Ayah Sandera Hamas yang Ditembak Tentara Israel Ngamuk ke Kabinet Netanyahu

Dia kemudian berujar, "Anda membiarkan Hamas membawa anak saya pada 7 Oktober, dan Anda membunuh anak saya pada 14 Desember."

Dec 20, 2023 - 08:56
Ayah Sandera Hamas yang Ditembak Tentara Israel Ngamuk ke Kabinet Netanyahu

NUSADAILY.COM – TEL AVIV - Ayah dari Avi Shamriz, sandera Hamas yang ditembak pasukan Zionis, mengkritik pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Dia menuding pasukan Israel membunuh anaknya dua kali.

"Saya akan mengatakan ini ke pemerintah. Kalian membunuh anak saya dua kali," kata dia saat wawancara dengan NBC News, dikutip dari Middle East Eye, Selasa (19/12).

Dia kemudian berujar, "Anda membiarkan Hamas membawa anak saya pada 7 Oktober, dan Anda membunuh anak saya pada 14 Desember."

Shamriz merupakan satu dari tiga korban yang tewas usai ditembak mati pasukan Israel. Korban lainnya yakni Yotam Haim dan Samer El Talaqa.

Mereka tewas ketika pertempuran berlangsung di distrik Shejaiya, Kota Gaza. Saat penembakan, mereka membawa bendera putih dan meminta bantuan dalam bahasa Ibrani.

Di kesempatan itu, ayah Shamriz juga menyebut pemerintah Israel "tak melayani" dan "tak memikirkan warganya."

Israel saat ini, lanjut dia, tak layak bagi masyarakat baik sebagai negara atau dari sisi pemerintahannya.

"Mereka bukan pemimpin, mereka cuma berpikir diri mereka sendiri, kekuasaan mereka, dan gaji mereka. Mereka tak memikirkan nasib sandera," ungkap ayah Shamriz.

Kematian Shamriz dan dua sandera lain memicu protes di Israel. Para keluarga sandera yang tersisa cemas kerabat mereka mengalami insiden serupa.

Para keluarga sandera juga mendesak pemerintah Israel bisa membebaskan sandera dalam keadaan hidup.

Menanggapi insiden itu, juru bicara militer Israel Richard Hecht mengatakan kematian terkait para sandera dalam proses penyelidikan.

Ia juga menyebut apa yang dilakukan pasukan Zionis adalah "pelanggaran dalam pertempuran."

Pada Minggu, militer Israel memberi informasi terbaru soal penyelidikan itu. Mereka menemukan tanda-tanda seseorang meminta bantuan yang terbuat dari sisa makanan.

"Berdasarkan penyelidikan lapangan, tampaknya ketiga sandera berada di gedung tempat tanda-tanda itu berada selama beberapa waktu," demikian menurut militer Israel.

Militer Israel lalu merilis foto-foto temuan awal di gedung yang menunjukkan tanda "SOS" dan "Tolong, ada tiga sandera."

Hamas menyandera sekitar 250 orang usai melancarkan serangan mendadak ke Israel pada 7 Oktober. Per akhir November lalu, kelompok ini membebaskan lebih dari 100 sandera.

Pembebasan tersebut bagian dari gencatan senjata yang disepakati Hamas dan Israel pada 24-30 November. Dari perjanjian ini, Israel juga membebaskan ratusan tahanan Palestina yang ada di penjara.

Usai kesepakatan berakhir, Israel menggempur habis-habisan Gaza. Mereka juga mengklaim akan membawa pulang seluruh sandera hidup-hidup dan tak akan berhenti perang sampai Hamas musnah.

Hamas sementara itu, ogah bernegosiasi pembebasan sandera sebelum Israel menghentikan agresi dan menarik seluruh pasukan dari Palestina.

Minta Hizbullah Mundur 10 Km dari Perbatasan

Diberitakan sebelumnya, Israel disebut ketakutan dan meminta Amerika Serikat untuk memaksa mundur milisi di Lebanon selatan, Hizbullah, sejauh 6 mil atau 9,6 kilometer dari perbatasan kedua negara ini.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Galant menyampaikan pesan itu saat bertemu Menhan Amerika Serikat Lloyd Austin di Tel Aviv.

"Netanyahu dan Gallant mengatakan Israel menginginkan kesepakatan yang mencakup mendorong pasukan Hizbullah cukup jauh sehingga mereka tak akan mampu menembaki desa-desa dan kota-kota Israel di sepanjang perbatasan," demikian laporan media Israel, Axios, Selasa (19/12).

Menurut laporan itu, Austin meminta Israel memberikan waktu dan ruang ke AS untuk melakukan upaya diplomasi.

Netanyahu dan Gallant memberi kesempatan AS untuk memakai jalur diplomasi. Mereka juga mengatakan mereka ingin melihat kemajuan dalam "beberapa minggu ke depan."

Permintaan itu disebut-sebut karena ketakutan Tel Aviv akan ancaman dari Hizbullah terhadap warganya di wilayah dekat perbatasan Lebanon dan Israel.

Israel menyatakan tak bisa menerima puluhan ribu warganya menjadi pengungsi karena bentrokan di perbatasan.

Middle East Eye sebelumnya melaporkan Israel secara terbuka menuntut Hizbullah mundur 30 kilometer (18 mil) ke sungai Litani di utara, sebagaimana disyaratkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701.

Pasukan Israel dan Hizbullah nyaris setiap hari saling serang sejak pasukan Zionis melancarkan agresi ke Palestina pada 7 Oktober.

Hizbullah turut menggempur wilayah Israel untuk membantu Hamas. Namun, pasukan Zionis justru membalas gempuran secara besar-besaran.

Salah satu serangan Israel bahkan menyebabkan satu tentara Lebanon tewas.

Israel lantas meminta maaf dan menyebut target mereka bukan tentara Lebanon. Namun, Beirut tak peduli, mereka tetap akan mengadukan serangan Israel ke Dewan Keamanan PBB.

Sejak bentrokan di lintas batas pecah, tercatat lebih dari 110 orang di Lebanon tewas. Mayoritas korban ini adalah anggota Hizbullah.

Sementara itu, dari pihak Israel enam tentara dan tiga warga sipil dilaporkan tewas.(han)