Pakar ‘Keroyok’ Jokowi Usai Terbitkan Perppu Ciptaker

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang Feri Amsari mengkritisi karena tidak ada kegentingan yang memaksa untuk mengeluarkan perppu.

Dec 31, 2022 - 22:01
Pakar ‘Keroyok’ Jokowi Usai Terbitkan Perppu Ciptaker

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Presiden Joko Widodo menuai kritik dari para pakar, bahkan terkesan ‘dikeroyok’ usai menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat (30/12).

Perppu itu diterbitkan untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Omnibus Law UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang Feri Amsari mengkritisi karena tidak ada kegentingan yang memaksa untuk mengeluarkan perppu.

Menurutnya, alasan dampak perang Rusia-Ukraina sebagai dalih dari pemerintah tidak relevan.

Dia mengingatkan bahwa MK mengamanatkan perbaikan UU dalam jangka waktu dua tahun hingga 25 November 2023. Bukan dengan penerbitan perppu.

"Ini jelas-jelas langkah inkonstitusional yang ditempuh oleh presiden. Padahal, MK meminta perbaikan dua tahun UU tersebut," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat (30/12).

Senada, Ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan seharusnya DPR menolak perppu yang diterbitkan Jokowi.

Dia menekankan bahwa MK mengamanatkan UU Cipta Kerja agar diperbaiki. Bukan dengan mengeluarkan Perppu.

Refly menuturkan, Perppu itu sebetulnya bisa dibatalkan oleh MK. Tapi, alumnus UGM itu pesimis dengan kondisi MK saat ini.

"Secara teoretis Perppu itu bisa dibawa ke MK lagi dan MK bisa batalkannya kalau committed dengan putusan terdahulu. Kalau MK sudah masuk angin lain soal, kan MK sudah berubah komposisinya," imbuhnya.

Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai Perppu yang dikeluarkan Jokowi ini merupakan langkah culas dalam kehidupan berdemokrasi.

Bivitri tak bisa menerima alasan pemerintah yang berdalih salah satu kegentingan memaksa yang melatarbelakangi keluarnya Perppu adalah dampak perang Rusia-Ukraina terhadap perekonomian Indonesia.

"Ini langkah culas dalam demokrasi, pemerintah benar-benar membajak demokrasi," pungkas Bivitri.

Kecaman juga datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menilai penerbitan Perppu ini merupakan bentuk kudeta terhadap UUD 1945.

"YLBHI menilai penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap konstitusi RI dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo," tegas Ketua YLBHI M. Isnur.

Sementara Kordinator Tim Kuasa Hukum UU Ciptaker Viktor Santoso Tandiasa menyampaikan bahwa pemerintah dan DPR tidak tunduk atas putusan MK yang pada poinnya mengamanatkan pembentuk undang-undang memperbaiki prosedur UU yang sebelumnya dinyatakan telah cacat formil itu.

"Sebagaimana amanat Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, apabila dalam dua tahun (25 November 2023) tidak diperbaiki maka akan inkonstitusional secara permanen. Namun, ternyata pemerintah bukannya memanfaatkan dua tahun ini untuk memperbaiki tapi malah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu," katanya.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Perppu Ciptaker ini telah menggugurkan status inkonstitusional bersyarat yang dinyatakan oleh MK melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.

Menurut mantan ketua MK itu menjelaskan bahwa dalam sistem peraturan perundang-perundangan, Perppu itu sejajar dengan Undang-Undang.

"Iya dong [status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja gugur]. Begini, inkonstitusional bersyarat itu artinya sesuatu dinyatakan inkonstitusional sampai dipenuhinya syarat-syarat tertentu," kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12).(han)