Tak Ada Jaminan Menang Meski Demokrat Merapat ke Prabowo, dan Terjadi Koalisi Gemuk
Usai pertemuan, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan dan Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengonfirmasi deklarasi dukungan kepada Prabowo akan segera disampaikan saat rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang digelar pekan ini.
NUSADAILY.COM – JAKARTA – Pada Minggu (17/9) sore, AHY bersama Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu dengan Prabowo serta elite partai politik KIM di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Pertemuan digelar tertutup selama sekitar tiga jam.
Sinyal Partai Demokrat ikut mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2024 menguat. Partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu disebut akan segera bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM). Saat ini, partai politik KIM terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, PBB, dan Gelora.
Usai pertemuan, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan dan Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengonfirmasi deklarasi dukungan kepada Prabowo akan segera disampaikan saat rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang digelar pekan ini.
"Ya benar, deklarasinya dalam minggu ini," kata Hinca.
Adapun Partai Demokrat sebelumnya mendukung Anies Baswedan bersama NasDem dan PKS di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Namun, Anies menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal calon wakil presiden.
Keputusan itu disebut-sebut tak melalui diskusi dengan Demokrat dan PKS. Demokrat merasa dikhianati dan memutuskan hengkang dari koalisi. Kini, arah koalisi Demokrat menuju ke Prabowo.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago mengatakan jaringan yang dimiliki Partai Demokrat bisa berdampak pada perolehan suara Prabowo di Pilpres 2024. Menurutnya, Demokrat bisa mengkapitalisasi loyalis Demokrat yang merasa kecewa dengan keputusan Anies memilih Cak Imin sebagai pendamping.
"Tentu upaya yang bisa dilakukan oleh Demokrat dengan merusak para pemilih Anies agar enggak milih Anies, tapi ke Prabowo. Itu daya tawar yang cukup logis bagi Demokrat kenapa dia ke Prabowo, karena enggak ada pilihan lain bagi Demokrat kecuali memang mengkapitalisasi orang-orang yang kecewa dengan Anies maupun Cak Imin," kata Arifiki.
Namun, kata dia, ada catatan tersendiri bagi Demokrat terkait hal ini. Menurut Arifiki, Demokrat tak bisa terlalu diandalkan untuk mendulang suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Tapi tantangannya apakah bisa secara langsung, misal beberapa wilayah yang pemilihnya dekat dengan Anies dan juga dengan Prabowo," ujarnya.
Di lain sisi, Arifki menilai bergabungnya Demokrat ke Koalisi Indonesia Maju berpotensi membuat diskusi soal sosok calon wakil presiden pendamping Prabowo semakin alot. Saat ini, ada sejumlah nama yang disodorkan untuk Prabowo, di antaranya Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Ia mengatakan pembahasan soal cawapres ini bisa makin alot jika Demokrat turut serta mengajukan nama Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Kalau ini yang menjadi tawaran Demokrat saya khawatir akan memperumit koalisi ini, karena memang juga tarik menarik kepentingan ini akan memperlemah kekuatan politik untuk menentukan siapa cawapresnya Prabowo," tutur dia.
Selain itu, lanjut Arifki, makin banyaknya parpol yang bergabung di koalisi juga bisa berdampak pada proses bagi-bagi kekuasaan jika Prabowo menang di 2024.
Terpisah, Direktur Eksekutif Algoritma sekaligus dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana berpendapat pemilih Partai Demokrat memang cenderung memiliki kesamaaan dengan pendukung Prabowo.
Karena itu, Aditya menilai bergabungnya Demokrat ke dalam koalisi akan menambah pundi-pundi suara yang dimiliki Prabowo untuk menghadapi Pilpres 2024. Namun, ia mengingatkan koalisi 'gemuk' tak serta merta menjadi jaminan pasangan capres dan cawapres yang diusung akan menang.
"Enggak ada korelasi juga dengan kemenangan, karena kalau kemenangan itu lebih disebut popular vote, bukan suara parpol, kalau sekarang kita cek dalam konteks itu kan berkoalisi berdasarkan suara di 2019, akan berbeda dengan kondisi hari ini dibanding kondisi lima tahun lalu," ucap Aditya.
Ia juga berpendapat bergabungnya Demokrat ke dalam KIM juga tak akan menyelesaikan perdebatan soal sosok cawapres Prabowo. Menurutnya, Demokrat bisa juga mengajukan nama AHY.
"Saya akan menduga enggak ada bedanya dengan posisinya yang kemarin-kemarin ketika Cak Imin ada di koalisi itu, potensi untuk membuat fixed itu masih belum jelas. Jadi PKB keluar, Demokrat masuk, menurut saya belum tentu mudah menyelesaikan masalah untuk menentukan bakal cawapres," kata dia.
Sementara itu, usai pertemuan, wakil Ketua Umum Partai Gerindra Budi Djiwandono mengatakan calon wakil presiden pendamping Prabowo akan diputuskan koalisi usai Demokrat resmi bergabung ke KIM.
Ia menegaskan cawapres Prabowo akan ditentukan lewat musyawarah. Para ketua umum parpol koalisi akan dilibatkan.
"Semua hal-hal teknis khususnya cawapres dan sebagainya akan dikomunikasikan, diputuskan bersama-sama nanti pada saatnya Partai Demokrat sudah secara resmi mendeklarasikan pilihan politiknya," kata Budi di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu.(sir)