GMNI Malang Raya: Keberpihakan Rezim Hari Ini Mematikan Demokrasi

Bola panas menggelinding seiring pernyataan Presiden RI, Joko Widodo yang melontarkan bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak. Berbagai spekulasi terhadap indikasi ketidaknetralan pejabat publik pun makin menguat. Sehingga akan mencederai hasil pemilu 2024 mendatang. 

Feb 5, 2024 - 06:06
GMNI Malang Raya: Keberpihakan Rezim Hari Ini Mematikan Demokrasi

NUSADAILY.COM – MALANG – Bola panas menggelinding seiring pernyataan Presiden RI, Joko Widodo yang melontarkan bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak. Berbagai spekulasi terhadap indikasi ketidaknetralan pejabat publik pun makin menguat. Sehingga akan mencederai hasil pemilu 2024 mendatang. 

Ketua DPC GMNI Malang Raya, Rolis Sembiring menilai, sikap terang-terangan Jokowi atas keberpihakannya, jelas semakin membuktikan praktik nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan negara. Apalagi jika dikaitkan dengan status anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto. 

Ia mengatakan, presiden dan wakil presiden dapat berkampanye sebagaimana yang tertuang dalam pasal 299 UU nomor 7 tahun 2017. Namun ketentuan dalam pasal itu tak bisa dibaca secara parsial. Karena kegiatan kampanye baru bisa dilakukan tatkala presiden/wakil presiden maju kembali sebagai capres/cawapres untuk periode kedua, sesuai aturan dalam konstitusi.

"Presiden hanya boleh memihak dalam kapasitas pribadi pada saat di tempat pemungutan suara (TPS) di hari pencoblosan. Karena itu, pernyataan Jokowi dapat membahayakan sendi-sendi demokrasi dan konstitusi di Indonesia," ujar Rolis.

Selain itu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tertinggi, presiden juga sebagai panglima tertinggi. Maka, posisinya dapat menyeret alat-alat kekuasaan negara menjadi tidak netral. Sebagai akibat keberpihakan politik presiden. Maka sangat mungkin kebijakan atau program-program pemerintahan seperti bansos dan penggunaan fasilitas negara atau pengaruh jabatannya sebagai presiden, diarahkan untuk pemenangan salah satu paslon.

"Sikap totalitarian pemerintah hari ini tentu berakibat pada matinya demokrasi di Indonesia. Pemimpin otoriter, disalahgunakannya kekuasaan pemerintah, dan penindasan total atas oposisi. Kita dapat melihat bahwa ketiga hal tersebut adalah fenomena yang terjadi. Saya khawatir jika hal ini terus berlanjut, dapat mengancam stabilitas nasional tegas  Rolis.

Pernyataan dukungan Menko Marves Luhut Pandjaitan kepada Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming Raka, sudah cukup menunjukkan dengan jelas bahwa rezim hari ini jelas tidak tunduk pada undang-undang, yang tentunya secara nyata melawan konstitusi.

“Presiden Jokowi harus menarik pernyataan bahwa presiden dan menteri boleh berpihak, karena ini akan berpotensi menjadi alasan pembenaran untuk pejabat dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu. Dan berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu penuh dengan kecurangan, tidak fair dan tidak demokratis.” tandas dia.