiri Theranos Elizabeth Holmes yang telah dibui.

 

Alex Spiro, pengacara Javice, membantah tuduhan itu. "Mereka diberi semua data di awal untuk pembelian Frank dan Charlie Javice menyoroti pembatasan yang diberlakukan oleh undang-undang privasi siswa," cetusnya.

"Saat JPMorgan tak dapat mengakali undang-undang privasi itu setelah pembelian Frank, mereka mulai memutarbalikkan fakta dan salah menuduh Charlie Javice mengubah kesepakatan," tambahnya.

 

JPMorgan mengatakan Javice tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut. Mereka meminta ganti rugi yang belum disebutkan dalam gugatannya.

 

Awalnya, JP Morgan meminta Javice bukti dia memiliki lebih dari 4 juta pelanggan. Javice pada awalnya menolak, mengklaim dia tidak dapat membagikan nama karena masalah privasi. Namun menurut JP Morgan, Frank sebenarnya memiliki kurang dari 300.000 akun pelanggan.

 

"Pada akhirnya, profesor ilmu data membuat daftar 4,265 juta akun pelanggan palsu seperti yang diminta Javice," klaim JPMorgan dalam gugatan tersebut.

 

JPMorgan yang tidak mengetahui masalahnya, telah menyelesaikan pembelian USD 175 juta, tetapi kemudian menyadari ada sesuatu yang salah. Kini tentu mereka ingin Javice bertanggung jawab atas masalah ini.(*)