Indonesia Kembali Catat Kasus GGAPA Pada Anak, BPOM Perintahkan Penghentian Sementara Produksi Obat Tertentu

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menghentikan sementara produksi dan peredaran obat tersebut.

Indonesia Kembali Catat Kasus GGAPA Pada Anak, BPOM Perintahkan Penghentian Sementara Produksi Obat Tertentu
Ilustrasi gagal ginjal pada anak

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Indonesia kembali mencatat kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak berlokasi di DKI Jakarta. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) masih melakukan pengujian sampel darah pada pasien untuk mengetahui penyebab kematian, termasuk dugaan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di luar ambang batas aman pada obat sirup yang sempat dikonsumsi yakni obat penurun panas bermerek Praxion.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menghentikan sementara produksi dan peredaran obat tersebut.

BACA JUGA : Bareskrim Polri Minta BPOM Terbuka soal Pengawasan Kasus...

"Dalam rangka kehati-hatian, meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan," tertera dalam laman resmi BPOM RI, Senin (6/2/2023).

"Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela)," imbuhnya, dilansir dari detik.com

Kemenkes RI melaporkan, terdapat satu pasien meninggal akibat GGAPA, yakni anak berusia satu tahun. Awalnya, anak tersebut mengalami gejala pada 25 Januari 2023. Anak tersebut kemudian diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek. Namun, pasien tidak kunjung pulih sampai kemudian mengalami anuria atau tidak bisa buang air kecil.

Pada kasus pasien yang meninggal, anak berusia satu tahun mengalami gejala di 25 Januari 2023, diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek. Pasien tidak kunjung pulih sampai mengalami anuria atau tidak bisa buang air kecil.

BACA JUGA : Bunda Corla Jatuh Sakit di Jerman, Ivan Gunawan Perlihatkan Kondisi Terkini

Dalam kesempatan sebelumnya, Plt Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes dr Yanti Herman menjelaskan anak-anak dengan gangguan ginjal akut mengalami gejala berupa pengurangan jumlah air kencing. Pada beberapa kasus, buang air kecil berhenti sama sekali.

"Yang paling khas adalah penurunan jumlah air kencingnya atau buang air kecilnya yang kita kenal dengan oliguria atau sama sekali tidak ada urinenya atau yang kita kenal dengan anuria," terang dr Yanti.

"(Pasien gagal ginjal misterius) tidak mengalami gagal ginjal sebelumnya atau pasien tersebut memang pasien ginjal kronis. Dengan atau tanpa demam ataupun ada demam atau gejala infeksi lain pada 14 hari terakhir. Jadi demam ini memang bukan gejala yang khas, bisa disertai atau tanpa disertai demam atau gejala infeksi yang lain," imbuhnya

Yang Harus Diwaspadai Orangtua

Dalam kesempatan itu, dr Yanti menganjurkan para orangtua untuk memperhatikan warna dan jumlah urine anak di rumah. Jika terjadi pengurangan volume dan frekuensi, bahkan berhenti sama sekali, orangtua perlu segera memeriksakan anak ke rumah sakit.

"Yang paling penting adalah memantau warna dan jumlah urine di rumah. Jika urine berkurang yaitu urine dikatakan berkurang jika jumlahnya kurang dari 0,5 ml per kg berat badan per jam dalam 6-12 jam atau bahkan tidak ada urine sama sekali anuria selama 6-8 jam saat siang hari maka pasien segera dirujuk di rumah sakit. Jadi jangan dilakukan perawatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama," pungkas dr Yanti. (ros)