Soal Pengambilalihan Demokrat Lewat MA, SBY: Indonesia Bukan Negara ‘Predator’

Berdasarkan akal sehat, menurutnya, sulit diterima PK Moeldoko dikabulkan MA karena sudah 16 kali kalah di pengadilan.

Soal Pengambilalihan Demokrat Lewat MA, SBY: Indonesia Bukan Negara ‘Predator’

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, merespons pernyataan Ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana soal pengambilalihan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko lewat upaya peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung (MA).

SBY juga mengaku mendapat informasi dari salah seorang mantan menteri soal PK yang dilayangkan Moeldoko itu.

"Berkaitan dengan PK Moeldoko di MA, tadi malam saya terima telpon dari mantan menteri yang sampaikan pesan politisi senior (bukan Partai Demokrat) berkaitan PK Moeldoko ini. Pesan seperti ini juga kerap saya terima. Jangan-jangan ini serius bahwa Demokrat akan diambil alih," kata SBY melalui akun twitter pribadinya, Minggu (28/5).

Berdasarkan akal sehat, menurutnya, sulit diterima PK Moeldoko dikabulkan MA karena sudah 16 kali kalah di pengadilan.

"Kalau ini terjadi, info adanya tangan-tangan politik untuk ganggu Demokrat agar tak bisa ikuti Pemilu 2024 barangkali benar. Ini berita yang sangat buruk," katanya.

SBY berharap pemegang kekuasaan tetap amanah, menegakkan kebenaran dan keadilan. Ia menyatakan Indonesia bukan negara 'predator' dimana yang kuat memangsa yang lemah.

Ia juga menyebut Indonesia tidak menganut hukum rimba, dimana yang kuat menang dan yang lemah selalu kalah.

SBY pun meminta seluruh Kader Demokrat untuk mengikuti perkembangan PK Moeldoko itu.

"Kepada kader Partai Demokrat di seluruh tanah air, agar mengikuti perkembangan PK Moeldoko ini sambil memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt. Ikuti petunjuk Ketua Umum. Jika keadilan tak datang, kita berhak memperjuangkannya secara damai dan konstitusional," katanya.

Kabar dari Denny Indrayana
Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana sebelumnya mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di MK.

Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/5).

Berdasarkan info yang diterimanya, enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup. Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Ia lalu menyinggung perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK hingga pengajuan PK oleh Moeldoko terkait sengketa Partai Demokrat.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun. PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA," kata Denny.

"Jika Demokrat berhasil dicopet, istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," imbuh dia.

Mengutip CNNIndonesia.com, hingga saat ini Redaksi masih berusaha meminta klarifikasi kepada Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto soal informasi yang diterima Denny Indrayana tersebut.

Sementara Menko Polhukam Mahfud MD meminta MK menelusuri informasi Denny Indrayana yang kadung diumbar ke publik tersebut.

Menurut Mahfud, putusan tersebut seharusnya tidak boleh bocor sebelum dibacakan. Ia menilai pernyataan Denny bisa menjadi preseden buruk, bahkan dapat disebut sebagai pembocoran rahasia negara.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara," ujar Mahfud MD melalui akun Twitter resminya, Minggu (28/5).

Mahfud juga mengatakan informasi yang dimiliki Denny harus diselidiki kepolisian agar tidak menjadi spekulasi yang mengandung fitnah.

"Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah. Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan," tuturnya.(han)