Putusan MKMK Tak Mampu Yakinkan Hakim MK Ada Bukti Nepotisme Jokowi di Pilpres

Arief menyinggung anggapan ada intervensi presiden terhadap perubahan syarat pasangan calon sebagaimana diputus dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023. Menurut MK, latar belakang dan keberlakuan putusan 90 telah dilegaskan berkali-kali oleh MK di antaranya dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 145/PUU-XXI/2023 serta Putusan MK Nomor 150/PUU-XXI/2023.

Apr 22, 2024 - 11:53
Putusan MKMK Tak Mampu Yakinkan Hakim MK Ada Bukti Nepotisme Jokowi di Pilpres

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait putusan syarat usia minimal presiden-wakil presiden tidak cukup meyakinkan mahkamah telah terjadi nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam perubahan syarat pasangan calon peserta Pilpres 2024.

Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan PHPU Pilpres 2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK RI, Jakarta, Senin (22/4).

Mulanya, Arief menyinggung anggapan ada intervensi presiden terhadap perubahan syarat pasangan calon sebagaimana diputus dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023. Menurut MK, latar belakang dan keberlakuan putusan 90 telah dilegaskan berkali-kali oleh MK di antaranya dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 145/PUU-XXI/2023 serta Putusan MK Nomor 150/PUU-XXI/2023.

Oleh karena itu, kata Arief, Mahkamah menilai persoalan mengenai penafsiran syarat pasangan calon sebagaimana telah diputuskan MK merupakan ranah pengujian norma. Dan, sambungnya, hal tersebut telah diproses MK melalui putusan penguijan undang-undang, sehingga tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut.

Arief mengatakan sejak Putusan 90, syarat yang diberlakukan oleh Pasal 169 ayat (1) huruf q UU Pemilu adalah sebagaimana yang telah dinyatakan MK dalam amar putusan a quo.

Lalu, Arief turut menyinggung putusan etik berat oleh MKMK terkait putusan 90 itu.

"Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," ujar Arief membacakan pertimbangan MK.

Apalagi, kata dia, kesimpulan Putusan MKMK itu kemudian dikutip dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XX1/2023 yang isinya menegaskan putusan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan putusan MK.

"Dalam konteks perselisihan hasil Pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat, namun lebih tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta Pemilu," tegas Arief.

"Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," sambungnya.

Arief pun menegaskan dalil para pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan KPU sebagai termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon agar MK membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon 02 sebagai peserta Pilpres 2024 adalah tidak beralasan menurut hukum.

Dalam perkara ini, paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD selaku pemohon tidak terima dengan hasil keputusan KPU pada 20 Maret lalu yang memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Di sisi lain, KPU duduk sebagai termohon dan Prabowo-Gibran duduk sebagai pihak terkait. Para pihak yang bersengketa terkait hasil Pilpres 2024 telah menyerahkan kesimpulan masing-masing.(sir)