Menpora Dito Diperiksa Kejagung Atas Dugaan Upaya Setop Kasus Menara BTS

Dito diperiksa bukan sebagai Menpora, tapi individu. Sebab upaya mengendalikan penyidikan itu terjadi antara November-Desember 2022, saat dia belum menjabat menteri. Ketika itu Dito masih menjadi Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Jul 4, 2023 - 20:13
Menpora Dito Diperiksa Kejagung Atas Dugaan Upaya Setop Kasus Menara BTS

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Senin (3/7), atas tudingan seputar kasus dugaan korupsi menara internet base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Politisi Partai Golkar itu dituding menerima uang Rp27 miliar dari Irwan Hermawan, mantan komisaris PT Solitchmedia Synergy yang kini menjadi salah satu tersangka korupsi menara BTS.

Dana itu diduga untuk menyetop pengusutan perkara proyek tersebut di Kejagung.

"Ini terkait tuduhan saya menerima Rp27 miliar, saya sudah menyampaikan apa yang saya ketahui dan saya alami, untuk materi detailnya lebih baik yang berwenang yang menjelaskan," kata Dito usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin petang.

Dito diperiksa bukan sebagai Menpora, tapi individu. Sebab upaya mengendalikan penyidikan itu terjadi antara November-Desember 2022, saat dia belum menjabat menteri.

Ketika itu Dito masih menjadi Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan timnya memanggil Dito untuk mencari titik terang.

Dana ratusan miliar yang dikumpulkan Irwan dari konsorsium dan subkontraktor proyek menara BTS agar penyidikan perkara ditutup.

"Informasi yang berkembang berdasarkan keterangan dari saudara IH (Irwan Hermawan) bahwa dia mengumpulkan uang, menyerahkan uang dalam rangka untuk mengupayakan penyidikan tidak berjalan," kata Kuntadi.

Kuntadi menyebut upaya menutup kasus ini berada di luar pokok perkara dugaan korupsi menara BTS.

Kejagung masih mendalami informasi terkait hal ini. Jika ditemukan fakta, Kuntadi menyebut upaya itu sebagai tindak pidana menghalangi penyidikan.

Perkara korupsi menara BTS 4G ini sempat dihentikan penyidikannya. Beberapa nama dari sejumlah partai politik dan kerabatnya diduga terseret kasus ini.

Bahkan pimpinan komisi di DPR dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan disebut terlibat perkara proyek yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp8,03 triliun.

Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka korupsi menara internet yang seharusnya dibangun di daerah terpencil itu. Selain Irwan, Menteri Komunikasi dan Informatika dari Partai NasDem, Johnny Gerard Plate juga ikut terjerat.

Enam tersangka lainnya yaitu Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kemenkominfo, Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbung Menak; Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto.

Selain itu Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Invesment Mukti Ali; orang kepercayaan Irwan, Windi Purnama; dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan.

Basis Utama Prima merupakan perusahaan milik Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro, suami Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani.

Dia menguasai 99 saham perusahaan yang menjadi pemasok utama semua panel surya dan baterai menara BTS.

Dalam dokumen penyidikan, Irwan membeberkan kepada penyidik Kejaksaan Agung terkait aliran dana untuk menghentikan perkara tersebut.

Pria 52 tahun itu menyerahkan uang sebesar Rp119 miliar kepada beberapa pihak di Bakti Kemenkominfo serta sejumlah pihak lain, terkait upaya penyelesaian perkara penyediaan infrastruktur BTS 4G yang sedang diproses aparat penegak hukum.

Irwan merinci telah menyerahkan uang sekitar Rp6,2 miliar kepada pihak Bakti.

Di antaranya; Rp1,5 miliar ke Elvano Hatorangan selaku pejabat pembuat komitmen proyek Bakti; Latifah Hanum, pegawai Bakti, sebesar Rp1,7 miliar; dan Anang Latif Rp3 miliar.

Irwan juga menyerahkan uang Rp6 miliar kepada Setyo sebagai upaya penyelesaian perkara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 Bakti Kemenkominfo.

Setyo merupakan pengacara yang ditunjuk X, seseorang yang menurut Irwan tak bisa disebutkan namanya di tingkat penyidikan.

Selain itu, Irwan juga menyerahkan Rp52,5 miliar kepada X.

Dia juga menyerahkan uang melalui Galumbang kepada sejumlah pihak lainnya sebesar Rp43,5 miliar.

Rinciannya yaitu pihak X Rp1,5 miliar; pihak Y Rp10 miliar; pihak Z sebesar Rp27 miliar; serta Edward Hutahean sebesar Rp15 miliar.

Irwan kemudian menyerahkan Rp10 miliar kepada Windi Purnama untuk selanjutnya diserahkan kepada Staf Kemenkominfo.

