Ketua MKMK Sebut Permohonan Almas soal Usia Cawapres Banyak Masalah di Administrasi

"Ada banyak masalah lah dari setiap administrasi, cuma itu kami sudah dapat klarifikasi khusus itu, ada rapat klarifikasi," lanjutnya.

Nov 4, 2023 - 12:56
Ketua MKMK Sebut Permohonan Almas soal Usia Cawapres Banyak Masalah di Administrasi

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengungkapkan kejanggalan baru dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengklarifikasi dokumen penggugat syarat usia cawapres, Almas Tsaqibirru, yang disebut belum ditandatangani ternyata sudah diperbaiki saat sidang klarifikasi.

Ia menegaskan dokumen tersebut sudah ditandatangani dalam sidang klarifikasi atas permohonan yang bersangkutan.

"Memang awal itu tidak ada tandatangan, tapi kan ada sidang klarifikasi, sidang pendahuluan, nah itu sudah diperbaiki," kata Jimly di gedung MK, Jakarta Pusat, dikutip dari CNNIndonesia TV, Jumat (3/11).

Lebih lanjut, Jimly mengakui banyak masalah administrasi dalam dokumen gugatan Almas terkait hasil putusan MK. Salah satunya adalah dokumen gugatan awal yang beredar di media sosial.

"Tapi banyak yang beredar di medsos itu dokumen yang awal, memang belum ditandatangani," ucap Jimly.

"Ada banyak masalah lah dari setiap administrasi, cuma itu kami sudah dapat klarifikasi khusus itu, ada rapat klarifikasi," lanjutnya.

Sebelumnya Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengungkapkan kejanggalan baru dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua PBHI Julius Ibrani menyebut kejanggalan baru itu ditemukan dalam dokumen perbaikan permohonan yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru. Dokumen tersebut tidak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.

"Terkait dengan dokumen, kami mendapatkan dokumen langsung dari situs MK bahwa kami melihat, permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon juga tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon itu sendiri," kata Julius selaku pelapor dugaan pelanggaran etik dalam sidang MKMK pada Kamis (2/11) lalu.

Julius berharap MKMK juga memeriksa dokumen tersebut. Dia menjelaskan gugatan yang tidak ditandatangani tidak bisa dianggap ada atau sah.

"Khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Almas, Arif Sahudi membantah keterangan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) terkait dokumen perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Arif memastikan pihaknya telah menandatangani berkas fisik yang dikirim ke MK lewat pos.

"Yang diminta adalah tanda tangan basah. Kan hard copy-nya [tanda tangan] basah," katanya, Jumat.

Arif pun menunjukkan salinan berkas perbaikan yang dikirim ke MK 13 Oktober 2023 lalu. Berkas yang ditunjukkan kepada wartawan tersebut sudah ditandatangani empat tim kuasa hukum. Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, Dwi Nurdiansyah Santoso, dan Georgius Limart Siahaan.

Arif menjelaskan pihaknya mengirim tiga jenis berkas ke MK. Berkas fisik yang dikirim lewat pos dan berkas digital dikirim lewat email. Dua lainnya berupa berkas digital dalam format Word (.docx) dan PDF.

Pihaknya hanya menandatangani berkas fisik dan berkas digital dalam format PDF. Ia memang tidak menandatangani berkas dalam format Word (.docx) yang dikirim ke MK lewat email.

"Yang di luar itu pasti yang Word. Kan, enggak mungkin ada tanda tangan yang Word itu," katanya.

Arif pun menantang mereka untuk membuktikan bahwa gugatan Almas cacat formal. Ia yakin pihaknya telah melalui semua proses sesuai prosedur.

"Kita ada rekam pembicaraan kita dengan MK bagaimana, saling cek data bagaimana, semua ada. Bisa dicek," katanya.(sir)