Hakim MK Pertanyakan Peran Bawaslu dan Gakkumdu di Sidang Putusan Pilpres

Terlepas dari pendirian di atas, kata Saldi, MK perlu menegaskan bahwa sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila MK dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan tahapan pemilu.

Apr 22, 2024 - 11:58
Hakim MK Pertanyakan Peran Bawaslu dan Gakkumdu di Sidang Putusan Pilpres

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pihaknya berwenang mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 yang tak sebatas pada perhitungan selisih suara.

MK juga mempertanyakan peran Bawaslu, Gakkumdu, hingga DPR RI dalam proses pemilu 2024.

Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan kewenangan MK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 tidak hanya sebatas mengadili angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara, melainkan juga dapat menilai hal-hal lain yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu.

Terlepas dari pendirian di atas, kata Saldi, MK perlu menegaskan bahwa sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila MK dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan tahapan pemilu.

"Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai "keranjang sampah" untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia," tegas Saldi dalam sidang pengucapan putusan PHPU Pilpres 2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK RI, Jakarta, Senin (22/4).

MK lantas menyinggung sejumlah instansi terkait perannya dalam proses pemilu.

Menurut MK, lembaga yang telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan pemilu, seperti Bawaslu dan Gakkumdu, harus melaksanakan kewenangannya secara optimal demi menghasilkan pemilu yang jujur dan adil serta berintegritas.

"Selain itu, lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan sehingga sejak awal harus pula menjalankan fungsi konstitusionalnya, seperti fungsi pengawasan dan menggunakan hak-hak konstitusional yang melekat pada jabatannya seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat guna memastikan seluruh tahapan pemilu dapat terlaksana sesuai dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," ujar Saldi.

"Penegasan demikian diperlukan karena Mahkamah hanya memiliki waktu yang terbatas, in casu 14 (empat belas) hari kerja, untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," kata Saldi.

MK pun menilai eksepsi KPU sebagai termohon dan eksepsi pasangan calon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pihak terkait yang pada intinya menyatakan Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan a quo dikarenakan permohonan Pemohon tidak mendalilkan perselisihan hasil suara pemilu presiden dan wakil presiden berupa penghitungan secara kuantitatif melainkan mendallkan pelanggaran kualitatif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif adalah eksepsi yang tidak beralasan menurut hukum.

Lebih lanjut, MK pun menyatakan bahwa pihaknya berwenang untuk mengadili permohonan PHPU yang diajukan pemohon.

Dalam perkara ini, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud selaku pemohon tidak terima dengan hasil keputusan KPU pada 20 Maret lalu yang memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Sementara itu, KPU duduk sebagai termohon dan Prabowo-Gibran duduk sebagai pihak terkait.(han)