Pria 52 tahun ini juga menyerahkan uang kepada Feriandi Mirza dan anggota Pokja di Bakti Kemenkominfo sebesar Rp800 juta melalui Windi Purnama.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa saat persidangan terdakwa Johnny G. Plate pekan lalu, dijelaskan terkait sumber dana yang diterima para tersangka dalam proyek menara BTS.

Kedelapan tersangka diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi.

Johnny Plate didakwa menerima uang sebesar Rp17,8 miliar. Jaksa merinci, Plate menerima uang Rp10 miliar secara bertahap, yaitu Rp500 juta per bulan sebanyak 20 kali.

Penerimaan itu mulai Maret 2021 hingga Oktober 2022. Uang itu berasal dari Irwan Hermawan melalui Windi Purnama dengan cara memerintahkan Anang Achmad Latif.

Selama kurun waktu 2021-2022, Plate juga menerima fasilitas senilai Rp420 juta dari Galumbang Menak Simanjuntak berupa pembayaran bermain Golf sebanyak enam kali. yaitu di Suvarna Halim Perdana Kusuma, Senayan Golf, Pondok Indah Golf, BSD, PIK II, dan Bali Pecatu Sebelum Acara G20.

Plate juga memerintahkan Anang mengirimkan uang untuk kepentingannya. Dengan rincian yaitu pada April 2021, sebesar Rp200 juta kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur.

Pada Juni 2021, Plate mengirim Rp250 juta kepada Gereja GMIT di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada Maret 2022, sebesar Rp500 juta kepada Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus. Pada bulan yang sama dia juga mengirim Rp1 miliar kepada Keuskupan Dioses Kupang.

Sekitar 2022, dia menerima uang empat kali dengan total keseluruhan Rp4 miliar dari Irwan. Rinciannya, masing-masing penerimaan sebesar Rp1 miliar itu dibungkus kardus.

Uang itu diberikan melalui Windi Purnama kepada Welbertus Natalius Wisang atas perintah Anang Achmad.

Uang tersebut diserahkan oleh Welbertus Natalius Wisang kepada Plate sebanyak tiga kali di ruang tamu rumah pribadi Plate di Cilandak, Jakarta Selatan dan 1 kali di ruang kerja Plate di Kantor Kemkominfo.

Pada tahun yang sama, Plate juga menerima fasilitas dari Jemy Sutjiawan berupa sebagian pembayaran hotel bersama tim selama melakukan perjalanan dinas luar negeri.

Di antaranya perjalanan dinas ke Barcelona Spanyol sebesar Rp452 juta, Paris Prancis sebesar Rp453 juta, London Inggris sebesar Rp167 juta, dan Amerika Serikat sebesar Rp404 juta.

Pada kasus ini, Irwan Hermawan menerima uang sebesar Rp119 miliar dari empat pihak.

Pertama, PT Sarana Global Indonesia menyerahkan Rp28 miliar kepada Irwan melalui Windi Purnama sebesar Rp25 miliar dan Rp3 miliar diserahkan lewat Bayu Eriano.

Kedua, PT JIG menyerahkan Rp26 miliar melalui Windi. Ketiga, PT Waradana Yusa Abadi sebesar Rp28 miliar melalui Steven Setiawan Sutrisna selaku direkturnya.

Keempat, Jemy Sutjiawan selaku Direktur Utama PT Sansaine menyerahkan Rp37 miliar melalui Windi.

Anang Achmad Latif menerima sebesar Rp5 miliar yang diterima dari Jemy Sutjiawan sebesar Rp2 miliar dan Rp3 miliar dari Irwan.

Yohan Suryanto menerima Rp453 juta dari pembayaran sebagai tenaga ahli Hudev UI dalam membuat Kajian Pendukung Teknis Lastmile Project 2021 sebesar Rp400 juta.

Serta penerimaan atas pembayaran PT Rambinet Digital Network terkait pekerjaan Subkontraktor pengadaan NMS VSAT dari PT IBS pada pekerjaan paket 4 dan 5 sebesar Rp53 juta.

Windi Purnama menerima Rp500 juta dari PT SGI yang diserahkan oleh Bayu Eriano.

Sementara itu, Muhammad Yusrizki menerima Rp50 miliar dari Rohadi terkait hasil pekerjaan power system meliputi battery dan solar panel paket 3, serta USD2,5 juta dari Jemy Sutjiawan terkait hasil pekerjaan power system meliputi battery dan solar panel paket 1 dan 2.

Konsorsium Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 menerima Rp2,9 triliun dari Pembayaran Net+NMS dan selisih biaya nyata (real cost) sebesar Rp6,6 miliar.

Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk Paket 3, juga menerima Rp1,5 triliun. Dengan rincian dari Pembayaran Net+NMS sebesar Rp956 miliar, dan selisih biaya nyata (real cost) sebesar Rp628 miliar.

Konsorsium IBS dan ZTE untuk Paket 4 dan 5 menerima Rp3,5 triliun, yang terdiri dari Pembayaran Net+NMS sebesar Rp3,4 triliun dan Rp44 miliar.(han)