Wacana ‘Money Politic’ Dilegalkan, Ketua KIPP Sidoarjo; “Setuju dengan Niat Sodakoh”

“Meski jelas jelas dilarang, mereka leluasa praktek politik uang dan aman-aman saja. Jadi sekalian dilegalkan saja,” kata Sujani S.Sos, Ketua KIPP Sidoarjo.

May 18, 2024 - 17:29
Wacana ‘Money Politic’ Dilegalkan, Ketua KIPP Sidoarjo; “Setuju dengan Niat Sodakoh”
Dugaan praktek politik uang selalu mewarnai pemilu.

NUSADAILY.COM – SIDOARJO : Bukan rahasia lagi setiap perhelatan pesta demokrasi selalu diwarnai politik uang (money politic). Bahkan hal itu sudah menjadi ‘budaya’ masyarakat. Simak saja,--mulai peseta demokrasi di strata paling bawah, sepeti pemilihan kepala desa hingga presiden maupun pemilihan wakil rakyat (legislatif), selalu terhembus isu adanya praktek politik uang yang begitu dominan ikut mewarnainya.

Itu tidak bisa terbantahkan. Bahkan penggunaan uang di kanca perpolitikan menjadi bagian  strategi paling jitu untuk memenangkan pesta demokrasi. Sungguh menjadi sebuah keironisan. Satu sisi, praktek politik uang jelas-jelas bisa menciderai kualitas pesta demokrasi, bahkan berdasarkan UU No. 7 Tahun 2027 tentang Pemilihan Umum, pelakuknya bisa dihukum berat.

Namun sisi lain, praktek politik uang memberi keuntungan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat. Bahkan kadang masyarakat tidak melihat nilai nominal, namun ada kebanggaan tersendiri ketika menerima uang sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihannya dalam pesta demokrasi tersebut.

Membahas money politic, sepertinya tidak pernah berujung penyelesaian. Bahkan,--mungkin sebagai bentuk rasa  frustasi dalam menyikapi praktek politik uang,-- salah satu anggota DPR RI sempat mewacanakan agar dilegalkan saja. Sontak  saja gagasan itu pun melahirkan beragam komentar dari berbagai pihak. Ada yang pro, ada pula pihak kontra.

Termasuk Sujani S.Sos, Ketua KIPP Sidoarjo. Dia menilai bahwa sangat tidak mungkin praktek politik uang dihilangkan dari pesta demokrasi. "Sampai kapan pun politik uang sulit dihilangkan. Bukan berarti saya mendukung, namun memang sebaiknya dilegalkan saja. Sehingga pesta demokrasi ini berjalan meriah, dan masyarakat maupun para kontestasi  pemilu juga merasa aman dan nyaman, tanpa dihantui oleh pengawasan dari Bawaslu maupun kepolisian,”  ujarnya, pada Sabtu (18/5) sore.

Sujani S.Sos, Ketua KIPP Sidoarjo.

Ditambahkan, politik uang jelas melanggar hukum. Namun prakteknya tetap marak mewarnai setiap perhelatan demokarsi. Peraturan pun sepertinya tidak bertaji. “Meski jelas jelas dilarang, mereka leluasa pratek politik uang  dan aman-aman saja. Jadi sekalian dilegalkan saja. Biar kontestasi leluasa mencari simpati atau dukungan publik. Tidak kucing kucingan lagi,” tambahnya.

Hanya saja, lanjut Sujani, yang juga bagian dari Personil Satkornas Banser ini, bahwa pnggunaan politik uang tersebut harus diniatkan untuk bersodakoh karena ada hajatan besar berupa pemilu yang melibatkan masyarakat luas. “Karena sifatnya sodakoh, tentu para peserta pemilu mengeluarkan uang sesuai kemampuan masing-masing," tuturnya.

Sehingga siapapun yang menang atau kalah,--dipilih rakyat atau tidak dipilih rakyat tidak mereka kecewa atau bangga. “Ya, mungkin bagi yang kalah, merasa senang karena sudah bershodakoh melalui kontestasinya dalam pemilu.  Begitu pula yang menang, tidak merasa jumawa atau sombong,” katanya.

Dikatakan, bahwa fakta di lapangan selama money politik dilarang dan dalam pengawasan Bawaslu, masyarakat, pemantau dan relawan pemilu, praktek jual beli suara tersebut semakin marak dan tak bisa dihindari. “Terbukti bahwa semua yang lolos menang dalam Pemilu, 99 persen menggunakan uang sebagai cara agar kontestan pemilu dipilih oleh pemilih,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sujani yang akrab disapa Bupati Swasta (Buwas) ini mengemukakan hampir semuanya tak berdaya melihat praktek money politik ini. Dan Pemilu terakhir (pileg dan pilpres 2024) terjadi  sangat brutal. Baik politik uang maupun praktek-praktek ketidak-netralan para pejabat maupun para ASN.

"Daripada dianggap melakukan kecurangan dibalik peraturan pemilu, namun kecurangannya smakin membabi buta dengan secara terbuka. Lebih baik praktek pemberian uang kepada pemilih tersebut dilegalkan,” kata alumni Umsida Fisip Komunikasi ini. (*/ful)