Habitat 12 Jenis Mamalia Terancam Imbas Erupsi Gunung Merapi

"Gangguan alam yang mengganggu keberadaan satwa liar di area Merapi berupa bencana erupsi yang terjadi secara periodik. Sedangkan gangguan dari aktivitas manusia berupa kegiatan perumputan, penambangan dan wisata," tulis keterangan resmi UGM mengutip hasil penelitian Nurpana.

Mar 14, 2023 - 16:49
Habitat 12 Jenis Mamalia Terancam Imbas Erupsi Gunung Merapi
Papan larangan berburu di Taman Nasional Gunung Merapi, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (21/9). (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

NUSADAILY.COM - YOGYAKARTA - Sebanyak 12 jenis mamalia penghuni Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) terancam eksistensinya akibat erupsi Gunung Merapi yang terjadi secara periodik.

Informasi itu berdasarkan hasil penelitian mahasiswa program studi doktor Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurpana Sulaksono.

Penelitian Nurpana menjelaskan, TNGM merupakan salah satu habitat satwa asli pegunungan Jawa yang terancam keberadaannya akibat gangguan alam karena lokasinya berada di area gunung api paling aktif di Indonesia. Selain itu juga faktor gangguan manusia. Keberadaan mereka dikelilingi pemukiman padat penduduk.

"Gangguan alam yang mengganggu keberadaan satwa liar di area Merapi berupa bencana erupsi yang terjadi secara periodik. Sedangkan gangguan dari aktivitas manusia berupa kegiatan perumputan, penambangan dan wisata," tulis keterangan resmi UGM mengutip hasil penelitian Nurpana.

Nurpana menjelaskan, 12 jenis hewan mamalia berukuran besar hingga sedang yang tinggal di area TNGM antara lain monyet, kijang, landak, garangan, lutung, babi hutan, trenggiling, kucing hutan, lutung, biul, rase, dan tupai terbang.

BACA JUGA : Kabupaten Semarang Terkena Abu Vulkanik Erupsi Gunung Merapi

Keberadaan mereka termonitor lewat puluhan kamera jebakan yang terpasang di lokasi. Dari 12 jenis mamalia, 10 di antaranya adalah mamalia darat.

"Yang paling banyak itu adalah monyet ekor panjang, kijang, landak dan luwak," kata Nurpana dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Kehutanan UGM, dikutip dari keterangan resmi UGM, Senin (13/3).

Dalam penelitian disertasinya berjudul 'Respon Mamalia Darat Ukuran Sedang-Besar pada Berbagai Tipe Gangguan di Lanskap Taman Nasional Gunung Merapi', Nurpana mengatakan mamalia dengan ukuran sedang dan besar seperti monyet dan lutung atau kijang cenderung menghindar dan menjauhi area yang dekat dengan gangguan. Baik pemukiman maupun penambangan.

"Satwa itu cenderung berada di area tutupan rapat dan menjauh dari area pemukiman dan penambangan serta suka pada lahan yang agak tinggi," jelasnya.

Menyangkut ketersediaan habitat populasi mamalia di TNGM sekarang ini, Nurpana menyebutkan habitat paling luas dimiliki oleh kucing hutan yang menempati area seluas 5 ribu hektare, di dalam maupun luar taman nasional. Disusuk luwak 4.700 hektare dan kijang menempati area 3 ribu hektare, di luar maupun di dalam kawasan TNGM.

Kendati, imbuh Nurpana, kondisi habitat kijang saat ini mengalami fragmentasi akibat erupsi dan adanya aktivitas pemukiman penduduk. Lokasi habitat tersebut berada di utara dan selatan gunung Merapi.

"Antara wilayah utara dan selatan terputus yang akan memberikan dampak pada pelestarian area yang seharusnya populasinya bisa terhubung," papar Nurpana.

Nurpana menerangkan, gangguan habitat tertinggi terjadi pada habitat yang terdampak akibat gangguan aktivitas penambangan. Habitat dengan tingkat gangguan tinggi cenderung direspon dengan kekayaan jenis dan keragaman jenis mamalia yang rendah.

BACA JUGA : 5 Fakta Erupsi Merapi 11 Maret 2023 Hingga Status Terkininya

Pada habitat yang tidak terganggu justru cenderung memiliki kekayaan tinggi, namun memiliki tingkat keragaman mamalia terendah imbas adanya dominasi beberapa jenis satwa tertentu.

Nurpana menyampaikan, hasil penelitian ini memunculkan rekomendasi agar dilakukan pengukuran kondisi mamalia secara aktif dan kontinyu guna mengetahui dinamika dan perkembangan jumlah populasi dan habitatnya.

Selain itu, diperlukan pengaturan waktu aktivitas pengambilan rumput oleh masyarakat. "Pengaturan dilakukan untuk mencegah gangguan tidak melebihi ambang batas toleran yang dapat memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap satwa liar khususnya mamalia, sambung Nurpana.

Tak kalah lebih penting bagi Nurpana, diperlukan pengamanan kawasan untuk mencegah aksi perburuan, melakukan pengaturan dan penertiban terhadap aktivitas penggalian batu dan pasir demi mencegah terjadinya fragmentasi habitat.

"Pengambilan material batu dan pasir yang tidak terkendali bisa menyebabkan terputusnya konektivitas antar habitat," katanya.(lal)