Ini Larangan atau Pantangan di Malam 1 Suro Menurut Kepercayaan Sebagian Masyarakat Jawa

Menilik sejarahnya, penetapan 1 Suro dimulai sejak masa Kerajaan Mataram Islam. Mengutip berbagai sumber, momen ini ditetapkan oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).

Jul 19, 2023 - 15:18
Ini Larangan atau Pantangan di Malam 1 Suro Menurut Kepercayaan Sebagian Masyarakat Jawa

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Dalam masyarakat Jawa, momen tahun baru Islam disebut juga dengan istilah malam 1 Suro.

Dalam ajaran Islam, ada sejumlah amalan sunah yang dianjurkan saat tahun baru Hijriah. Namun, 1 Muharram juga kerap diwarnai dengan mitos seputar larangan dan pantangan di malam 1 Suro. Apa saja?

Menilik sejarahnya, penetapan 1 Suro dimulai sejak masa Kerajaan Mataram Islam. Mengutip berbagai sumber, momen ini ditetapkan oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).

Kala itu, sultan berniat untuk menyatukan masyarakat Jawa yang terpecah antara kepercayaan Kejawen dan Putihan (kepercayaan Islam). Caranya dengan mengubah Kalender Saka yang dibuat dengan penanggalan Jawa dan Hindu sesuai dengan penanggalan Hijriah dalam Islam.

Di malam ini, Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Kasepuhan Cirebon rutin mengadakan ritual. Masyarakat mengelilingi keraton dalam diam, memandikan benda pusaka, mandi kembang, dan mengarak kerbau bule.

Adapun menurut kepercayaan ini, orang Jawa Islam tidak boleh berbuat sembarangan, tidak boleh berpesta, dan prihatin saat satu Suro tiba. Hingga kini, beberapa masyarakat Jawa Islam masih meyakini kepercayaan tersebut.

Melansir berbagai sumber, berikut ini sejumlah larangan dan pantangan di malam 1 Suro:

1. Tidak boleh berbicara

Salah satu ritual yang dilakukan di malam ini adalah tapa bisu atau tidak berbicara. Ritual biasanya dilakukan sembari mengelilingi benteng keraton.

2. Tak boleh keluar rumah

Masyarakat percaya bahwa lebih baik berdiam diri di rumah pada malam ini. Jika melanggar, maka kesialan akan menunggu.

3. Tidak menggelar pernikahan

Ada kepercayaan di bulan Muharram tidak diperkenankan menikah karena bisa mendatangkan malapetaka. Mengutip NU Online, menurut catatan Serat Chentini, jika menikah di bulan Muharram maka setelah berumah tangga akan membuat pasangan memiliki banyak utang. Karenanya tak jarang orang menjauhi hajatan pernikahan di bulan tersebut.

Ada yang mengatakan bahwa bulan Muharram terkenal dengan bulannya priyayi. Dulu, hanya bangsa keraton yang dapat melangsungkan hajatan di bulan Muharram. Bahkan yang paling tidak masuk akal, penguasa laut Selatan, Nyi Roro Kidul, konon sedang melaksanakan pernikahan. Keyakinan tersebut secara turun-temurun membuat masyarakat enggan melaksanakan pernikahan.

4. Pindah rumah

Primbon menyarankan masyarakat untuk pindah rumah di malam ini. Orang Jawa percaya akan adanya hari baik dan hari buruk.(han)