Problem dan Pembelajaran Bahasa Inggris

Oleh: Dr. Dra. Yuli Christiana Yoedo, M.Pd.

Problem dan Pembelajaran Bahasa Inggris

KEMARIN, saya mengajak mahasiswa untuk mengajar murid TK di sebuah sekolah swasta.  Saya meminta mereka untuk menggunakan bahasa Inggris sesering mungkin. Hal ini karena para murid terbiasa berinteraksi dalam bahasa Inggris. Tugas ini merupakan tugas yang menantang bagi mahasiswa.

Ada beberapa tujuan kenapa tugas semacam ini diberikan. Pertama, saya ingin menunjukkan fakta bahwa anak kecilpun sudah dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Kedua, saya ingin memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk berpraktek mengajar dalam bahasa Inggris. 

Sekolah ini dipilih karena beberapa kriteria berikut. Pertama, sekolah tersebut memakai dua bahasa pengajaran, yaitu: bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Inggris sebanyak 60% dan Bahasa Indonesia 40%. Setiap hari Selasa dan Kamis bahasa Inggris digunakan 100%.

Kedua, para guru dapat menerima kemampuan bahasa Inggris mahasiswa. Dengan demikian, kekurangan mahasiswa tidak menjadi promosi negatif. Pertimbangan promosi penting karena sekolah ini memiliki murid sampai jenjang SMA. Promosi negatif guru dapat membuat murid SMA mereka tidak berminat mendaftar di prodi kami.

Ketiga, mahasiswa sudah mengenal sekolah tersebut. Mereka pernah melakukan kegiatan di sekolah tersebut bersama dosen lainnya. Selain itu, sekolah ini sudah lama menjalin kerjasama dengan prodi kami. Berbagai bentuk kerjasama pernah dilakukan.

Pertemuan dengan murid dilakukan sebanyak empat kali. Pertemuan dengan murid di sekolah tersebut hanya berlangsung selama 1 jam. Selebihnya mahasiswa kembali ke kampus untuk mengikuti perkuliahan seperti biasanya. Setiap selesai pertemuan saya mengajak para mahasiswa untuk membuat refleksi. Setelah itu mereka bebas berbagi cerita dan memberi solusi di kampus.

Kegiatan tersebut sangat menarik karena adanya perbedaan kemampuan bahasa Inggris. Hanya ada satu mahasiswa yang berkemampuan tinggi. Satu mahasiswa lainnya berkemampuan sedang dan sisanya berkemampuan lebih rendah. Sebagian besar mereka berasal dari daerah 3 T dimana kualitas pendidikan bahasa Inggris rendah. 

Respon mahasiswa mengenai kegiatan mengajar ini dapat digolongkan menjadi dua, menyenangkan dan menakutkan. Dua mahasiswa menganggap kegiatan ini menyenangkan. Sementara itu, sebagian besar mahasiswa lainnya menganggap kegiatan ini menakutkan.

Dua mahasiswa merasa senang karena mereka mempunyai kesempatan untuk mengajar dalam bahasa Inggris. Mahasiswa yang ketakutan menyadari bahwa kemampuan bahasa Inggris mereka rendah. Mereka takut tata bahasa dan pelafalan mereka salah sehingga murid tidak memahami pesan mereka. Mereka juga takut tidak bisa memahami pertanyaan murid atau merespon pertanyaan murid dalam bahasa Inggris. 

Ada beberapa tindakan yang akan saya lakukan sebagai solusi untuk membantu mahasiswa. Berkaitan dengan Tata Bahasa dan pelafalan, saya akan menggunakan strategi yang lebih bervariasi. Dengan demikian, mahasiswa dapat lebih termotivasi untuk belajar.

Untuk memperkaya kosa kata Bahasa Inggris mereka, saya akan mewajibkan mereka untuk memiliki sebuah buku kecil. Mereka harus menuliskan 5 kosa kata baru setiap harinya. Buku kecil ini dipakai untuk meminimalkan godaan media sosial. Dalam pertemuan kelas, mahasiswa lain diminta untuk menanyakan kosa kata baru dan artinya kepada pemilik buku.

Keuntungan lainnya, semua mahasiswa yang mendengar dapat juga belajar kosa kata baru. Berbagai variasi dapat dilakukan untuk menghindari kejenuhan. Tujuan utamanya adalah adanya penambahan penguasaan kosa kata baru. Tidak hanya itu, mahasiswa juga belajar bagaimana menggunakan kata tersebut dalam kalimat. 

Saya juga akan mengundang mahasiswa senior yang berasal dari daerah mereka. Tentu saja mahasiswa senior yang sudah mengalami kemajuan dalam berbahasa Inggris. Kehadiran mahasiswa senior diharapkan dapat menyadarkan mahasiswa bahwa meskipun mereka berasal dari daerah, mereka dapat mengejar ketinggalan mereka. Mereka akan belajar bahwa perjuangan akan membuahkan hasil.

Dalam waktu dekat, saya berencana mengundang seorang mahasiswi semester 6 asal Nias. Dia akan berangkat ke Filipina untuk mengikuti program pertukaran mahasiswa. Program ini adalah program prodi kami sehingga kesempatan mengikutinya lebih banyak. Mahasiswa hanya berkompetisi dengan mahasiswa lainnya di prodi kami.

Ketakutan mahasiswa sebenarnya juga berkaitan dengan pengalaman buruk masa lampau. Mereka ditertawakan ketika mereka membuat kesalahan. Akibatnya, mereka tidak berani menggunakan bahasa Inggris atau tidak termotivasi untuk belajar bahasa Inggris.

Karena itu, pola pikir yang baru harus ditanamkan. Pertama, kesalahan dapat membuat kita maju. Kedua, keberhasilan dicapai ketika kita berani keluar dari zona nyaman. Ketiga, Tuhan Yesus yang mereka percayai tidak akan membiarkan mereka sendirian menghadapi tantangan. Keempat, mereka mempunyai tanggungjawab untuk mencerdaskan murid karena itu mereka harus terus belajar.   

Ada 2 mahasiswa yang terus terang mengatakan ‘Mereka yang sekecil itu sudah pintar bahasa Inggris. Dimana aku ya waktu itu?’ Ada rasa penyesalan di hati mereka kenapa mereka tidak diajari bahasa Inggris waktu kecil. Kesadaran ini sangat bagus karena dapat membuat mereka serius mempelajari bahasa Inggris. Dengan demikian, kelak mereka dapat mengajar  anak-anak usia dini di daerah asal mereka untuk menguasai bahasa dunia. 

Menugaskan mahasiswa untuk mengajar dalam bahasa Inggris dapat diibaratkan meminta mereka melewati jembatan panjang di atas jurang yang sangat dalam. Kelihatannya kejam. Namun, akan lebih kejam lagi jika saya membiarkan mereka menghindari tantangan. Mereka harus berjalan di jembatan itu dan saya akan menemani mereka berjalan sampai ke ujung. Semoga Gusti Yesus memperlebar kasih saya kepada mereka.  (****)

 

Penulis: 

Dr. Dra. Yuli Christiana Yoedo, M.Pd Dosen Tetap Prodi PGSD Universitas Kristen Petra sekaligus anggota Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Tulisan ini disunting oleh Dr. Mu’minin, M.A. Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana STKIP PGRI Jombang dan Anggota PISHI.